Dokter keluar dari ruangan Sya. Hal itu membuat Mila lega dan langsung masuk ke ruangan itu. Sya duduk dengan Eri di sampingnya.
Ada pertanyaan di wajah Mila, tapi dia tidak mengatakannya. Mila memilih duduk berhadapan dengan Eri.
"Kau..."
"Dia temanku, Kak. Eri namanya," kata Sya.
Eri mengangguk.
"Eri, dia adalah istri dari Jovi." Terlihat jika ada rasa menyesal saat mengatakannya.
Eri memilih untuk mengganti topik pembahasan. Dia tidak ingin Sya kembali teringat dengan Jovi dan ucapan manisnya.
"Bagaimana kata dokter?" tanya Mila.
"Dia sudah bisa pulang, Kak." Kali ini Eri yang menjawab.
Mila terlihat sangat senang mendengar hal itu.
"Baiklah. Aku akan mengurus semuanya, Eri aku minta kau jaga Sya lebih dulu."
"Baik, Kak."
Mila kembali keluar dari ruangan itu. Sementara Eri mengemas beberapa barang milik Sya disana. Banyak pertanyaan yang muncul dihati Eri. Apa lagi, selama di rumah sakit tidak ada Arda yang menjenguknya.
Sementara Sya memilih diam. Matanya terlihat kosong, walau dia memikirkan banyak hal.
Setelah semuanya selesai. Sya dibantu Eri berjalan keluar dari rumah sakit. Sopir keluarga Ken sudah menunggu. Tidak ada Mila disana, ya, dia pergi lebih dulu untuk menjemput Sima.
"Apa kau bisa pulang sendiri?" tanya Eri.
Sya mengangguk, "Terima kasih sudah menemaniku disini."
Mendengar kalimat itu. Eri merasa ada yang tidak benar di pernikahan Sya. Walau Sya terus mengatakan jika keluarga Ken sangat baik padanya. Atau hanya ada Mila yang terlihat baik menurut Eri.
Eri mengurungkan niatnya untuk pergi pulang. Dia memilih masuk ke dalam mobil Sya. Dia akan melihat sendiri bagaimana Sya menjalani kehidupannya.
"Apa aku tidak merepotkanmu?" tanya Sya.
Eri tertawa kecil, "Mana mungkin. Kau adalah temanku. Tidak mungkin aku meninggalkanmu sendiri."
Sya tersenyum dengan wajah yang masih terihat pucat.
"Sudah siap, Non?" tanya Sopir itu.
"Ya, Pak."
***
Rumah megah dengan cat yang berdominasi warna putih kini menyambut kedatangan Sya dan Eri. Dua orang pelayan langsung mendekat ke mobil dan membantu Sya. Juga membawakan barang yang dibawa Eri.
"Nona sudah pulang, Nyonya," kata seorang pelayan.
Nyonya Ken membenarkan kaca matanya dan melihat Eri yang sedang membantu Sya berjalan. Lalu, Nyonya Ken tersenyum.
"Siapa kau?" tanya Nyonya Ken.
Sya mendongakkan wajahnya, "Dia temanku, Ma. Eri."
Nyonya Ken menatap Eri dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Kau bekerja dimana? berapa gajimu?"
Sya menoleh kearah Eri. Dia terlihat bingung dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Nyonya Ken.
"Ma, biarkan Eri istirahat dulu," kata Sya.
Nyonya Ken menatap tidak senang pada menantunya itu.
"Ini adalah rumahku. Kau disini sangat merepotkanku dan semua orang. Jadi, aku sangat berharap temanmu ini mau menjagamu disini."
"Maksud Mama apa?" tanya Sya.
Nyonya Ken memanggil seorang pelayan. Dia menyuruh pelayan itu membawa Sya masuk ke dalam kamarnya. Sementara Eri harus duduk bersama dengan Nyonya Ken pada saat itu.
Setelah Sya pergi, dua cangkir teh terhidang di meja. Nyonya Ken mempersilahkan Eri untuk meminumnya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Kau bekerja dimana dan mendapatkan gaji berapa."
Eri terlihat sangat canggung, "Saya bekerja direstoran. Gajinya cukup kecil," kata Eri.
Nyonya Ken tertawa, "Berarti kamu satu kelas dengan Sya. Wanita miskin," kata Nyonya Ken.
Kali ini Eri hanya bisa diam. Dia baru tahu jika keluarga Ken yang selama ini dipandang terhormat ternyata memiliki kepribadian berbeda.
"Bagaimana bisa kau bersama dengan keluarga seperti ini, Sya," lirih Eri yang nyaris tidak terdengar.
"Bagaimana jika kau bekerja disini. Aku membutuhkan seorang asisten untuk menantu lemahku itu."
"Maksud, Nyonya?"
"Jangan berlagak bodoh. Aku tahu kau tidak sebodoh itu."
Eri hanya bisa diam.
"Menantuku itu, Sya. Dia sangat lemah, bahkan tidak bisa memilih pakaian yang cocok untuknya. Aku ingin, kau mengurus semua tentangnya," kata Nyonya Ken.
Eri merasa keberatan. Hanya saja, dia tidak ingin Sya terus dihina dan ditindas. Padahal, Sya selalu memuji keluarga itu di depannya.
"Bagaimana dengan suami Sya? apa dia setuju?" tanya Eri.
Nyonya Ken melempar sebuah berkas, "Tanda tangan saja jika kau setuju. Kau bisa meminta gaji berapapun. Hanya ada satu yang tidak perlu kau kerjakan dalam hal ini. Jangan urusi hubungan Sya dan Arda."
Belum sempat Eri membubuhkan tanda tangan. Arda masuk dengan Aila di sampingnya. Terlihat jika Arda merangkul mesra Aila dengan tawa kecil yang mereka buat.
Eri merasa kesal sekaligus kasihan dengan Sya. Bagaimana bisa Sya tidak mengatakan hal itu padanya. Jika dia tidak datang kesini, dia tidak akan pernah tahu semua itu.
"Bagaimana?" tanya Nyonya Ken.
Tanpa pikir panjang. Eri membubuhkan tanda tangannya. Dia juga meminta sebuah kamar yang dekat dengan kamar Sya. Alasanya, agar Sya tidak mempermalukan keluarga itu di depan umum.
Tidak ada yang tahu, Eri adalah lulusan sarjana fashion. Dia bekerja direstoran karena hal yang tidak bisa dijelaskan. Bahkan, Sya juga tidak tahu akan hal itu.
"Selamat bekerja sama," ucap Nyonya Ken. Mereka berdua saling berjabat tangan.
"Semua ini juga demi keluarga Ken," ucap Eri.
***
"Apa kau merasa aku tidak pantas dipercaya. Kenapa kau tidak mengatakan padaku tentang semua ini?" kali ini Eri merasa benar-benar kesal.
Sya berdiri dan menarik temannya itu untuk duduk. Sya memang sudah salah karena tidak mengatakan yang sebenarnya. Alasannya karena tidak ingin Eri khawatir padanya.
"Apa Ibumu juga tidak tahu?" tanya Eri kemudian.
Ya, Sya menggelengkan kepalanya. Jika ibu Zein sampai tahu. Sudah jelas jika dia tidak akan setuju dengan pernikahan itu.
Eri merasa kasihan dengan temannya itu. Jika dia tahu sejak awal jika Arda adalah pria buruk. Tidak mungkin dia setuju akan pernikahan yang dijalani oleh Sya. Kini, nasi sudah menjadi bubur.
"Baiklah. Aku tidak akan menyalahkan kamu lagi. Aku akan membantumu sebisaku."
Sya mendongakkan wajahnya, "Maksudmu?"
Eri menunjukan sebuah kertas. Kertas kontrak yang baru saja dia tanda tangani. Sya tidak percaya dengan apa yang dilakukan mertuanya.
"Tenang saja. Aku akan membuat kamu diterima disini."
"Eri, aku tidak ingin hal itu. Saat ini, aku ingin kembali ke kehidupanku yang dulu."
"Bagaimana lagi. Semuanya sudah terjadi," kata Eri.
Banyak hal yang dilakukan Eri saat itu. Dia mengambil beberapa baju di almari Sya dan mulai meminta Sya berbenah. Eri juga memberikan polesan akhir di wajah Sya dengan lembut.
Tatanan rambut Sya kini sudah diubah. Bukan rambut panjang lurus lagi. Rambut itu sekarang ikal dan terlihat cukup elegan untuk Sya.
"Arda pasti akan menatapmu jika tahu kau berubah," kata Eri yang tersenyum puas.
"Kau tahu, tidak ada cinta diantara kami."
Eri membenahi alat make up di depan Sya, lalu dia mengatakan "Cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kau hanya perlu berusaha melupakan masa lalu dan mulai menerima kenyataan."
Sya diam. Dia memang harus melupakan masa lalu yang menjebaknya dalam pernikahan tanpa cinta. Hal yang membuat lucu adalah, cinta itu dilandasi oleh Arda yang tidak ingin kakaknya terluka.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments