Matahari sudah menampakan sinarnya, namun Sya masih terlelap dalam selimut tebalnya. Semalaman Sya terus memikirkan dirinya dan cintanya. Sampai tidak sadar jika rasa kantuk mulai datang dan membuainya.
Arda sudah siap akan pergi ke kantor. Hanya saja, dia merasa terganggu dengan tatanan tempat tidur yang tidak rapi. Bagaimana akan rapi jika seseorang masih terlelap disana.
Sret, dengan tangannya sendiri. Arda menarik selimut itu, terlihat tubuh Sya dengan pakaian tidurnya. Dia terlelap dengan sangat nyenyak.
"Eri aku masih ingin tidur," lirih Sya.
Entah bagaimana Arda merasa tidak tega. Padahal niatnya ingin membangunkan Sya dengan kasar. Dia sudah menjadi seorang istri, namun tidak menyadarinya.
Kini, Arda kembali menyelimuti Sya dengan selimut tebal itu. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi semalam. Bahkan, tidak akan ada yang menyangkanya.
***
"Kamu tidak sarapan dulu?" tanya Nyonya Ken yang melihat Arda berjalan tanpa menoleh.
Langkah Arda terhenti, "Aku ada meeting mendadak, Ma."
"Tapi sebaiknya kau makan lebih dulu."
"Tidak. Aku akan pergi dan sarapan di kantor." Arda mengedarkan pandangannya, "Pelayan, bawakan sarapan ke kamarku. Istriku akan bangun terlambat."
Mendengar sebutan istri, tiba-tiba saja Jovi merasa gelisah. Bahkan dia tersedak begitu saja. Dengan cekatan, Mila menyodorkan air minum.
"Kamu tidak apa?" tanya Mila.
"Bukan urusanmu," ucap Jovi dengan ketus.
Arda tersenyum melihat hal itu. Kali ini, dia akan membuat Sya merasa terluka. Hal itu akan membuat Jovi akan memilih Mila demi Sya. Jika Jovi masih mengincar Sya, Sya akan terus terluka dalam genggaman Arda.
"Baiklah, kamu hati-hati di jalan," ucap Nyonya Ken.
"Tentu, Ma."
Cup, sebuah kecupan mendarat di pipi Nyonya Ken. Ya, Arda memang terlihat tidak terlalu suka dengan wanita. Hal itulah yang membuat Mila dan Nyonya Ken khawatir.
Kini kekhawatiran itu sudah lenyap. Ada Sya yang kini mendampingi Arda. Walau sebenarnya, Nyonya Ken masih belajar menyukai wanita itu.
***
Perlahan mata Sya mulai mengerjap. Dia merasa sangat nyaman berada di tempat tidur itu. Sampai dia melihat jika dekorasi ruangan itu sangat berbeda dengan kamar sewanya.
Sya langsung menyingkap selimut itu dan duduk. Dia tidak tahu apa yang semalam terjadi. Perlahan, Sya mulai mengingatnya. Dia kini sadar, dirinya bukanlah Sya yang dulu. Dia bukan lagi Syaheila Zein, tapi kini dia menjadi Syaheila Ken.
"Permisi, Nona. Saya membawakan sarapan untuk Nona."
Sya melihat beberapa pelayan masuk ke dalam kamar. Banyak makanan yang mereka letakan di meja.
"Apa kami sudah bisa pergi?" tanya seorang pelayan saat sudah selesai.
"Ya," jawab Sya.
Semua pelayan keluar. Sya bangun dari tempat tidur dan keluar dari dalam kamar. Balkon kamar itu tetap saja terlihat mewah bagi Sya.
Dia melihat beberapa pelayan sedang membenahi taman. Ada juga yang sedang membersihkan mobil. Sya tidak menyangka akan dapat hidup seperti itu.
"Nona, Nyonya Ken sudah menunggu di ruang kerjanya."
Sya terlonjak mendengar suara dari arah belakang. Ternyata seorang pelayan dengan wajah tertunduk.
"Kenapa kau tidak mengetuk pintu dulu. Aku kaget," ucap Sya.
"Maaf, Nona."
"Sudahlah. Aku ingin mandi lebih dulu. Lalu aku akan menemui Nyonya."
"Akan saya sampaikan."
Beberapa kali Sya menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia tidak tahu pintu mana yang harus dia masuki. Entah dimana kamar mandi itu. Sampai disebuah pintu yang berbeda yang lain. Pintu berwarna biru.
Perlahan Sya membuka pintu itu. Benar saja, disanalah kamar mandi yang dia cari. Banyak hal yang Sya lakukan. Mulai dari membersihkan wajah hingga lainnya. Apa yang Sya butuhkan ada disana.
***
Harum wangi sudah menyelimuti tubuh Sya. Dia keluar dengan handuk yang masih melekat ditubuhnya. Beberapa kali dia mencari bajunya, tapi tetap tidak ada.
Sya pasrah, dia harus menggunakan handuk seharian sampai Arda kembali nanti. Jika memakai handuk itu, tidak mungkin Sya akan bisa menemui Nyonya Ken.
"Bagaimana ini," lirih Sya.
Tok tok tok.
"Nona, apa saya boleh masuk?"
Sya tersenyum dan dengan bahagia dia menjawab, "Masuklah. Aku sudah menantimu."
"Nona?" pelayan itu tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Sya duduk dengan hanya menggunakan handuk di tubuhnya. Dengan senyuman mengembang Sya mendekat pada pelayan itu.
"Apa aku bisa meminjam bajumu. Aku tidak memiliki baju disini," kata Sya.
Pelayan itu terlihat menahan tawa. Lalu dia membuka sebuah pintu kamar berwarna putih. Terlihat di sana adalah ruangan yang indah. Banyak baju, sepatu, tas, bahkan aksesoris lain.
"Kau bisa memilih sesukamu, Nona."
"Apa Arda tidak akan marah?" tanya Sya.
Pelayan itu mengangguk, "Tuan Arda yang menyiapkan ini untukmu."
Kali ini Sya mengangguk. Dia buru-buru masuk ke dalam ruang ganti itu dan menutup pintunya.
"Nyonya sudah menunggumu," kata si pelayan.
"Sebentar lagi aku keluar," teriak Sya.
Sya masih merasa jika semua ini hanyalah mimpi. Ini adalah surga bagi semua wanita. Bagaimana tidak, banyak barang bermerk disana. Bahkan tidak ada yang murahan sama sekali.
Pilihan Sya jatuh pada dress dengan motif bunga tulip di bawahnya. Sya tahu, dia tidak akan cocok menggunakan barang mewah. Jadi, dia hanya memilih baju yang paling sederhana.
***
Tok tok tok.
Dengan perasaan yang tidak tenang Sya mengetuk pintu ruang kerja Nyonya Ken. Dia sudah membuat Nyonya Ken menunggu terlalu lama. Hal itu tidak seharusnya terjadi.
Tok tok tok.
Kembali Sya mengetuk pintu itu. Brak, seseorang membuka pintu itu. Bukan Nyonya Ken, tapi Mila. Dia keluar dengan wajah yang terlihat tidak tenang. Bahkan seperti baru saja menangis.
"Kak Mila," panggil Sya.
Mila menoleh dan mengulas senyum tipis, "Mama sudah menunggumu."
Sya hanya mengangguk. Dia masuk ke dalam ruangan itu. Hanya ada Nyonya Ken yang sibuk dengan layar komputernya.
"Saya sudah disini, Nyonya."
Nyonya Ken menoleh, "Apa kau tidak bisa memanggilku Mama?"
"Maaf, Ma."
"Duduk," kata Nyonya Ken.
Sya duduk di sofa yang berada di ruangan itu. Banyak tisu yang berserakan disana, sudah jelas jika Mila memang menangis tadi.
"Apa kau benar-benar hamil?"
Pertanyaan dari Nyonya Ken membuat Sya reflek menggeleng dengan cepat.
"Apa kalian saling mencintai?" tanya Nyonya Ken kemudian.
Sya tersenyum tipis, entah apa yang membuatnya tersenyum.
"Sya, aku berharap besar pada hubunganmu dan Arda. Kau tahu, aku bahkan belum menimang cucu."
Sya mengernyitkan dahi, "Sima?" tanya Sya.
Nyonya Ken menggeleng, "Dia bukan cucu kandungku. Dia anak yang diambil dari panti asuhan karena Mila tidak bisa punya anak."
Kali ini Sya hanya bisa diam. Dia kira, Sima adalah anak dari Jovi dan Mila. Ternyata bukan, padahal wajah Sima dan Mila cukup mirip menurut Sya.
"Aku ingin cucu darimu dan Arda."
"Tapi..."
"Tidak ada tapi. Aku akan membuatmu seperti ratu jika kau bisa memberikan cucu untukku."
Beberapa saat mereka hanya saling diam. Sya tidak bisa mengatakan apa keinginannya. Dia hanya bisa menuruti apa yang dikatakan Nyonya Ken. Tapi bagaimana.
"Kamu bisa keluar sekarang," kata Nyonya Ken.
"Baik, Ma."
Sya keluar dari ruangan itu masih dengan pikiran jauh melayang. Dia memikirkan hubungannya dengan Jovi. Disisi lain, dia harus memberikan cucu untuk keluarga Ken.
Nasib memang tidak bisa ditebak. Kehidupan Sya memang jauh lebih baik sekarang. Hanya saja, tidak dengan rasa bahagia dalam dirinya.
Hap, tiba-tiba saja ada yang membekap tubuh Sya. Perlahan Sya diseret masuk ke sebuah ruangan. Siapakah dia?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments