XVIII

Dalam perjalanan, Sya memilih duduk terpisah dengan Arda. Dia memilih mendengarkan musik dan membaca buku. Entah kenapa, Sya merasa dirinya lebih baik seperti ini.

Ada rasa sakit yang masih ada di dalam hati Sya. Berulang kali Sya mengatakan pada dirinya sendiri jika cinta belum tumbuh. Namun, rasa sakit di hatinya menjadi sebuah alasan tumbuhnya benih cinta.

"Permisi, apa aku bisa duduk disebelahmu?"

Sya menoleh, seorang pria dengan tas slempangnya berdiri tepat di samping Sya. Sya hanya menganggukan kepalanya dan menggeser tempat duduknya.

Setelah itu, tidak ada percakapan lagi. Pria itu bermain dengan ponselnya. Sementara Sya kembali ke dunia novelnya.

Arda menoleh kearah istrinya itu. Yang kini duduk di dekat jendela dan di sampingnya ada seorang pria. Kesal, entah bagaimana tapi Arda merasa tidak suka.

Dia sangat ingin mengusir pria itu dari bus yang mereka tumpangi. Hanya saja, dia tidak bisa melakukan itu. Atau Sya akan merasa bangga karena perhatian yang diberikan oleh Arda.

Kini Arda hanya bisa menahan rasa kesal itu dan kembali mencoba fokus ke jalanan yang mereka lalui.

***

Arda dan Sya mengira jika yang akan mereka datangi adalah penginapan berbintang. Namun kenyataanya, penginapan itu adalah penginapan biasa yang berada di pinggir hutan.

Entah alasan apa yang membuat nyonya Ken mengirim mereka ke tempat itu. Sya beberapa kali menepuk nyamuk yang mencoba mendekat. Sementara Arda bertanya pada seseorang disana.

"Bagaimana?" tanya Sya saat Arda kembali mendekat padanya.

"Kita salah tempat."

"Apa?" Sya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Arda, "apa kau sedang melucu saat ini?"

"Semua ini salahmu," teriak Arda.

Sya tidak paham apa maksud perkataan Arda. Bagaimana ini bisa menjadi kesalahan Sya. Padahal Arda sendiri yang menghentikan bus itu.

"Salahku?" tunjuk Sya pada dirinya sendiri.

"Ya, karena kau duduk dengan pria itu. Bahkan kau terlelap di bahunya."

Sebenarnya bus itu dihentikan paksa oleh Arda. Dia merasa tidak senang karena Sya mengantuk dan tanpa sadar tidur di bahu pria disampingnya itu.

Kini mereka hanya saling diam. Hari sudah mulai larut. Bahkan sinyal ponsel disana tidak ada. Mau tidak mau akhirnya mereka menginap di penginapan itu.

"Apa ada dua kamar?" tanya Sya pada penjaga penginapan itu.

Penjaga itu menggeleng, "Kami hanya memiliki satu kamar kosong."

Sya berdecak kesal. Sementara Arda langsung menerima kamar itu begitu saja.

"Mau ikut tidak?" tanya Arda.

Sya diam.

"Baiklah jika kau ingin menghindar terus dariku. Kamu bisa tidur di pinggir jalan."

Mau tidak mau Sya akhirnya mengekor pada Arda. Sya merasa jika sikap Arda berubah. Dia sepertinya cemburu saat tahu Sya bersandar pada pria lain. Hal itu sedikit membuat Sya tersenyum saat mengingatnya.

Kamar itu terlihat kecil, namun terawat. Hanya ada satu kamar. Tidak ada sofa atau kursi, yang ada hanya sebuah tikar kecil di samping tempat tidur.

"Kau bisa tidur di kasur," ucap Arda.

Sya menoleh, "Lalu kau akan tidur dimana?"

"Masih ada tikar."

Sya tahu, tidak mungkin bagi Arda bisa terlelap di atas tikar itu. Sya menarik tangan Arda saat dia akan berbaring di tikar itu.

"Ada apa?" tanya Arda.

Sya tersenyum, "Aku saja yang ditikar. Kau tidak akan bisa tidur nanti."

Perdebatan kecil terjadi. Kali ini, bukan perdebatan yang mengerikan. Kali ini, hanya ada perdebatan cinta. Mereka saling mengalah untuk sebuah tempat tidur.

"Baiklah, kita tidur bersama di kasur ini," ucap Arda.

Sya tidak tahu harus berbuat apa.

"Kau istriku. Kita bisa tidur bersama, aku janji aku tidak akan menyentuhmu sebelum kau mengijinkannya."

Akhirnya mereka tidur di dalam bilik itu bersama. Walau tetap ada jarak diantara mereka.

***

Sya terbangun dengan tangan Arda yang berada di pinggangnya. Perlahan Sya mencoba menyingkirkan tangan itu tanpa mengganggu tidur Arda.

Sret. Arda kembali menarik tangan Sya hingga Sya kembali berbaring. Jantung Sya berdegup dengan sangat kencang. Namun, dia malah menahan nafas.

"Kau mau kemana?" tanya Arda.

Sya tidak menjawab dan tetap menahan nafasnya.

"Apa kau pura-pura tuli sekarang?"

Sya menoleh dan melihat Arda sudah membuka matanya dengan lebar. Padahal Sya mengira jika Arda masih terlelap.

"Selamat pagi," ucap Arda kemudian.

Sya tidak menjawab dan langsung berdiri dari tidurnya. Dia membenarkan baju yang dia kenakan dengan wajah kesal.

"Katanya kau tidak akan menyentuhku. Lalu ini apa?" kata Sya dengan kesal.

Arda tersenyum, "Apa aku tidak boleh menyentuh istriku sendiri."

Sya membuang muka. Dia memang sudah menjadi istri Arda. Tidak mungkin jika dia akan melaporkan hal ini pada orang lain. Sya pasti akan dianggap gila nantinya.

Walaupun begitu, Sya tetap tidak terima karena sudah disentuh oleh Arda tanpa izin. Dia menatap Arda dengan tatapan tajam.

"Pernikahan ini palsu. Jadi, jangan berharap lebih."

Arda duduk dengan wajah yang terlihat kusut, "Lalu kenapa kau berjanji akan memberikan cucu pada ibuku."

"Aku tidak berjanji. Aku dipaksa."

"Benarkah?"

Sya tidak menjawab. Dia memilih keluar dari kamar dan melihat apa ada penjual makanan. Sejak kemarin siang dia belum makan apapun.

Setelah cukup lama berkeliling. Sya kembali dengan tangan kosong. Dia tidak tahu harus membeli makanan di mana. Dia juga memikirkan Arda yang pastinya juga kelaparan.

Brak. Sya membuka pintu kamar dengan keras. Bukannya Arda yang kelaparan, tapi kini Sya melihat Arda yang sedang makan dengan lahap.

"Kau sedang makan?" tanya Sya yang tidak habis fikir.

Arda mengangguk tanpa mengeluarkan suara.

"Kenapa kau tidak mengajakku?" tanya Sya.

Arda menelan makanannya, lalu dia menyodorkan semangkuk bubur ayam pada Sya. Sya menepis tangan itu, rasa lapar yang tadi datang sudah sirna.

Sya merasa sangat bodoh karena sudah memikirkan kesehatan Arda. Sementara Arda tidak memikirkannya sama sekali.

"Cepatlah. Kita harus segera ke hotel tujuan kita," ujar Sya.

Arda masih santai dengan sebatang rokok di tangannya. Sekarang, Sya kembali melihat sisi Arda yang lain. Di rumah, Sya tidak pernah melihat Arda merokok.

***

Arda dan Sya melanjutkan perjalanan dengan sebuah mobil yang mereka sewa. Sya masih saja memikirkan alasan kenapa Arda menghentikan mobil.

Dia sudah salah mengira, dia kira Arda cemburu. Ternyata tidak sama sekali. Arda masih belum mencintai Sya ataupun membuka hatinya.

"Apa masih lama, Pak?" tanya Sya.

"Mungkin satu jam lagi, Bu."

Mendengar hal itu membuat Sya menghela nafas panjang. Arda terlelap di sampingnya, mungkin karena perutnya sudah kenyang.

Tidak seperti Sya yang sedang menahan sakit di perut. Ya, Sya memiliki maag. Jadi, dia tidak bisa jika telat makan. Hanya karena gengsi, Sya memilih untuk menolak sarapan yang Arda berikan tadi.

Buk, tangan menyentuh perut rata Sya. Sya kaget, namun tidak berani bereaksi. Perlahan, tangan Arda mengelus perut Sya. Hal itu membuat Sya merasa lebih enakan diperutnya.

"Terima kasih," lirih Sya.

Namun, tidak ada jawaban dari Arda. Kini, Arda kembali merubah posisi tidurnya.

Sejak kemarin mereka keluar dari rumah berdua. Sya merasa jika sifat Arda langsung berubah. Dia lebih perhatian dan tidak kasar seperti biasanya. Tapi tetap saja, Sya merasa belum diinginkan oleh suaminya itu.

Suara dering telfon milik Arda membuatnya langsung terbangun. Dia mengangkat telfon itu dengan cepat.

"Ada apa, La?" tanya Arda begitu mengangkat telfon itu.

Sya hanya melirik sekejap kearah Arda. Lalu, dia kembali menatap keluar kaca mobil.

"La, aku tahu kau mencintaiku. Aku juga mencintaimu. Aku disini dengan Sya hanya tiga hari. Tolong bersabarlah."

Setelah banyak percakapan, Arda mematikan ponsel itu. Dia menoleh kearah Sya yang masih fokus pada perjalanan itu.

"Apa kau tidak cemburu?" tanya Arda.

Sya menoleh dengan senyuman, "Untuk apa aku cemburu. Bukankah sejak awal tidak ada cinta."

Bohong, itulah yang dilakukan oleh Sya. Dia memang mengatakan tidak cemburu. Hanya saja hatinya berkata lain. Hatinya menjerit karena percakapan mesra yang dibuat oleh Arda dan Aila.

"Baguslah. Kita hanya perlu memberikan cucu untuk mamaku. Setelah itu, aku akan membebaskanmu."

"Kau harus tepati apa katamu," ucap Sya lirih.

Arda membuang muka. Dia tidak berharap ada percakapan itu. Arda sudah tahu tentang hubungan Jovi dan Sya. Sya sudah mengubur perasaan itu. Hal itulah yang membuat Arda lega dan berniat melepas Sya setelah memberikan anak.

***

Episodes
1 I
2 II
3 III
4 IV
5 V
6 VI
7 VII
8 VIII
9 IX
10 X
11 XI
12 XII
13 XIII
14 XIV
15 XV
16 XVI
17 XVII
18 XVIII
19 XIX
20 XX
21 XXI
22 XXII
23 XXIII
24 XXIV
25 XXV
26 XXVI
27 XXVII
28 XXVIII
29 XXIX
30 XXX
31 XXXI
32 XXXII
33 XXXIII
34 XXXIV
35 XXXV
36 XXXVI
37 XXXVII
38 XXXVIII
39 XXXIX
40 XL
41 XLI
42 XLII
43 XLIII
44 XLIV
45 XLV
46 XLVI
47 XLVII
48 XLVIII
49 XLIX
50 L
51 LI
52 LII
53 LIII
54 LIV
55 LV
56 LVI
57 LVII
58 LVIII
59 LIX
60 LX
61 LXI
62 LXII
63 LXIII
64 LXIV
65 LXV
66 LXVI
67 LXVII
68 LXVIII
69 LXIX
70 LXX
71 LXXI
72 LXXII
73 LXXIII
74 LXXIV
75 LXXV
76 LXXVI
77 LXXVII
78 LXXVIII
79 LXXIX
80 LXXX
81 LXXXI
82 LXXXII
83 LXXXIII
84 LXXXIV
85 LXXXV
86 LXXXVI
87 LXXXVII
88 LXXXVIII
89 LXXXIX
90 XC
91 XCI
92 XCII
93 XCIII
94 XCIV
95 XCV
96 XCVI
97 XCVII
98 XCVIII
99 XCIX
100 C
101 CI
102 CII
103 CIII
104 CIV
105 CV
106 CVI
107 CVII
108 CVIII
109 CIX
110 Pengumuman
111 CX
112 CXI
113 CXII
114 CXIII
115 CXIV
116 CXV
117 CXVI
118 CXVII
119 CXVIII
120 CXIX
121 CXX
122 CXXI
123 CXXII
124 CXXIII
125 CXXIV
126 CXXV
127 CXXVI
128 CXXVII
129 CXVIII
130 CXXIX
131 CXXX
132 CXXXI
133 CXXXII
134 CXXXIII
135 CXXXIV
136 CXXXV
137 CXXXVI
138 CXXXVII
139 CXXXVIII
140 CXXXIX
141 CXL
142 CXLI
143 CXLII
144 CXLIII
145 CXLIV
146 CXLV
147 CXLVI
148 CXLVII
149 CXLVIII
150 CXLIX
151 CL
152 CLI
153 CLII
154 CLIII
155 CLIV
156 CLV
157 CLVI
158 CLVII
159 CLVIII
160 CLIX
161 CLX
162 CLXI
Episodes

Updated 162 Episodes

1
I
2
II
3
III
4
IV
5
V
6
VI
7
VII
8
VIII
9
IX
10
X
11
XI
12
XII
13
XIII
14
XIV
15
XV
16
XVI
17
XVII
18
XVIII
19
XIX
20
XX
21
XXI
22
XXII
23
XXIII
24
XXIV
25
XXV
26
XXVI
27
XXVII
28
XXVIII
29
XXIX
30
XXX
31
XXXI
32
XXXII
33
XXXIII
34
XXXIV
35
XXXV
36
XXXVI
37
XXXVII
38
XXXVIII
39
XXXIX
40
XL
41
XLI
42
XLII
43
XLIII
44
XLIV
45
XLV
46
XLVI
47
XLVII
48
XLVIII
49
XLIX
50
L
51
LI
52
LII
53
LIII
54
LIV
55
LV
56
LVI
57
LVII
58
LVIII
59
LIX
60
LX
61
LXI
62
LXII
63
LXIII
64
LXIV
65
LXV
66
LXVI
67
LXVII
68
LXVIII
69
LXIX
70
LXX
71
LXXI
72
LXXII
73
LXXIII
74
LXXIV
75
LXXV
76
LXXVI
77
LXXVII
78
LXXVIII
79
LXXIX
80
LXXX
81
LXXXI
82
LXXXII
83
LXXXIII
84
LXXXIV
85
LXXXV
86
LXXXVI
87
LXXXVII
88
LXXXVIII
89
LXXXIX
90
XC
91
XCI
92
XCII
93
XCIII
94
XCIV
95
XCV
96
XCVI
97
XCVII
98
XCVIII
99
XCIX
100
C
101
CI
102
CII
103
CIII
104
CIV
105
CV
106
CVI
107
CVII
108
CVIII
109
CIX
110
Pengumuman
111
CX
112
CXI
113
CXII
114
CXIII
115
CXIV
116
CXV
117
CXVI
118
CXVII
119
CXVIII
120
CXIX
121
CXX
122
CXXI
123
CXXII
124
CXXIII
125
CXXIV
126
CXXV
127
CXXVI
128
CXXVII
129
CXVIII
130
CXXIX
131
CXXX
132
CXXXI
133
CXXXII
134
CXXXIII
135
CXXXIV
136
CXXXV
137
CXXXVI
138
CXXXVII
139
CXXXVIII
140
CXXXIX
141
CXL
142
CXLI
143
CXLII
144
CXLIII
145
CXLIV
146
CXLV
147
CXLVI
148
CXLVII
149
CXLVIII
150
CXLIX
151
CL
152
CLI
153
CLII
154
CLIII
155
CLIV
156
CLV
157
CLVI
158
CLVII
159
CLVIII
160
CLIX
161
CLX
162
CLXI

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!