Dalam perjalanan, Sya memilih duduk terpisah dengan Arda. Dia memilih mendengarkan musik dan membaca buku. Entah kenapa, Sya merasa dirinya lebih baik seperti ini.
Ada rasa sakit yang masih ada di dalam hati Sya. Berulang kali Sya mengatakan pada dirinya sendiri jika cinta belum tumbuh. Namun, rasa sakit di hatinya menjadi sebuah alasan tumbuhnya benih cinta.
"Permisi, apa aku bisa duduk disebelahmu?"
Sya menoleh, seorang pria dengan tas slempangnya berdiri tepat di samping Sya. Sya hanya menganggukan kepalanya dan menggeser tempat duduknya.
Setelah itu, tidak ada percakapan lagi. Pria itu bermain dengan ponselnya. Sementara Sya kembali ke dunia novelnya.
Arda menoleh kearah istrinya itu. Yang kini duduk di dekat jendela dan di sampingnya ada seorang pria. Kesal, entah bagaimana tapi Arda merasa tidak suka.
Dia sangat ingin mengusir pria itu dari bus yang mereka tumpangi. Hanya saja, dia tidak bisa melakukan itu. Atau Sya akan merasa bangga karena perhatian yang diberikan oleh Arda.
Kini Arda hanya bisa menahan rasa kesal itu dan kembali mencoba fokus ke jalanan yang mereka lalui.
***
Arda dan Sya mengira jika yang akan mereka datangi adalah penginapan berbintang. Namun kenyataanya, penginapan itu adalah penginapan biasa yang berada di pinggir hutan.
Entah alasan apa yang membuat nyonya Ken mengirim mereka ke tempat itu. Sya beberapa kali menepuk nyamuk yang mencoba mendekat. Sementara Arda bertanya pada seseorang disana.
"Bagaimana?" tanya Sya saat Arda kembali mendekat padanya.
"Kita salah tempat."
"Apa?" Sya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Arda, "apa kau sedang melucu saat ini?"
"Semua ini salahmu," teriak Arda.
Sya tidak paham apa maksud perkataan Arda. Bagaimana ini bisa menjadi kesalahan Sya. Padahal Arda sendiri yang menghentikan bus itu.
"Salahku?" tunjuk Sya pada dirinya sendiri.
"Ya, karena kau duduk dengan pria itu. Bahkan kau terlelap di bahunya."
Sebenarnya bus itu dihentikan paksa oleh Arda. Dia merasa tidak senang karena Sya mengantuk dan tanpa sadar tidur di bahu pria disampingnya itu.
Kini mereka hanya saling diam. Hari sudah mulai larut. Bahkan sinyal ponsel disana tidak ada. Mau tidak mau akhirnya mereka menginap di penginapan itu.
"Apa ada dua kamar?" tanya Sya pada penjaga penginapan itu.
Penjaga itu menggeleng, "Kami hanya memiliki satu kamar kosong."
Sya berdecak kesal. Sementara Arda langsung menerima kamar itu begitu saja.
"Mau ikut tidak?" tanya Arda.
Sya diam.
"Baiklah jika kau ingin menghindar terus dariku. Kamu bisa tidur di pinggir jalan."
Mau tidak mau Sya akhirnya mengekor pada Arda. Sya merasa jika sikap Arda berubah. Dia sepertinya cemburu saat tahu Sya bersandar pada pria lain. Hal itu sedikit membuat Sya tersenyum saat mengingatnya.
Kamar itu terlihat kecil, namun terawat. Hanya ada satu kamar. Tidak ada sofa atau kursi, yang ada hanya sebuah tikar kecil di samping tempat tidur.
"Kau bisa tidur di kasur," ucap Arda.
Sya menoleh, "Lalu kau akan tidur dimana?"
"Masih ada tikar."
Sya tahu, tidak mungkin bagi Arda bisa terlelap di atas tikar itu. Sya menarik tangan Arda saat dia akan berbaring di tikar itu.
"Ada apa?" tanya Arda.
Sya tersenyum, "Aku saja yang ditikar. Kau tidak akan bisa tidur nanti."
Perdebatan kecil terjadi. Kali ini, bukan perdebatan yang mengerikan. Kali ini, hanya ada perdebatan cinta. Mereka saling mengalah untuk sebuah tempat tidur.
"Baiklah, kita tidur bersama di kasur ini," ucap Arda.
Sya tidak tahu harus berbuat apa.
"Kau istriku. Kita bisa tidur bersama, aku janji aku tidak akan menyentuhmu sebelum kau mengijinkannya."
Akhirnya mereka tidur di dalam bilik itu bersama. Walau tetap ada jarak diantara mereka.
***
Sya terbangun dengan tangan Arda yang berada di pinggangnya. Perlahan Sya mencoba menyingkirkan tangan itu tanpa mengganggu tidur Arda.
Sret. Arda kembali menarik tangan Sya hingga Sya kembali berbaring. Jantung Sya berdegup dengan sangat kencang. Namun, dia malah menahan nafas.
"Kau mau kemana?" tanya Arda.
Sya tidak menjawab dan tetap menahan nafasnya.
"Apa kau pura-pura tuli sekarang?"
Sya menoleh dan melihat Arda sudah membuka matanya dengan lebar. Padahal Sya mengira jika Arda masih terlelap.
"Selamat pagi," ucap Arda kemudian.
Sya tidak menjawab dan langsung berdiri dari tidurnya. Dia membenarkan baju yang dia kenakan dengan wajah kesal.
"Katanya kau tidak akan menyentuhku. Lalu ini apa?" kata Sya dengan kesal.
Arda tersenyum, "Apa aku tidak boleh menyentuh istriku sendiri."
Sya membuang muka. Dia memang sudah menjadi istri Arda. Tidak mungkin jika dia akan melaporkan hal ini pada orang lain. Sya pasti akan dianggap gila nantinya.
Walaupun begitu, Sya tetap tidak terima karena sudah disentuh oleh Arda tanpa izin. Dia menatap Arda dengan tatapan tajam.
"Pernikahan ini palsu. Jadi, jangan berharap lebih."
Arda duduk dengan wajah yang terlihat kusut, "Lalu kenapa kau berjanji akan memberikan cucu pada ibuku."
"Aku tidak berjanji. Aku dipaksa."
"Benarkah?"
Sya tidak menjawab. Dia memilih keluar dari kamar dan melihat apa ada penjual makanan. Sejak kemarin siang dia belum makan apapun.
Setelah cukup lama berkeliling. Sya kembali dengan tangan kosong. Dia tidak tahu harus membeli makanan di mana. Dia juga memikirkan Arda yang pastinya juga kelaparan.
Brak. Sya membuka pintu kamar dengan keras. Bukannya Arda yang kelaparan, tapi kini Sya melihat Arda yang sedang makan dengan lahap.
"Kau sedang makan?" tanya Sya yang tidak habis fikir.
Arda mengangguk tanpa mengeluarkan suara.
"Kenapa kau tidak mengajakku?" tanya Sya.
Arda menelan makanannya, lalu dia menyodorkan semangkuk bubur ayam pada Sya. Sya menepis tangan itu, rasa lapar yang tadi datang sudah sirna.
Sya merasa sangat bodoh karena sudah memikirkan kesehatan Arda. Sementara Arda tidak memikirkannya sama sekali.
"Cepatlah. Kita harus segera ke hotel tujuan kita," ujar Sya.
Arda masih santai dengan sebatang rokok di tangannya. Sekarang, Sya kembali melihat sisi Arda yang lain. Di rumah, Sya tidak pernah melihat Arda merokok.
***
Arda dan Sya melanjutkan perjalanan dengan sebuah mobil yang mereka sewa. Sya masih saja memikirkan alasan kenapa Arda menghentikan mobil.
Dia sudah salah mengira, dia kira Arda cemburu. Ternyata tidak sama sekali. Arda masih belum mencintai Sya ataupun membuka hatinya.
"Apa masih lama, Pak?" tanya Sya.
"Mungkin satu jam lagi, Bu."
Mendengar hal itu membuat Sya menghela nafas panjang. Arda terlelap di sampingnya, mungkin karena perutnya sudah kenyang.
Tidak seperti Sya yang sedang menahan sakit di perut. Ya, Sya memiliki maag. Jadi, dia tidak bisa jika telat makan. Hanya karena gengsi, Sya memilih untuk menolak sarapan yang Arda berikan tadi.
Buk, tangan menyentuh perut rata Sya. Sya kaget, namun tidak berani bereaksi. Perlahan, tangan Arda mengelus perut Sya. Hal itu membuat Sya merasa lebih enakan diperutnya.
"Terima kasih," lirih Sya.
Namun, tidak ada jawaban dari Arda. Kini, Arda kembali merubah posisi tidurnya.
Sejak kemarin mereka keluar dari rumah berdua. Sya merasa jika sifat Arda langsung berubah. Dia lebih perhatian dan tidak kasar seperti biasanya. Tapi tetap saja, Sya merasa belum diinginkan oleh suaminya itu.
Suara dering telfon milik Arda membuatnya langsung terbangun. Dia mengangkat telfon itu dengan cepat.
"Ada apa, La?" tanya Arda begitu mengangkat telfon itu.
Sya hanya melirik sekejap kearah Arda. Lalu, dia kembali menatap keluar kaca mobil.
"La, aku tahu kau mencintaiku. Aku juga mencintaimu. Aku disini dengan Sya hanya tiga hari. Tolong bersabarlah."
Setelah banyak percakapan, Arda mematikan ponsel itu. Dia menoleh kearah Sya yang masih fokus pada perjalanan itu.
"Apa kau tidak cemburu?" tanya Arda.
Sya menoleh dengan senyuman, "Untuk apa aku cemburu. Bukankah sejak awal tidak ada cinta."
Bohong, itulah yang dilakukan oleh Sya. Dia memang mengatakan tidak cemburu. Hanya saja hatinya berkata lain. Hatinya menjerit karena percakapan mesra yang dibuat oleh Arda dan Aila.
"Baguslah. Kita hanya perlu memberikan cucu untuk mamaku. Setelah itu, aku akan membebaskanmu."
"Kau harus tepati apa katamu," ucap Sya lirih.
Arda membuang muka. Dia tidak berharap ada percakapan itu. Arda sudah tahu tentang hubungan Jovi dan Sya. Sya sudah mengubur perasaan itu. Hal itulah yang membuat Arda lega dan berniat melepas Sya setelah memberikan anak.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments