Malam sudah semakin larut. Sya masih saja berada di luar rumah. Dia sedang jalan-jalan dengan Jovi. Suasana malam yang indah membuat Sya melupakan semuanya.
Dering ponsel beberapa kali membuat Sya merasa kesal dan memutuskan untuk mematikannya. Eri lah yang menelfonya, dia sudah mencoba memberi tahu Sya jika tindakannya ini salah.
"Siapa?" tanya Jovi yang melihat Sya memasukan kembali ponselnya, "kau bisa mengangkatnya jika itu penting."
Sya mengulas senyum, "Tidak penting kok."
Sya sudah bertekad akan menyerahkan cintanya pada Jovi. Apapun yang akan terjadi, entah Jovi masih memiliki istri atau duda yang memiliki anak.
Alasanya karena Sya sudah jatuh cinta, ini juga tuntunan orang tuanya. Sya tidak ingin dijodohkan, hal itu sangat menakutkan baginya.
"Sya, Sya," panggil Jovi.
"Ya, ada apa?" tanya Sya.
"Kita pulang sekarang. Kasihan Sima, dia pasti sedang menungguku saat ini."
Sya hanya mengangguk. Mereka berjalan di bawah sinar bulan. Baru kali ini, Sya melihat sosok yang membuatnya langsung tertambat.
Tanpa diduga, Sya dan Jovi bertemu dengan Arda. Yang Sya tahu, Jovi adalah teman Arda. Jika seperti itu, Jovi juga bukanlah orang sembarangan.
"Kau disini?" tanya Jovi dengan tawa.
Terlihat jika Arda sedang cemas, "Aku mencarimu. Sima masuk rumah sakit dan kau sibuk dengan gadis miskin ini."
Mata Jovi membulat mendengar apa yang dituturkan oleh Arda. Sementara Sya hanya bisa menatap kaget pada Arda.
"Kau, kau sudah menjauhkan seorang pria dari keluarganya. Apa kau semurahan ini?" teriak Arda.
Beberapa orang lewat bahkan sampai menatap kearah mereka.
"Aku tidak tahu," ucap Sya.
"Tidak usah berlaga lugu. Kau mendekati Jovi karena hartanya bukan."
Jovi merasa tidak senang jika Sya di rendahkan. Walaupun begitu, saat ini Sima lebih membutuhkannya dari pada Sya.
"Da, tolong antar Sya ke rumahnya. Aku akan langsung ke rumah sakit."
Jovi berlalu, sementara Sya masih diam di hadapan Arda. Kali ini, Arda benar-benar merasa kesal dengan apa yang sudah dilakukan Jovi. Dia tega meninggalkan Sima demi seorang wanita.
"Kau perlu uang berapa. Aku akan berikan semuanya, tapi tinggalkanlah Jovi."
Sya tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia kira, hanya cinta yang tidak direstui saja seperti ini. Kenyataanya, ada juga teman yang ingin melakukan hal ini demi temannya.
"Ini," Arda memberikan sebuah cek, "kau bisa menuliskan sendiri nominalnya. Setelah itu kau bisa pergi dari Jovi."
Dengan tangannya sendiri. Sya merobek cek itu dihadapan Arda. Dia menatap Arda dengan tatapan tajam.
"Aku tidak semurahan itu. Apa kau kira wanita hanya memerlukan uang? apa kau kira setiap wanita miskin hanya mencintai karena uang?"
Arda hanya diam.
"Jika memang Sima masuk ke rumah sakit. Apa itu salahku? Jovi yang membawaku pergi. Bukan aku yang meminta."
Tidak ada jawaban apapun dari Arda. Merasa dirinya semakin terhina karena diamnya Arda. Sya melemparkan tas belanjaannya tadi sembari berkata, "Kembalikan semua ini pada Jovi."
Setelah itu, Sya menghentikan sebuah taxsi di hadapannya. Dengan derai air mata Sya pergi dari sana. Baru kali ini dia jatuh cinta, dan cobaan itu membuatnya terluka. Entah siapa yang salah dalam hal ini.
***
Eri masih menunggu pulangnya Sya dan Jovi. Dia sangat khawatir pada temannya itu. Cinta memang buta, tapi bagi Eri. Mencintai pria yang sudah menjadi milik orang lain adalah salah. Tidak seharusnya Sya melakukan hal itu, apa lagi dihubungan itu sudah ada buah cinta.
Tuk tuk tuk. Eri menoleh ke lorong rumah itu, Sya berjalan dengan gontai. Make upnya sudah acak-acakan karena air mata. Eri mendekat dan langsung membantu Sya berjalan.
"Eri, apa aku benar-benar salah?" tanya Sya sembari menatap kosong.
Eri hanya menganggukan kepalanya.
"Apa karena aku miskin. Aku tidak boleh mencintai pria kaya?"
Kali ini Eri hanya diam.
"Kenapa ada pria yang selalu merendahkan wanita. Apa aku kurang cantik, apa karena aku terlalu miskin."
Merasa ada yang salah pada Sya. Eri mendudukannya di sofa. Lalu bertanya, "Siapa yang sudah melakukan hal ini padamu?" tanya Eri, "apa Jovi?"
Sya menggeleng. Masih dengan tatapan kosong, Sya menceritakan semuanya. Sesekali dia beristirahat untuk mengambil nafas, lalu kembali melanjutkan ceritanya itu.
"Bukankah Arda sudah salah?"
Eri duduk di samping temannya itu, "Arda benar. Tidak seharusnya kamu melakukan hal ini. Kau bisa mencari pria lain yang masih lajang. Bukan suami orang."
"Kau ternyata sama saja dengan Arda."
"Sya. Bukan begitu,..."
"Baru kali ini aku merasa bahagia bersama seorang pria. Hanya saja tidak ada yang setuju denganku."
"Sya."
"Aku lelah. Ingin istirahat."
Sya berjalan masuk ke dalam kamarnya. Semenjak bertemu dengan Jovi. Keadaan Sya benar-benar berbeda. Sya lebih senang membaca pesan dari pada membaca buku lagi.
Bahkan, Sya lebih sering bermain dengan ponsel dari pada bersama Eri. Hal itu juga membuat Eri merasa ada yang salah. Bahkan, Eri sempat berfikir jika Sya terkena guna-guna oleh Jovi.
***
Sya sudah pergi ke restoran sejak pagi tadi. Hanya ada Eri di rumah, hari ini Eri memang meliburkan diri karena akan kembali ke rumah orang tuanya.
Saat Eri sudah siap pergi. Dia terhenti karena melihat seorang pria berpakaian rapi berdiri di depan rumah Eri dan Sya. Tanpa dipikir lagi, Eri mendekat ke arah pria itu.
"Apa kau yang bernama Jovi?" tanya Eri langsung.
Pria itu menoleh, benar saja jika dia adalah Jovi. Di tangannya ada berbagai macam tas belanja.
"Kenapa kau datang kesini? apa kau mau menemui Sya?"
"Benar. Aku ingin minta maaf padanya."
"Tidak perlu. Lebih baik kau tidak kesini dan tidak menemuinya lagi. Kau lelaki beristri. Tidak seharusnya kau melakukan ini pada wanita yang belum tahu apa itu cinta."
Jovi akan menjawab, tapi tidak digubris oleh Eri.
"Dia memang wanita yang sudah waktunya menikah. Hanya saja, dia belum pernah berpacaran sebelumnya. Aku mohon, jangan buat dia berharap terlalu jauh."
Akhirnya Jovi hanya bisa mengangguk. Dia menyodorkan tas belanja itu pada Eri dan mengatakan, "Berikan ini padanya."
Eri tidak menerimanya, "Sudah aku bilang. Jangan berikan harapan padanya."
Jovi mengangguk mengerti. Dia masuk ke dalam mobil dengan semua tas itu. Jika Sya tahu tentang hal ini. Dia pasti akan marah dan kesal pada Eri. Walaupun begitu, Eri tidak ingin teman yang dia anggap adik terluka.
***
Sya hanya bisa diam saat melihat apa yang dilakukan Eri. Mungkin, apa yang dilakukan Eri benar. Tidak seharusnya Sya mencintai pria beristri. Kini, Sya kembali menutup hatinya dengan luka di hati.
Dering ponsel Sya membuat Eri menoleh. Eri tidak tahu jika sejak tadi Sya masih di rumah dan mengamati apa yang dia lakukan.
"Kau... apa kau mendengar semuanya?" tanya Eri yang terlihat cemas.
Sya tersenyum, "Tidak apa. Aku berangkat kerja dulu. Lagi pula, ibu telfon."
Sya menjauh dari Eri. Dia mengangkat telfon itu.
"Ya, Bu."
"Apa kau baik-baik saja?" tanya ibunya.
"Ya, Bu."
Sya hanya bisa menutupi keluh kesahnya. Karena tidak ingin berharap terlalu jauh pada Jovi. Sya memutuskan untuk mengatakan apa yang dia pikirkan pada ibunya.
"Bu, apa kau masih ingin menjodohkanku?" tanya Sya.
Ibunya merasa kaget dengan apa yang Sya katakan.
"Apa ada masalah?" tanya ibunya.
"Tidak Ibu. Aku hanya merasa sudah terlalu lama sendiri. Temanku sudah banyak yang menikah, bahkan punya anak."
"Lalu?"
"Jika Ibu ingin aku cepat memiliki pasangan. Aku akan menerima perjodohan yang Ibu buat."
Rasa gembira di hati Ibunya tidak bisa digambarkan lagi. Hal ini yang sudah lama ditunggu oleh Ibu Sya.
"Sudah dulu ya, Bu. Aku harus bekerja."
"Baik. Jaga diri, nanti ibu kabari lagi."
"Baik, Bu."
Sya memutuskan telfonya. Dia meletakan ponselnya kembali ke dalam saku. Lalu, dia menghela nafas panjang. Apa yang dia pilih saat ini mungkin sebuah jalan terbaik dalam hidupnya.
***
Mohon kritik dan sarannya ya. 😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
anggita
Sya~Jovi😘
2021-02-13
1