Mentari sudah terbit sejak tadi, namun Sya masih diam di dalam selimut hangatnya. Dia malas bangun karena tidak ada pekerjaan. Ya, dia kebagian berangkat sore nanti di restoran.
Suara perut Sya membuat mata Sya mengerjap. Dengan malas, Sya menyibak selimutnya. "Kenapa juga aku harus merasakan lapar," lirih Sya.
Langkah kaki malas itu sampai juga di dapur. Dia membuka kulkas, tidak ada apapun disana. Di almari pun bahkan tidak ada mi instan atau makanan apapun.
"Ada apa?" tanya Eri yang melihat wajah kucel Sya.
Sya menoleh, dengan tatapan yang dibuat-buat Sya mendekat dan memeluk tangan Eri. Eri tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Jangan harap aku masak untuk kamu."
"Kau tidak kasihan padaku?" tanya Sya.
Eri menunjukan sebuah bungkusan makanan pada Sya, "Aku sudah dapat kiriman dari pacarku. Makanya kau cari pacar, setidaknya ada yang memikirkan kamu."
"Ini masih pagi dan aku mendapat nasehat? mengesalkan sekali."
Eri menarik tangan Sya untuk duduk di sofa depan tv. Dengan penuh perhatian, Eri membuka kotak makanan itu. Ada dua bungkus makanan. Setidaknya, Eri tidaklah pelit pada Sya.
"Hari ini kau akan kemana?" tanya Eri saat sedang makan.
Sya menggeleng, "Entahlah. Mungkin aku akan mencari udara segar di taman."
"Sendiri?"
"Tentu. Apa kau mau ikut?" ajak Sya.
Eri menggeleng. Sudah beberapa kali Eri mencoba mengenalkan pria pada Sya. Sampai saat ini, Sya masih belum menemukan pria yang cocok dengannya. Hal itulah yang kadang membuat Eri merasa kasihan pada Sya.
Eri berharap jika Sya akan menemukan pria yang cocok dan bisa membuat Sya bahagia. Setidaknya bisa membuat Sya jatuh hati padanya.
***
Sya masih dialam khayalnya. Setiap hari, kemanapun dan dimanapun hanya ada buku yang menjadi cintanya. Cerita romantis yang menjadi hal paling menyenangkan untuk Sya.
Mungkin karena alasan itulah Sya sulit mencari kekasih. Dia sangat menginginkan pria di dalam setiap buku yang dia baca. Pria yang romantis dan dingin, tapi juga penuh dengan perhatian.
Bruk. Sya kaget karena seorang anak kecil perempuan menabraknya. Bahkan es yang dibawa anak itu sampai mengenai celana Sya.
"Apa kau tidak lihat aku disini?" tanya Sya dengan keras.
Anak itu terlihat takut. Dengan cepat, anak itu mengambil sapu tangan di sakunya dan akan mengelap bekas es krim itu.
"Tidak perlu," kata Sya sembari memegang tangan anak itu, "belilah es krim lagi."
Sya memberikan uang untuk anak itu membeli es krim. Kali ini raut wajah takut perlahan menghilang dari wajah anak itu. Hanya ada senyuman manis kali ini.
"Terima kasih," ucapnya lembut.
Sya hanya tersenyum dan kembali membaca bukunya. Setelah menyelesaikan buku itu, Sya bangkit dari duduknya. Lalu, anak itu kembali dengan seorang pria tinggi di sampingnya.
"Dia tante yang baik hati itu," ucap si anak.
Sya hanya bisa tersenyum dengan kebingungannya. Pria itu mendekat dan mengulurkan tangannya.
"Jovi."
Sya membalas uluran tangan itu, "Syaheila."
"Apa aku bisa memanggilmu Sya?"
Sya mengangguk, "Tentu, semua orang memanggilku seperti itu."
Pria bernama Jovi itu mengulas senyum. Saat sang anak perempuan mendekat dan langsung memegang tangannya.
"Pa, sudah waktunya kita kembali."
Jovi duduk di depan anak perempuan itu.
"Sebentar dulu Sima."
"Apa aku sudah bisa pergi?" tanya Sya.
Jovi menoleh dan memberikan ponselnya pada Sya. Sya tidak tahu apa yang dimaksud oleh Jovi.
"Tulislah nomor ponselmu. Nanti akan aku hubungi lagi."
Sya mengangguk dan memuruti apa yang dikatakan Jovi. Setelah itu mereka berpisah di pintu masuk ke taman. Sya kearah rumah sementara Jovi dan anaknya masuk ke dalam mobil.
Untuk beberapa saat Sya merasa senang. Dia seperti baru saja menemui apa yang dia inginkan.
***
Sejak pulang dari taman. Sya terus menerus tersenyum. Bahkan Eri sampai menepuk kepalanya sendiri karena ulah Sya.
"Apa yang sudah terjadi padamu kali ini? kau sudah seperti orang gila saja."
"Apa kau tahu. Hari ini aku bertemu pangeranku, dia memang sudah punya anak, tapi dia sangat tampan."
Eri mendekat pada Sya dan mencubit lengan Sya dengan keras. Sontak Sya menjerit dan mengusap bekas cubitan itu.
"Dia punya anak? jika dia punya anak dia juga punya istri. Apa kau bodoh?"
Sya bahkan tidak berfikir jika pria itu memiliki istri. Rasa kesal kini hadir di hati Sya. Bagaimana dia tidak memikirkan hal sebesar itu.
"Kau benar, Eri. Kenapa aku tidak memikirkannya." Sya menoleh pada Eri, "tapi aku bisa jadi yang kedua."
"Kau sudah mulai gila. Ayo, siap-siap saja kerja."
Sya masuk ke dalam kamarnya. Dia mengambil ponselnya. Tidak ada pesan dari Jovi, juga tidak ada telfon darinya. Mungkin Sya sudah terlalu berharap kali ini. Kini, dia harus menelan rasa kecewa.
Setelah selesai berganti pakaian. Sya duduk di samping Eri yang sedang menunggu jemputan dari kekasihnya. Seperti biasa, Sya berangkat dengan bus sementara Eri dengan kekasihnya.
"Jangan terus cemberut Sya. Kamu masih bisa hidup tanpa pria itu. Lagi pula kau baru menemuinya sekali. Mungkin kau hanya kagum untuk sesaat."
"Tapi..."
"Sya. Kamu bukan anak kecil lagi. Pikirkanlah dengan baik. Sudahlah, aku berangkat dulu."
Eri berlalu begitu saja meninggalkan Sya sendiri. Sya masih memikirkan hal gila tentang Jovi. Bagaimana bisa dia jatuh cinta begitu saja.
Pikiran Sya masih saja terpaku pada Jovi. Di jalan, di bus bahkan saat Sya sudah berada di restoran. Pikiran Sya itu membuatnya dalam masalah kali ini. Kembali dia menabrak orang yang kemarin di tabraknya.
"Maaf," ucap Sya.
Arda menatap dengan tatapan tajam pada Sya, "Sebenarnya kau punya mata atau tidak?"
"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja."
"Kali ini aku tidak akan membiarkan dirimu," ucap Arda dengan penuh penekanan.
Sya hanya bisa menunduk. Kali ini, dia tidak akan selamat. Baru kemarin dia diperingati, kini masalah itu sudah datang lagi. Orang yang sama dan kesalahan yang sama. Semua ini karena cinta anehnya yang tiba-tiba datang.
"Arda. Kita akan terlambat nanti."
Mendengar suara itu Sya langsung mendongakkan kepalanya. Ternyata benar, dia adalah Jovi. Pria yang ditemuinya di taman.
"Jovi," panggil Sya.
Jovi menoleh dan langsung tersenyum melihat Sya.
"Kau kenal pelayan ini? sejak kapan seleramu berubah menjadi seorang pelayan."
Mendengar semua itu Sya merasa sangat direndahkan. Hanya karena pekerjaannya menjadi seorang pelayan.
"Maafkan temanku ini Sya. Kau bisa kerja lagi, aku akan membawanya pergi," kata Jovi sembari menarik tangan Arda dengan keras.
Sya hanya mengangguk. Dia merasa sudah terselamatkan dengan adanya Jovi. Kali ini, Sya merasa mantap dengan cintanya. Walau dia harus menjadi yang ke dua. Sya akan menerimanya.
"Syaheila," teriak manager saat melihat Sya sedang berdiri dengan senyuman anehnya.
Sya menoleh. Masalah apa lagi ini, pikir Sya.
"Kamu kesini untuk apa? apa untuk menatap para pelanggan?"
"Tidak, Pak."
"Kalau begitu kembalilah bekerja. Jangan hanya memandang para pelanggan."
"Baik, Pak."
Sya masuk ke dapur. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Pesan itu dari Jovi, dia mengatakan akan menemui Sya saat pulang nanti. Pesan itu membuat Sya kembali bersemangat untuk bekerja. Rasa kesal karena manager langsung hilang begitu saja.
***
Mohon kritik dan sarannya. 😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
anggita
Sya~ cari pacar.,?👉Eri
2021-02-13
1