"Kamu tidak apa-apa?"
Dia menarik napas. "Tidak."
"Maaf, aku membuatmu tersedak."
"Tidak apa-apa."
Dia beranjak dari kursi makan.
"Mau ke mana?"
Dia menoleh. "Berangkat."
Aku memandangi mas Bastian yang mulai menjauh dari tempatku berdiri. Ada seonggok kejanggalan di benakku. Dia tidak menyukai pertanyaanku. Sebenarnya, apa yang dia sembunyikan dariku?
***
Hari ini aku dan Arka akan pergi ke minimarket untuk membeli beberapa keperluan. Kupesan ojek online. Tak lama kemudian tukang ojek pun datang. Kami berangkat menuju minimarket.
Sampai di sana, kami turun dan segera membayar ongkos ojek online.
Kami masuk, dan memilah beberapa kebutuhan rumah.
Sedang asyik berbelanja, seorang wanita menghampiriku.
"Hai!"
"Hai!" jawabku.
"Hai, Arka?" Seraya mencubit pipi anakku.
"Hai, Tante."
"Kalian naik apa ke sini?"
"Kami ... naik ojek online."
"Hm ... nanti biar kuantar, ya?"
"Tidak usah. Kami sudah memesan ojek."
"Ayolah?"
Aku berpikir, bagaimana menolaknya.
"Ima? Please ...."
"Baiklah."
Kami pun berbelanja kebutuhan masing-masing.
"Ima?"
Dia menggandeng tanganku.
"Ke mana?"
"Ikut saja."
Nessa membawaku menuju rak bagian kosmetik.
"A-aku ... aku tidak ...."
"Ini bagus, loh, untuk kulit."
Nessa mengambil sebuah krim wajah, menyodorkannya padaku.
"Ness, aku jarang berdandan."
"Kenapa? Ini aman, kok! Sudah ber-BPOM."
"Aku ... sudah ada di rumah. Untuk apa membeli lagi."
Dia terkekeh. "Aku pernah, loh, pakai krim ini. Hasilnya bagus. Wajahku lebih glowing."
Aku mengamatinya. Nessa selalu bertingkah aneh padaku. Apa ini akal-akalannya saja, untuk merendahkanku. Tapi, apa masalahnya denganku? Jangan-jangan dia tahu bahwa aku adalah masa lalu Dimas. Akan tetapi mana mungkin?
Kupegang produk krim dari salah satu brand ternama di Asia itu. Harganya lima ratus ribuan. Itu pun hanya krimnya saja. Apa Nessa melakukan ini karena melihatku kasihan? Aku berusaha positive thinking.
"Lain kali saja, Ness!" timpalku seraya tersenyum.
***
Aku menaiki mobil mewah berwarna kuning milik Nessa
"Ima? Aku ingin mengajakmu makan ke restoran milik temanku, yuk?"
"Ness, tapi --"
"Stt ... jangan menolak. Anggap saja ini sebagai bentuk pertemanan kita. Kamu mau jadi temanku, kan?"
Sebenarnya aku ragu. Tapi, tidak enak juga menolak Nessa.
"Arka? Kamu mau, kan, ikut Tante makan?"
"Mau, Tante," jawabnya polos.
"Anak pintar. Oke! Meluncur ...."
Tidak lama, kami berhenti di sebuah restoran mewah. 'GIANT RESTAURANT', nama resto tersebut.
Memang dari luar restoran ini sangat megah. Restoran ini besar, sama seperti namanya, GIANT.
Itu belum apa-apa. Ternyata, di dalamnya lebih memukau mata memandang. Restoran didesain semewah ini. Tentu bukan orang biasa yang dapat makan ditempat ini. Suasananya cukup sejuk. Kulihat ada sebuah piano terpampang di depan sana. Mataku terpaku menatapnya.
"Ima? Kamu bisa main piano?"
"A--aku, tidak--"
"Jangan merendah. Mainkan sebuah lagu untukku, please ...," pintanya.
"Hai ... Nessa!"
Seorang lelaki datang menghampiri kami, yang masih berdiri.
"Hai, Rudi! Kenalkan, ini Imania, temanku."
Kujabat tangannya.
"Rudi Gianto. Pemilik resto ini."
"Imania Saraswati."
Dia menggenggam tanganku erat. Kutarik segera jemariku.
"Dia sudah punya suami, Rud," ucap Nessa.
"Oh ... Sorry ...."
Dia lelaki yang ... menurutku, cukup keren. Posturnya tinggi. Matanya cerah, dan memiliki senyum yang menawan.
"Maklum, Ima. Rudi masih jomlo. Terlalu sibuk berbisnis. Sampai enggak ada waktu buat nyari pacar," celoteh Nessa.
"Ini putramu?" tanya Rudi padaku.
"Iya. Ayo, Arka salim sama, Om Rudi."
Kami pun dipersilakan duduk. Rudi membawakan kami menu spesial di resto ini. Kami menyantap makanan itu dengan senang. Arka sangat mudah akrab dengan Rudi. Dia terlihat kebapakan. Sayang ... orang sekeren Rudi belum memiliki pasangan.
"Memangnya hari ini kamu enggak kerja, Ness?"
"Aku ambil cuti dua hari, Rud. Ibuku datang, jadi, aku ingin membeli sesuatu untuknya."
"Kamu baik-baik saja, kan?" Rudi menatap wajah Nessa yang tiba-tiba tampak murung.
Dia tersenyum, menutupi sesuatu di benaknya. "Hari ini, anniversary mereka."
Mata Rudi menatap Nessa penuh perhatian. Gadis secantik dan sempurna seperti Nessa, apakah ... ada masalah antara Nessa dengan ibunya? Ah, aku terlalu kepo!
"Rud, Ima bisa main piano, loh?"
"Benarkah?" Rudi menatapku.
"Ah, itu ... itu dulu, tapi sekarang, aku lupa."
"Ima ... ayolah! Jangan terlalu merendah."
"Ness, tapi?"
"Satu lagu saja, silakan ...." Rudi berdiri seraya mempersilakanku.
Sudah terlanjur. Semua mata memandangku. Mau tidak mau, aku harus maju.
Kulangkahkan kaki menuju piano. Pelan-pelan karena aku ragu. Aku duduk. Bertanya pada diri sendiri. Lagu apa yang akan kumainkan? Sayangnya, tanpa aku bertanya, cukup menyentuh tuts saja, diriku sudah mengerti.
Tentang bertahun-tahun yang lalu. Aku memainkannya bersama seseorang yang sangat spesial. Mataku terpejam. Jemariku mulai memainkan sebuah lagu paling romantis sepanjang hidupku, bagiku. Bayangan wajah itu terus mengalir disetiap sentuhan tuts. Mengalir semakin dekat. Semakin deras dadaku bergetar bergemuruh. Dibisikkannya kata-kata itu.
"Aku mencintaimu."
-- BERSAMBUNG --
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Rulyana Muchsin
nyesek
2020-10-24
1
Arini Susanti
😭😭😭😭 ikut nangis thor
2020-09-20
1
Siti Wulandari
puitis banget author nya 😘aku suka...jd inget mantan yg suka ngirim puisi tiap hari🤭🤭🤭
2020-09-16
2