Dokter ini! Benar-benar pengganggu. Aku sedang berbincang dengan Bella, tapi dia malah datang mengacau. Membuat risih, takutnya, ada yang salah paham dengan kami.
"Nia."
"Aku mau ke toilet."
Kuberjalan agak cepat. Berusaha menghindar dari Dimas. Kulangkahkan kaki menuju toilet, yang entah di mana, aku tak sempat bertanya. Terjebaklah diri! Kutengok kanan-kiri, rumah ini sangat membingungkan. Sedang di belakang, dokter elang itu terus mengikuti langkahku. Terpaksa aku masuk ke sebuah ruangan yang entah.
Hap!
Gagang pintu itu tertahan oleh kaki seseorang. Bersikeras aku menutupnya. Namun, dia lebih kuat dariku. Aku panik. Dia berhasil masuk dan mengunci pintu itu.
"Apa yang kamu lakukan!" pekikku lirih, takut ada yang salah paham.
Dia menatapku dan terus melangkah menghampiri. Aku melangkah mundur. Sial, aku terpojok! Dia berhasil mengunci tubuhku ke tembok menggunakan kedua lengannya. Aku benar-benar takut.
"Di!" pekikku lagi seraya menunduk.
"Mengapa kamu takut?"
"Kumohon ... lepaskan aku!"
Dia meraih daguku. "Tatap aku!"
"Mengapa kamu melakukan ini? Ini bisa menimbulkan salah paham!"
Dengan sekuat tenaga kudorong tubuh kekarnya. Namun, itu gagal. Dia hanya membuat tubuh kami semakin dekat. Tanganku terhimpit di dadanya.
"Percuma, Nia! Kamu takkan bisa lari dariku!"
Tatapannya begitu menakutkan. Seakan ingin memakanku hidup-hidup.
"Kita bukan muhrim, Di!"
Dia menempelkan tubuhnya, menghimpitku ke dinding. "Aku tak peduli," bisiknya di telingaku.
"Kalau begitu, aku akan teriak!" ancamku dengan tatapan serius.
"Lakukan saja! Setelahnya, semua orang akan datang menghampiri kita. Mereka akan benar-benar tahu bahwa kita sedang bermesraan. Bastian akan membenciku, dan Nessa akan membencimu. Sangat adil, bukan?"
"Sangat licik!"
Aku ketakutan. Tetapi mengapa dadaku terus berdebar, berdetak hebat. Napas ini terasa sesak. Teringatlah aku akan statusku. Bayangan-bayangan dosa berkelebatan di pikiranku.
"Di! Tolong ... lepaskan aku!" pintaku memohon.
"Aku takkan mengulang kesalahan yang sama seperti dulu. Membiarkan seseorang yang paling kucintai merasa sepi. Lalu menikah dengan orang lain. Itu hal terbodoh yang pernah kulakukan. Hal paling kusesali selama hidupku." Sesaat sorot matanya berubah redup.
Aku tersenyum sinis padanya. "Tak ada yang perlu disesali. Semua sudah terjadi. Aku bahagia dengan kehidupanku yang sekarang. Dan kamu, berbahagialah dengan hidupmu yang sekarang, bersama Nessa."
"Kenapa kamu menikah tanpa memberitahuku?"
"Apa ada yang perlu diberi tahu?"
"Kamu mengkhianatiku, Nia!"
"Bukankah sebaliknya?"
"Apa maksudmu?"
"Dasar! Orang ini. Sungguh pandai sekali berdrama."
"Aku tak pernah berkhianat. Aku setia!"
Aku menghela napas. "Bukannya, kalian sudah dijodohkan sejak saat SMA? Mengapa kamu bohong!"
"Siapa yang memberi tahumu?"
"Kalian juga berdua di California!"
Dia menatapku penuh tanya.
"Bukan hanya itu. Kalian juga berpacaran kan, di sana? Bilangnya sibuk sekolah. Nyatanya tidak juga. Penipu!"
Dia menyipitkan kedua matanya. "Adakah yang telah mengusik kepercayaanmu terhadapku? Siapa orangnya, katakan!"
Aku terdiam. Menahan semua amarah. Antara marah, kesal, dan sedih. Dan aku terhenyak. Mengapa aku mengatakannya? Bukankah itu tak berarti lagi?
"Aku sudah menduga. Pasti ada yang tidak beres dengan hubungan kita."
"Sekarang, biarkan aku pergi! Aku sudah tenang tanpamu. Pergilah! Temui Nessamu!"
Kupikir dia akan melepasku. Ternyata dia malah semakin mendekat. Aku berontak. Tangannya mengunci kedua tanganku ke dinding.
Yang tak kuinginkan terjadilah. Bibir itu menyentuh bibirku lembut. Tubuh ini dihimpitnya. Aku hanya mampu berpasrah menerima setiap ciuman lembut dari bibirnya. Aku tak mampu lagi menatapnya. Mataku terpejam. Tak terasa, bulir-bulir bening meluncur dari sudut mataku.
Setelah puas, ia hentikan ciuman lembut itu. Dan aku masih terpejam.
"Nia, kamu menangis?"
Entah seperti apa reaksinya. Aku semakin terisak. Mungkin wajahnya penuh aura kemenangan, telah berhasil mempermainkanku lagi.
"Nia ... maafkan aku."
Dia melepaskan kuncian tangannya. Kemudian memeluk tubuhku erat. Mungkin, perasaan bersalah mulai hinggap di benaknya. Atau mungkin, ini sebagian dari taktiknya. Agar hatiku luluh. Aku tak mampu lagi berkata-kata. Dia benar-benar mengacaukan perasaanku. Entah mengapa, dekapannya masih terasa sama hangat seperti dulu. Getaran di hati ini masih sama persis. Mengalir indah seperti dulu.
Krek!
Gagang pintu itu tertarik tangan seseorang. Aku semakin ketakutan.
"Loh, ini terkunci!" ucap seseorang di luar pintu.
"Bagaimana bisa?" ucap satunya lagi.
Aku baru sadar. Bahwa kami sedang berada di dalam sebuah kamar. Bukannya melepas, Dimas malah semakin memperkuat dekapannya.
"Biar aku tanya sama Non Linda, adakah kunci cadangannya."
Kudengar jelas itu adalah suara dua orang wanita. Jantungku berdegup semakin kencang. Kemudian terdengar suara langkah kaki berlalu.
"Kamu takut?"
Dimas mungkin merasakan betapa kerasnya detak jantungku, karena dada kami masih saling menempel.
"Tenanglah. Aku akan menjagamu." Dimas melepas pelukannya. Kemudian menarik pergelangan tanganku. Namun, kuempas genggamannya.
"Ikutlah. Atau kita akan ketahuan!"
Dengan paksa diraihnya kembali tanganku.
Aku menahan langkah. "Biar saja! Biar semua orang tahu apa yang barusan kita lakukan!"
Dia menatapku. Memahami kekesalanku. "Baiklah kalau begitu!"
Suara langkah kaki itu kembali menghampiri.
"Ini kuncinya!"
Tubuhku lemas! Aku tidak serius mengatakannya tadi. Keringat dingin mengucur di tubuhku. Matilah aku!
-- BERSAMBUNG --
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Kustri
terhanyut akoh..
2020-07-10
2
DoraemonCantik
lanjut
2020-05-22
2
Andini
semangat
2020-05-15
2