Tanpa aba-aba Sya dan Arda berteriak di atas ranjang. Bahkan mungkin teriakannya sampai terdengar keluar.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Sya.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu."
"Tapi ini kamarku," teriak Sya.
Mereka sama-sama bingung dan mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Lalu, mereka saling menoleh dan mengatakan, "Kau yang mengirimkan minuman itu," secara bersamaan.
"Bukan. Aku tidak mengirimkan apapun. Kau yang mengirimkannya," ucap Sya sembari mengambil sebuah kertas di sampingnya.
Arda menatap tulisan itu. Dia memikirkan siapa yang sudah melakukan hal itu. Hal yang tidak dia lakukan kini sudah dia lakukan.
Mereka saling diam. Tidak lama ponsel Sya menyala dan ada sebuah panggilan masuk. Nama Eri yang tertulis di layar ponsel itu.
"Apa kalian tidak ingin pulang. Atau kalian masih ingin berduaan?" teriak Eri.
Sya menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga.
"Aku sudah menunggu kalian sejak tadi. Aku kira kalian sudah bersiap, ternyata aku masih harus menunggu."
Arda mengambil ponsel Sya dengan paksa. Lalu dia mengatakan, "Berikan kami waktu untuk bersiap. Setengah jam lagi kami akan turun."
Arda mematikan telfon itu dan memberikan ponsel itu kembali pada Sya. Tubuh mereka masih sama-sama polos di dalam selimut. Tidak ada yang berani keluar dari sana.
"Kau bisa pergi ke kamarmu sekarang," ucap Sya.
Arda menggeleng, "Kau masuk ke kamar mandi saja dulu."
Perdebatan kecil kembali terjadi. Sampai akhirnya Sya mengalah. Jika tidak ada yang mengalah, mereka tidak akan pernah kembali ke rumah.
"Kau jangan menghadap kearahku sebelum aku sampai di kamar mandi," ucap Sya.
"Baiklah."
Arda memposisikan dirinya membelakangi Sya. Dia tidak ingin membuat wanita itu merasa risih dan takut padanya.
"Setelah saat ini. Kau tidak boleh menyentuhku lagi," lirih Sya.
Arda menoleh dan membuat Sya langsung menarik selimut kembali.
"Kenapa kau berbalik?" tanya Sya.
"Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu."
"Apa?"
"Setidaknya kau akan hamil karena kejadian ini. Jadi, kita tidak perlu melakukannya saat sadar."
Buk. Sya melempar bantal kearah Arda. Arda hanya tersenyum kecil.
"Kau memang pria aneh dan menyebalkan."
Sya mengambil sehelai kain dan menutupi tubuhnya dengan itu. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan mulai mengguyurkan air ke tubuhnya.
Bagi Sya memang bukan masalah Arda menyentuhnya. Bagaimanapun Arda sudah menjadi suaminya, hal itu wajar. Yang jadi masalah adalah siapa yang melakukan hal aneh itu. Sya juga merasa dirinya berbeda dari sebelumnya setelah disentuh oleh Arda.
Di sisi lain, Arda merasa bersalah karena sudah menyentuh Sya tanpa izin. Arda mengira Sya akan marah dan tidak ingin dekat dengannya lagi.
"Aku harus apa setelah ini. Jika dia benar hamil, mana mungkin aku bisa membuatnya terluka."
***
Langkah Sya terlihat cukup tenang sampai Eri datang dan langsung memeluknya dengan erat. Tidak lama, Arda keluar dengan koper di tangannya. Dia terlihat tampan dan elegan.
"Kalian sudah siap?" tanya Eri.
Sya mengangguk, tapi tidak dengan Arda.
"Apa kau tidak ingin pulang?" tanya Eri pada Arda.
Arda menoleh dan memberikan koper itu pada Eri. Tangan Eri meraihnya sebelum koper itu terjatuh.
"Aku akan pulang dengan mobil sendiri. Kalian bisa pergi," ucap Arda tanpa menoleh pada Sya atau Eri.
"Kenapa kau tidak bawa istrimu ini," ucap Eri dengan keras.
Sya mencubit lengan Eri cukup keras. Eri menatap pada Sya yang terlihat tidak senang.
"Apa ada masalah dengan kalian. Bukankah kalian sudah berbulan madu."
"Diam," ucap Sya dan Arda bersamaan.
Melihat tingkah yang baru saja Eri lihat. Eri tahu jika apa yang dilakukannya sudah membuahkan hasil. Kini, cepat atau lambat Sya dan Arda akan semakin dekat.
"Baiklah. Aku akan bawa Sya lebih dulu dan mengatakan pada nyonya Ken jika kau tidak mau kembali bersama."
"Aku punya urusan perusahaan. Jadi kau cukup diam dan bawa Sya kembali."
"Baik."
Eri memasukan koper milik Sya dan Arda. Lalu dia masuk ke mobil diikuti Sya. Sementara Arda masuk ke dalam sebuah mobil berwarna merah.
"Apa kau dan Arda sedang ada masalah?" tanya Eri saat mobil perlahan berjalan.
Sya tidak menjawab. Dia memilih menurunkan kaca mobil dan menghirup udara segar. Dia tidak ingin mengingat hal gila itu.
"Apa kalian tidak melakukan bulan madu?"
Kali ini pertanyaan Eri berhasil membuat Sya menoleh. Namun, masih dengan tatapan tidak menyenangkan.
"Kau bisa diam dan tidak menceritakannya padaku," kata Eri dengan senyuman.
Ya, bagaimana bisa Sya menceritakan malam tidak terduga itu. Lagi pula sampai saat ini Sya belum tahu siapa yang sudah melakukan hal itu.
***
Sampai di depan rumah. Mila menyambut kedatangan Sya dengan pelukan hangat. Begitu juga nyonya Ken. Dia memberikan senyuman pada Sya.
Ada rasa curiga yang muncul di hati Sya pada nyonya Ken. Hanya saja, dia tidak mampu mengungkapkannya. Sya diam dan memeluk mertuanya itu.
"Bagaimana bulan madumu?" tanya nyonya Ken.
Sya tertunduk karena pertanyaan itu. Mila yang sadar akan sesuatu langsung mendekat pada Sya.
"Dimana Arda. Kenapa kalian tidak kembali bersama?"
"Dia ada urusan perusahaan," jawab Eri.
Nyonya Ken kembali akan bertanya, namun langsung disela oleh Mila.
"Ma, biarkan Sya istirahat. Ini perjalanan jauh dan melelahkan."
Nyonya Ken mengangguk dan kembali masuk ke dalam diikuti oleh yang lain. Sya masih diam sampai di dalam kamar. Mila terus berada di sampingnya.
"Aku tahu kau dan Arda pasti tidak melakukannya. Mama pasti kecewa jika tahu," ucap Mila.
Sya mendongakkan wajahnya. Ada rasa khawatir di wajah Mila saat ini.
"Memangnya ada apa, Kak?"
"Aku tahu, Arda tidak mau menyentuhmu. Dia tidak suka wanita."
Kali ini Sya tersenyum dan mendekat pada Mila. Dia memegang tangan Mila dengan lembut.
"Apa kakak tahu. Kita sudah melakukannya, walau tanpa kami sadari."
Wajah Mila terlihat bahagia kali ini. Dia langsung memeluk Sya dengan erat. Kali ini, Mila benar-benar percaya jika Arda mencintai Sya dengan hatinya.
"Tunggu. Kau mengatakan kalian melakukannya tanpa sadar?" tanya Mila kemudian.
Sya menganggukkan kepalanya.
"Coba kau ceritakan padaku."
Awalnya, Sya mencoba menutupi masalah itu. Hanya saja, dia juga penasaran dengan siapa yang melakukannya. Sya menceritakan pada Mila dengan harapan Mila akan tahu.
"Sya, mungkin semua itu terjadi untuk kebaikan kalian. Sebaiknya, kau tidak mengatakannya pada orang selain aku."
Sya mengangguk.
"Sekarang kau istirahat dulu. Aku akan menemani Sima mengerjakan PR nya."
"Ya, Kak."
Kini Sya kembali sendiri. Dia tidak tahu harus apa, berbaring saja tidak akan membuatnya lupa. Tangan Sya meraih sebuah buku yang berada di dekatnya.
Perlahan dia membacanya. Dengan cara itu, Sya ingin melupakan hal itu. Hanya saja, semakin dia ingin melupakan Sya semakin ingat dengan kejadian itu.
"Apa yang harus aku lakukan?" lirih Sya.
Dia akan mengambil air minum di sampingnya. Di sana kosong, mau tidak mau Sya harus mengambil air minum ke dapur.
Brak. Sya kaget saat membuka pintu sudah ada orang di depan kamarnya. Jovi berdiri dengan senyuman disana.
Sya menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada orang lain, hal itu bisa menimbulkan fitnah dan masalah nantinya. Sya mencoba menutup pintu itu kembali, namun Jovi menahannya.
"Jangan takut. Aku hanya ingin bertanya tentang sesuatu."
Sya masih bersikeras menutup pintu itu kembali.
"Apa Arda menyentuhmu?" tanya Jovi.
Kali ini Sya dibuat mematung karena pertanyaan yang Jovi lontarkan.
"Pasti dia tidak menyentuhmu bukan. Dia bukan pria normal, dia hanya mencintai ibunya."
"Dia menyentuhku atau tidak menyentuhku. Itu bukan urusanmu."
"Kenapa kau marah. Kau kecewa? bagaimana jika aku saja yang menyentuhmu. Kau tahu aku sangat mencintaimu."
Plak. Dengan keras Sya menampar wajah Jovi. Awalnya, Sya kira Jovi sudah menyerah akan hubungan gila itu. Sifat Jovi memang sangat mengerikan.
"Jangan ganggu aku dan hidupku," ucap Sya dan langsung menutup pintu.
Dia terduduk saat mengingat apa yang dikatakan oleh Jovi. Bagaimana seorang kakak ipar mampu mengatakan hal yang menjijikan seperti itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Chandra Ponsel
alah kakak ipar,dlu kau sma dia nya
2021-02-25
1