Kamar dengan warna dominan biru itu masih setia menemani sang pemilik. Sya masih berada di dalam kamar itu. Walau pakaiannya sudah berganti dengan seragam restoran.
Ada rasa gelisah antara ingin berangkat atau tidak. Jika dia tidak bekerja, dia tidak akan bisa mandiri. Hanya saja, jika dia berangkat apa Nyonya Ken tidak akan marah.
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu membuat Sya buyar akan lamunanya. Dengan langkah cepat Sya membuka pintu kamar itu. Eri sudah di depan pintu dengan senyuman.
"Apa kau tidak ingin sarapan?" tanya Eri.
Sya menggeleng, "Aku tidak selera sarapan kali ini."
"Apa ada masalah?"
Eri tidak tahu apa yang terjadi hanya saja. Dia merasa perlu tahu agar Sya mau makan. Tidak biasanya dia menolak makanan.
"Ceritalah."
Sya mengangguk. Dia menarik tangan Eri masuk ke dalam kamarnya. Dia menceritakan semuanya, tapi dia tidak mengatakan tentang apa yang dia lihat di kamar Jovi dan Mila.
"Kenapa kau tidak bertanya pada Ibumu?"
Sya menggeleng.
"Jika kau ingin membahagiakan Ibumu. Turuti saja apa yang diinginkan Nyonya Ken. Jika tidak, perjodohan ini akan hancur. Hati ibumu juga akan terluka."
Kali ini Sya mengangguk. Dia tahu harus melakukan apa agar tidak bimbang lagi. Dia merasa harus menemui ibunya segera. Jika memang peejodohan ini karena teman, sudah tentu tidak ada persyaratan.
"Kalau begitu kita sarapan. Aku harus pergi kerja," kata Eri.
Sya mengangguk dan mengekor pada Eri. Mereka makan sarapan dengan percakapan ringan. Bukan percakapan yang membutuhkan pikiran.
***
Taxsi itu melaju dengan kecepatan sedang. Tidak ramai seperti hari biasanya, jalan lenggang. Sya ingin menanyakan banyak hal pada Ibunya. Hanya saja, Sya tidak ingin membuat orang tuanya itu terluka.
Ponsel Sya berdering. Ternyata telfon dari Arda. Entah sejak kapan dia memiliki nomor dari pria itu.
"Kau dimana?" tanya Arda.
"Bukan urusanmu," jawab Sya dengan ketus.
Arda tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Hampir saja Sya mematikan telfon itu, sampai perkataan Arda membuatnya diam.
"Ibuku mencarimu saat ini."
"Aku akan ke rumahmu nanti sore. Hari ini, biarkan aku menjalani hidupku dengan tenang."
"Baiklah. Jangan sampai membuat ibuku kecewa atau kau akan tahu akibatnya."
"Ya."
Sya mematikan ponsel itu. Dia kembali duduk dengan tenang di dalam taxsi. Sampai beberapa menit kemudian dia sampai ditujuannya.
"Terima kasih, Pak." Sya turun sembari memberikan uang pada sopir taxsi itu.
Rumah yang tidak cukup besar itu terpampang jelas dihadapan Sya. Dia kembali teringat masa-masa indah yang dia lalui di rumah itu. Bersama orang tua dan seorang kakak lelaki yang kini entah dimana.
Ada rasa sedih ketika teringat kakaknya yang pergi entah kemana. Dengan alasan dia ingin merubah kehidupannya yang biasa saja.
"Sya, kau datang? kenapa tidak mengabari Ibu?" tanya Ibu Zein ketika melihat Sya berdiri terpaku di halaman rumah.
Sya tersadar dari lamunanya dan tersenyum begitu saja. Dengan hangat, Sya memeluk ibunya dengan ke dua tangan.
"Ada apa kau kesini? apa ada masalah?" tanya Ibu Zein.
Sya menggeleng, "Aku hanya ingin makan masakan ibu," kata Sya.
"Baiklah. Kau bisa istirahat dulu di kamarmu, Ibu akan masak untukmu."
Sya masuk. Dia terus memikirkan cara agar bisa bertanya tentang latar belakang perjodohan itu. Apa murni perjodohan atau tidak. Jika tidak, Sya akan mencari jalan lain untuk melupakan Jovi dan menjauh darinya.
Sudah beberapa kali Jovi mengirim pesan sejak pagi. Dia terus meminta bertemu dengan alasan rindu. Padahal, semuanya sudah jelas jika hal itu di larang.
"Sya kenapa hanya diam?" tanya Ibu Zein, "apa ada yang kamu pikirkan?"
Sya mengulas senyum dan mengajak ibunya duduk di sofa. Perlahan Sya menghela nafas panjang.
"Bu, apa perjodohan ini ada alasan lain. Selain hubungan pertemanan ibu dan Nyonya Ken?"
"Kenapa kau menanyakannya?" tanya Ibu Zein dengan wajah yang langsung berubah.
Sya tahu jika ada yang salah, "Katakan saja. Aku akan menerimannya dan tidak akan melakukan apapun."
"Benarkah?" tanya Ibu Zein.
Sya menggenggam tangan Ibu Zein dengan erat. Lalu, dia mengangguk.
"Sebenarnya, Ibu tidak ingin kau menikah diumur yang lebih tua. Lagi pula, Nyonya Ken mau menerima hubungan ini dengan senyuman."
"Maksud ibu apa?"
"Sya, Ibu ingin melihat kamu bahagia dengan menikahi orang yang sudah mapan."
Sya masih diam.
"Ibu sengaja datang ke rumah Nyonya Ken dan mengatakan hal ini. Nyonya Ken setuju, karena dulu ibu pernah membantunya."
Ibu Zein tersenyum. Dia dan Nyonya Ken memang teman, walau sudah lama tidak bertemu. Nyonya Ken tetap ingat dengan bantuan yang Ibu Zein berikan padanya.
"Jadi, karena sebuah balas budi perjodohan ini dilandaskan."
"Ya, karena Ibu mau kamu bahagia. Ibu ingin kebutuhan kamu tercukupi tanpa harus bersusah payah."
Sya menatap mata sang Ibu, "Aku masih ingin mandiri, Bu."
"Ibu tahu, kamu tidak suka dikekang dan diatur oleh orang lain. Hanya saja, umur kamu sudah waktunya menikah. Biarkan ibumu ini bahagia, Sya."
Mendengar hal itu membuat Sya tidak bisa berbuat apa-apa. Kali ini, dia akan melakukan ini karena kebahagiaan ibunya dan ingin melupakan Jovi. Walau pada akhirnya, perjodohan itu tidak dilandasi rasa saling mencintai.
***
Hari sudah semakin sore. Sya masih berada di rumah ibunya. Dia berniat untuk menginap disana semalam. Ya, sebelum dia menikah, dia ingin bersama dengan ibunya dulu.
"Sya. Ayo makan," ajak Ibu Zein pada Sya.
Mereka makan dengan menu yang sederhana. Tidak mewah seperti masakan restoran. Hanya saja, suasana hangat menyelimuti suasana makan hari itu.
Banyak hal yang dikatakan Sya. Sementara ibunya hanya menanggapi dengan kata-kata sederhana dan nasehat. Dia tidak ingin, perjodohan ini selesai begitu saja.
Suara ponsel Sya yang berdering sampai terdengar di ruang makan.
"Angkat dulu. Mungkin ada yang penting," kata Ibu Zein pada Sya.
Sya mengangguk dan mengambil ponsel yang berada di depan TV. Nama Arda tertera di layar ponsel Sya.
"Ya ada apa?" tanya Sya begitu mengangkat telfon itu.
"Kau dimana?" tanya Arda dengan nada kesal.
Sya tidak tahu apa yang sedang terjadi, "Aku di rumah ibuku. Ada apa?"
"Apa kau lupa? bukankah kau berjanji akan menemui ibuku sore ini."
Sya memukul kepalanya sendiri. Dia lupa segalanya. Bahkan janjinya untuk bertemu dengan Nyonya Ken.
"Kenapa diam? cepatlah datang ke rumah utama. Aku menunggumu," ucap Arda dan langsung menutup telfonya.
Tangan Sya meraih tas dan juga jaketnya. Dengan buru-buru Sya memasukan ponsel ke dalam tas dan menemui ibunya. Ibu Zein menatap penuh tanya pada Sya.
"Aku buru-buru, Bu."
"Kenapa? apa ada yang salah?"
"Aku lupa harus menemui Nyonya Ken. Aku pergi dulu, Bu."
Sya mengecup pipi ibunya dan langsung pergi. Dia menghentikan sebuah taxsi dan mengatakan sebuah alamat rumah. Ya, siapa yang tidak tahu rumah dari pengusaha.
***
Dengan celana jeans dan blus abu-abu. Sya masuk ke ruangan itu. Pertama, Sya melihat beberapa orang berjalan dengan pakaian resmi. Ke dua, Sya kaget saat memasuki ruangan utama.
Banyak orang yang berdiri dengan gelas di tangan mereka. Diam, Sya hanya bisa mematung di depan semua orang. Dia tidak tahu jika disana ada pesta.
Hampir semua orang tertawa melihat kedatangan Sya. Bagaimana tidak, Sya datang dengan pakaian seadannya. Sementara semua tamu menggunakan dress dan pakaian resmi.
"Kenapa kau datang seperti ini?" tanya Arda saat berada di samping Sya.
Sya menoleh kearah kirinya, "Kau tidak mengatakan jika ada pesta."
"Aku sudah mengirim pesan."
Mata Sya membulat, dia membuka tas dan mengambil ponselnya. Benar, Arda sudah mengirim pesan untuknya.
Sreet. Sya kaget saat sebuah jas menutupi tubuhnya. Jovi datang dengan sebuah senyuman.
Sya hanya bisa diam. Dia tidak tahu hal apa yang sedang menimpanya saat ini. Melihat kejadian itu, nyonya Ken merasa ada yang salah. Lalu dia mendekat pada Sya, Arda dan Jovi.
"Ada apa ini?" tanya nyonya Ken.
"Ma, kakak hanya merasa kasihan pada Sya. Jadi, dia meminjamkan jasnya. Lagi pula, dia tidak memakai pakaian yang pantas ke pesta kita."
Sya hanya menunduk. Dia tahu, apa yang akan terjadi padanya. Sudah jelas jika nyonya Ken akan mengusirnya.
"Mila," panggil nyonya Ken, "ajari suamimu hal yang pantas dan tidak pantas."
Kali ini Jovi hanya bisa diam. Dia tahu, apa yang dilakukannya sudah memancing emosi ibu mertuanya.
"Baik, Bu."
Mila mendekat pada suaminya dan menariknya pergi. Jovi melepaskan pandangannya dari Sya dan kini memandang istrinya yang menggunakan dress tanpa lengan.
Nyonya Ken kembali menatap Sya yang terlihat sangat lusuh. Dengan isyarat tangan dua orang pelayan wanita mendekat. Mereka langsung membawa Sya keluar dari ruangan itu.
Langkah kaki Sya dan dua pelayan tadi terhenti di depan sebuah ruangan. Lalu, seorang wanita membuka pintu. Wanita itu terlihat sangat cantik dan elegan.
"Apa kau yang bernama Sya?"
Sya mengangguk.
"Masuklah," kata wanita itu.
Sya melangkah masuk. Sebuah pemandangan yang belum pernah Sya lihat sebelumnya. Banyak pakaian dan berbagai aksesoris. Padahal, Sya mengira jika dirinya akan di usir.
"Kau itu cantik. Hanya saja, kau tidak merawat dirimu sendiri," kata wanita itu. Dia adalah perias yang disediakan di keluarga Ken.
Kali ini Sya bagai boneka. Dia hanya menurut saja. Poles sana, poles sini. Ganti baju ini, ganti baju itu. Hampir dua jam Sya hanya bisa menurut.
Wanita menatap dengan puas akan hasilnya dan berkata, "Kau sudah siap saat ini."
Sya menoleh kearah cermin. Dia melihat sosok lain dari dirinya. Bahkan, Sya tidak percaya jika itu dirinya.
Dengan langkah pasti. Sya membuka pintu ruangan pesta. Brak, semua orang menoleh. Mata mereka menatap pada Sya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
anggita
lnjut slam dari novel silat 13 pembunuh.
2021-02-13
1