selamat membaca lagi, maaf kalau pendek-pendek, karena kerjaan saya juga ada yang lain. selamat membaca kembali
***
Ara sangat bersemangat datang ke sekolah. Dia kira di sekolah dia
akan bertemu dengan kakak perempuannya, ada tak pernah sehari bahkan
semalam tak melihat sang kakak, dan ini, tak melihatnya semalaman,
membuatnya sangat rindu.
Sebelum bel masuk berbunyi, ara langsung ke kelas kakaknya. Tapi dia
hanya melihat eki dan niko yang sedang ngobrol, kakaknya, ara yang
biasanya duduk dibelakang mereka, tak ada.
"Yah, gak berangkat."
Lupanya riri, bagaimana sang kakak bisa berangkat, seragam dan buku
sekolah kan ada di rumah. Iyah. Riri menepuk keningnya, baru ingat.
"kenapa ri?"
Ari mengikuti riri, tapi kalah cepar. Karena Ari tak mau buang
tenaga, nanti dia harus ikutan main basket. Jadi gak mau capek kayaka
riri, yang lari ke kelas ara.
"kak ara ya, gak masuk ya?" ari melihat kedalam kelas.
Eki dan Niko yang melihat kedua adik ara datang ke kelasnya,
menghampiri keduanya. Ahh, Ari jadi ingat, bukannya kemarin merena itu
sama ara, tapi tiba-tiba ara sama alex.
"kak, kita mau tanya, bukannya kemarin kalian terakhir jalan bareng
kan sama kak ara?" tanya ari, sedang ingin berbicara sopan saja.
"emm..."
Eki dan niko gelapan. Apalagi eki, yang tak sengaja memukul ara. Kalau ari tau bisa ngamuk dia.
Tengg...
Selamat. Untung bel masuk kelas berbunyi. Setidak ya eki terhidar
dari ari untuk beberapa jam, jadi dia bisa mencari alasan lain.
"nanti lagi lah dek, masuk kelas dulu." kata ari menggandeng riri.
riri mengangguk. Dia pergia dari kelas ara, berjalan ke kelasnya, begitu juga dengan ari yang masuk ke kelasnya.
Ara sedang makan bubur buatan bibik, dengan nonton tv. Tv yang
kebanyak gosip dan sinetron cinta, yang tak ara suka, dia mencari
tumpukan dvd yang ara lihat ada didekat tvnya. Ada dvd transformer,
mungkin milik ali. Ara langsung memesukan kaset dvdnya dan memutar itu.
Memakaannya dengan lahap.
"ahhh.."
ketika sedang asik menikmati makanan bibik, tiba-tiba perut ara
sakit. Ara bergegas ke kamar tempat dia tidur di rumah alex, mencari
tasnya dan mencari sesuatu didalamnya.
"duhh, mana obat dateng bulannya." ara mengacak-ngacak tasnya, mengeluarkan semua isi tasnya, tapi tak ada obat yang dia cari.
"pasti lupa dimasukan ke tas. Begog!"
Ara mengumpat pada dirinya sendiri, lalu bagaimana sekarang, setiap
datang bulan ara sering sekali sakit perut, bisa sampai keringat dingin
dan pucat, ditambah sakit, bengkak dipipi, udah gak karuan rasanya.
"apa telpon mama buat anterin obatnya ya." pikir ara, masih memegangi
perut dan meremat kaosnya dibagian perut. "auhhh.. mama.." Ara sangat
membutuhkan mamanya sekarang.
Bibik yang ada disekitar kamar ara tam sengaja mendengar teriakan ara. Bibik langsung masuk dan panik melihat ara yang pucat.
"non, kenapa?" tanya bibik pada ara.
"Bik, saya butuh obat dateng bulan, tapi saya lupa bawa. Mau telpon rumah, gak mungkin."
Ara tak tahan, dia mengambil ponselnya dan meminta tolong Alex, hanya
alex yang bisa menolongnya saat ini. Ara harap alex mau. Ara
mengirimkan pesan berupa foto gambar obat datang bulan yang biasa ara
minum ke nomer alex, untung dia sudah meminta nomer alex dari papanya.
Untuk dia simpan, berguna juga.
kling...
Alex masih meeting. Ponselnya berbunyi, sengaja tak ia matikan karena
takut ada panggilan darurat dari rumah, dari bibik tentang ara. Eh,
anaknya sendiri yang telpon. Dimas yang memberikan nomer ara untuk alex.
"halo ra, kenapa?"
Alex keluar untuk menelpon, karena ara tak memberikan keterangan apa di pesan gambarnya, hanya gambar obat.
"om, tolong beliin obat itu, itu obat dateng bulan, bisa gak om? kalau gak saya minta tolong bibik deh."
ara menjeda ucapannya, memekik sakit ditelpon. Alex makin khawatir.
Alex bergegas membubarkan meeting, dia ke apotin dan membeli obat untuk
ara.
"tuh anak kenapa sih, sampek gitu. Bikin orang khawatir aja." Alex ngebut bawa mobil.
Dia langsung balik ke rumah setelah mendapatkan obatnya. Alex
tersenyum sendiri, baru kali ini hidupnya berantakan, jadwal kerja, yang
biasanya cuek jadi perhatian banget sama cewek, melanggar semua
ucapannya sendiri, termasuk datang telat ketika meeting, meninggalkan
meeting begitu saja. Rasanya hidup alex seperti naik roll koster.
Menanggangkan tapi seru.
"Bik, ambilin minum ya."
sesampainya di rumah, alex langsung bergegas masuk, berlari dan
menyuruh bibik membasa air minum ke kamar ara. Gilak ara bener-bener
bikin Alex marathon lari hari ini.
"Ra, ini obatnya?"
Alex langsung memberikan obatnya. Bibik datang, bergegas berjalan dan
membawa air minum. Alex langsung membantu ara meminum obatnya.
"ya ampun, sampek segininya sih."
Refleks alex mengelap kening ara yang sudah berkeringat. Muka ara juga pucat.
"udah, om makasih." ara meminta alex mengambil gelas dari tangannya.
"saya mau tidur lagi, nanti juga sembuh sendiri."
Alex menaruh air minumannya di nakas. Dia membantu ara tidur dan menyelimutnya.
"om, boleh minta temenin gak?"
Biasanya sang mama, yang menemani, ara hanya butuh tangan seseorang,
untuk dia genggam, untuk menyalurkan rasa sakit di perutnya. Alex
mengangguk.
"Ra, kamu gak apa-apa gini? Kamu mau aku panggil dokter lagi buat periksa?"
Alex masih disana, duduk dipinggir ranjang, menemani ara. Ara
menggeleng, ara paling takut kalau diperiksa soal ini. Ara terpejam, dia
mencoba menghilangkan bayangan buruknya tentang sang mama kandung,
tania yang memiliki penyakit dalam, bermasalah dengan rahim dan
menyiapkan lala untuk itu, tapi mamanya malah meninggal karena
kecelakaan.
Ara ingat, dia yang memaksa lala untuk menceritakan tentang mama
tanianya itu. Kalau sudah seperti ini, ara suka terbawa mimpi. Ara baru
saja terlelap, maksud hati Alex ingin melepaskan tangan ara yang
memegangnya, tapi baru sedikit dia melepaskan tangannya.
"mama," ara berterisk ketakutan.
Alex tak jadi meninggalkannya. Alex kembali duduk dan tiba-tiba saja ara terbangun, menangis dan memeluk alex
Alex terdiam kaget.
"Jangan tinggalin ara om, ara takut."
Sekolah ari pulang lebih awal. Ali melihat ada mobil papanya di luar,
jarang sekali sang papa bolos kerja dan ketika dia mencari papanya, ali
malah melihat papanya dengan ara, berpelukan dengan ara.
"dasar tante cengeng, centil. Cari perhatian banget sama papa aku,
awas aja. Aku gak akan mau tante centil cengeng itu rebut papa dari ali,
nanti kasih saya papa jadi terbagi." Ali berdecak pinggang diluar
kamar ara, menatap ara yang sedang memeluk alex, papanya.
Ahh, masih mau minta maaf lagi.
ini mah, dasar authornya aja, yang lagi butuh pelukan. Jadi ara saya suruh peluk dan manja sama alex. hihii...
gimana? masih mau next dan sudi baca, dengan author yang baperan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Naftali Hanania
alex sweet 😆😆
2021-05-14
0
Ila Syaqilla
Nulis'y banyak yang tertukar....
lebih fokus lagi ya Thor...Semangat 💪
2020-11-19
3