"Kalian bolos ikutan kakak kalian hah!"
Dari luar, seperti di rumah sendiri. Dimas melanglang buana,
marah-marah. Ari dan Riri yang mendengar papanya sudah beraksi langsung
merespon. Mereka keluar, berlari menghampiri sang papa.
"Maaf pa, kan cuma sekali pa, Riri bolos." kata riri dengan nada bicaranya yang kecil.
"Ari juga pa, kesiangan. Maaf pa, Ari janji gak akan ulangi lagi." Ari menunduk.
"Telat, papa udah tau. Papa udah marah, kecewa sama kalian berdua, siapa yang nyuruh kalian bolos hah?"
Nada bicara dimas meninggi. Tapi hampir saja senyumnya mengembang.
Baru kali ini dimas serada jadi pemain sinetron. Lala, ari dan Riri juga
tak kalah ingin tertawa.
"Mas, jangan ketawa." Lala menepuk lengan dimas, dimas langsung mencoba menahan tawanya.
"Papa hukum potong uang saku sama kalian harud bantuin bibik hari
ini, full. Sebagai ganti kalian gak sekolah. Cuci piring, cuci baju
kalian sendiri, sampai cuciin baju bibik."
Hah?
Semua melongo, ini diluar rencana ari. Ari hanya minta lari keliling
rumah, cuci mobil, ini jauh lebih banyak. Ari dan Riri saling melirik,
ditambah potong uang jajan.
"Ada yang salah nih?" Ari mencoba menyatakan pendapatnya, protes pada dimas dengan nada lirih. Supaya Ara gak denger.
"DIEM. JANGAN BANTAH PAPA. KERJAKAN HUKUMAN KALIAN!!" dimas makin menggila, terlalu mendalami perannya.
"kasian adek-adek, gara-gara aku gak mau bangunin mereka, gak paksa mereka berangkat." Ara.
Yang di kamar, yang sejak tadi bingung, takut, mau keluar atau tidak,
akhirnya menekatkan hati, membulatkan keputusannya untuk keluar kamar
dan bertanggung jawab atas semuanya. Mereka berdua bolos kan karena ara.
"Cepat!"
Dimas lagi berteriak. Akhirnya ara pun muncul, dia sudah pasrah akan diapakan oleh papanya.
"Pa, ara yang tanggung jawab sama semuanya. Mereka gak berangkat karena ara." Ara menunduk didepan dimas.
"ngaku ya biang keroknya. Kenapa kamu suruh mereka bolos?" dimas.
Lala geleng-geleng, demi rencana yang sudah dibicarakan, ini jauh sudah
keluar dari rencana. Lala gak tau, dimas mungkin marah beneran dan
sekalian melampiaskannya.
"Pipi kenapa? mau jadi jagoan cewek gitu?" bahkan dimas mendekati ara, memaksa ara untuk mendongak menatapnya.
"Mas," lala makin tak tega melihatnya. Lala mendekati mereka dan
mencoba melepaskan tangan dimas yang ada didagu ara, memaksa wajah ara
menatap dimas.
"Kamu berantem lagi? cari gara-gara? sok ya?" dimas.
"mas Dimas, kamu apa-apaan sih, perjanjian kita gak gitu ya. Jangan
kasar sama ara." Lala mencoba melepaskan tangan dimas yang mencengkeram
dagu anaknya sendiri. Teganya dimas.
"Jangan ikut campur, dia anak aku." dimas bahkan berani menepis tangan lala yang mencoba menurunkan tangan dimas.
"anak aku juga mas,"
"bukan, ara tau kan ara anak papa sama siapa?"
Ara mengangguk pelan, dengan air matanya yang tumpah. Setelah sekian
puluh tahun, kenapa dibahas lagi. Ara tau ara anak siapa? tapi ketika
dibahas, tetap saja ara sedih, sakit hati, sesak, dia juga mau jadi anak
mama ari dan riri, anak mama lala, dan dimas dengan entengnya
menyebutkan dan bertanya seperti itu. Ari dan Riri pun jadi gak tega,
papanya sudah keterlaluan.
"Pa, papa jangan ngomong gitu ke kak ara." Riri mendekati dimas untuk membantu membujuk dimas.
"Pa, kak ara tetep anak mama lala pa, kakak kita." Ari juga ikutan.
"Kalian gak usah ikut campur, biar ara papa yang hukum." Dimas tak
menghiraukan lala, riri dan Ari. Dia menarik tangan ara keluar dari
rumah alex.
"kamu sembunyi disini, dengan alasan mau pendekatan sama alex, biar
saling mengenal, dengan minta bantuan alex, supaya dia bisa lindungin
kamu dari hukuman papa. Enggak." Dimas terus saja mengoceh.
Lala makin gak tau apa yang suaminya itu lakukan, dimas sudah sangat
keterlaluan. Ketika lala akan ikut ke mobilnya, dimas melarang lala.
"Ini urusan aku sama anak aku, la. Jangan ikut campur." katanya,
masuk dan menahan ara didalam mobil. Menginjak pedal gas mobil dengan
kecepatan tinggi.
"Ari, susulin papa kalian. Mama khawatir sama ara."
"pakai mobil papa aja, nenek. Supirnya dibelakang."
Ali sejak tadi diam, sembunyi dan memperhatikan. Satu yang baru ali
tau, ara juga sama dengan dia, tidak punya mama. Ali menghampiri mereka
dan memberi solusi.
"makasih sayang,"
Lala langsung kebelakang, mencari supirnya dimas, dengan dibantu bibik yang juga memanggil sang supir. Mereka bergegas ke rumah.
*
"Ara, kamu itu mirip siapa? mama kamu, mama tania, dia itu lembut, cantik, feminim. Gak pernah cari onar sepanjang sekolah."
Dimas menarik kasar ara masuk kedalam rumah dan memarahinya. Bibik
sampai keluar dapur karena mendengar dimas marah-marah, ini yang paling
marah dan untuk pertama kalinya.
"kerjain semua tugas bibik, juga hukuman ari dan riri. Biar kamu kapok gak berantem lagi." perintah dimas.
"bik, hari ini bibik duduk manis aja. Biar ara yang ngerjain tugas
rumah. Kasih tau aja dia harus apa, jangan bantuin dia." Dimas duduk
disofa dan menatap ara yang sudah berhenti menangis. Yang paling
menyedihkan mengungkin kalau dia bukan anak lala.
Itu bukan pilihan ara, pa.
Ara mengusap air matanya, dia mengambil alih pekerjaan bibik. Dari
mulai menyapu, mbersihkan debu di meja, kaca. Cuci piring sarapan dimas
dan lala.
"Mas, kamu keterlaluan." lala baru sampai, dia langsung menemui dimas. Dimas hanya diam tak perduli.
Ara dan riri langsung mencari sang kakak dan menghampirinya. Mereka baru ingin membantu, mencuci.
"Kalian mau bantu cuci kan, sekarang kalian yang cuci. Ara ikut papa."
dimas benar-benar keterlaluan. Dimas malah kembali menarik tangan
lala ke halaman belakang. Dimas memberikan sarung tinjunya pada ara. Dia
juga memakainya. Lala, ara dan riri mengikuti sang papa. Gilak, papanya
ini marah beneran atau cuma pura-pura. Mereka sendiri tak tau.
"Pakai sarunh tinjunya, kamu berantem sepuasnya sama papa. Biar kamu gak berantem diluar sana." kata dimas.
"pa, ara minta maaf."
"pakai sekarang. Kamu mau nunjukin kalau kamu jago kan. Kalahin papa."
Dimas dan ara sama, suka bela diri. Olah raga. Dimas juga dulu saat
di kampus, ya sebelas dua belas lah kayak ara. Bedanya, ara versi
ceweknya dimas. Tapi dimas gak sadar aja, ara seperti siapa. Sampai
dimas ketemu tania yang lemah lembut.
"ayo pukul atau kamu papa pukul. Kalau kamu masih mau jadi anak mama
lala, ayo tarung sama papa, sampai papa kalah." Dimas terus saja
berceloteh panjang. Padahal tenaga ara sudah hampir terkuras beresin
rumah.
"Ma, telpon kak alex ma. Siapa tau kak alex bisa bantu. Papa udah
keterluan banget tau gak ma." ari bahkan takut, baru kali ini lihat
papanya marah seperti itu. Pada anak kesayangannya, yang pertama, ara.
Lala langsung menelpon alex, berharap alex bisa membantu.
"besok-besok, kalau kamu pengen berantem, berantem sama papa di ring. jangan dijalanan." dimas.
dimas dan ara masih saja saling memberi serangan, saling meninju dan menghindar.
"satu kali kamu kena pukul papa, uang jajan adik-adik kamu yang papa potong. Tiap hari."
Ara tau, semua salahnya. Harusnya ara bisa jadi contoh yang baik
untuk kedua adiknya, tapi ini malah membiarkan mereka bolos. Ara terus
menghindar dan mencoba memukul sang papa.
*
ya ampun si om dimas, tega banget segitunya sama ara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Inoc
manteb
2022-01-29
0
Naftali Hanania
🤦🤦🤦🤦🤦🤦🤦🤦🤦🤦
2021-05-14
0
Rina Alvera
seru ara sama papanya,latihan berat.
2021-01-27
1