Dengan langkah pasti. Sya membuka pintu ruangan pesta. Brak, semua orang menoleh. Mata mereka menatap pada Sya.
Tatapan takjub dan tidak percaya. Seorang wanita yang sangat berbeda. Dengan gaun berwarna merah tua dan dandanan yang tidak buruk. Kali ini Sya merasa dirinya percaya diri.
Sebuah tatapan membuat Sya merasa dirinya sangat istimewa. Jovi, pria itu masih di ruang pesta dengan istrinya. Walaupun begitu, pandangan matanya tidak bisa berbohong. Jovi lebih memilih Sya yang dipandang tanpa putus.
"Perkenalkan, dia adalah calon menantu keluar Ken. Syaheila Zein."
Sya dibuat sadar oleh perkataan nyonya Ken. Dia bukanlah kekasih yang akan bersanding dengan Jovi. Dia akan bersanding dengan Arda, adik ipar Jovi.
Sya menundukan kepalanya untuk memberi hormat pada semuanya. Sesekali, Sya melirik kearah pria impiannya. Masih ada getaran yang sama, seperti saat pertama kali bertemu karena Sima.
"Acara dansa sudah akan dimulai. Pergilah pada Arda," lirih nyonya Ken pada Sya.
Sya tersenyum dengan terpaksa. Lalu dia mengangguk. Perlahan dia melangkahkan kakinya yang terasa kaku dengan sepatu hak tinggi.
Bruk, hampir saja Sya terjatuh karena tersandung gaun besarnya. Dengan sigap, Jovi menangkap tubuh itu. Pandangan mereka bertemu.
"Terima kasih," ucap Sya.
Jovi tersenyum. Dia dan Sya hanya bisa saling pandang tanpa ada kata apapun. Hingga sebuah tangan menarik tangan Sya menjauh dari Jovi.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Arda.
Sya tidak menjawab. Dia masih saja memandang kearah Jovi.
"Sya. Apa yang kamu lakukan?" tanya Arda lagi.
Kali ini Sya menoleh dan menatap tidak suka pada Arda.
"Apa urusanmu. Aku mencintainya, apa lagi yang aku lakukan."
Arda tersenyum sinis, "Apa kau sudah melupakan perkataanmu padaku. Kau ingin melupakannya, tapi tubuhmu menginginkannya."
Ingat, Sya ingat apa yang dikatakannya pada Arda. Dia ingin bersama Arda karena ingin melupakan Jovi. Walau hasilnya malah dia lebih dekat dengan Jovi.
"Harta memang merubah seorang wanita," ucap Arda.
"Apa kau bilang?" nada tidak terima muncul diucapan Sya.
"Ya. Kau hanya mencintai uang, jika kau sudah mendapatkan semuanya dari Jovi. Kau pasti akan meninggalkannya dan cari yang baru."
Yang Sya lakukan hanya menahan rasa kesalnya saja. Lalu, alunan musik mulai mengalun dengan lembut. Arda menarik tangan Sya dan mulai mengajaknya berdansa.
Tidak disangka, Sya ternyata bisa berdansa dengan sangat indah. Bahkan, Arda sampai terpesona dengan keindahan itu.
***
Acara sudah selesai. Para tamu sudah mulai pulang satu persatu. Sya kini berdiri kebingungan di tengah ruangan. Apa dia harus berganti pakaian atau harus kembali dengan pakaian itu.
Arda berniat mendekat dan ingin mengantarnya pulang. Belum sampai Arda mendekat, Jovi sudah berada disisi Sya.
"Tadi tarianmu sangat indah," ungkat Jovi.
Pipi Sya merona. Dia tidak bisa menahan rasa senang atas pujian yang diberikan Jovi padanya.
Jovi melihat kesekeliling. Tidak ada siapapun di ruangan itu. Hanya ada mereka berdua. Dengan kecepatan tangan, Jovi menarik Sya lebih dekat dengannya.
Kaget. Sya mencoba menjauh hanya saja Jovi memegangnya dengan erat.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sya.
Jovi tersenyum, "Tidak usah ragu Sya. Disini hanya ada kita berdua. Kita bisa berdansa semau kita."
Sya tidak paham dengan apa yang dimaksud Jovi.
"Kau tahu? aku sangat cemburu melihat kau berdansa dengan Arda."
Untuk sesaat Sya hampir terkena rayuan gombal dari Jovi. Namun, sebuah bayangan ibunya muncul di pelupuk matanya. Dengan keras Sya mendorong Jovi.
"Ini salah Jovi. Tidak seharusnya."
"Sya, aku mencintaimu. Kau tahu, hubunganku dan Mila tidaklah baik." Jovi mengatakannya dengan memegang erat tangan Sya.
Sya menggeleng dengan cepat. Dia mencoba berjalan menjauh, tapi Jovi terus mendekat. Melihat keadaan Sya, Arda akhirnya keluar.
"Kenapa kau belum pulang?" tanya Arda.
Jovi kaget dan menoleh pada Arda. Sya menutup mata karena merasa terselamatkan. Bagaimanapun, sudah beberapa kali Sya dibantu oleh Jovi.
"Bukankah kau tunanganku. Seharusnya, kau yang mengantarkan aku."
Arda mendekat dan menarik tangan Sya. Dia mencium tangan itu dengan seulas senyum. Merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Arda. Jovi memilih untuk pergi dari ruangan itu.
Melihat kepergian Jovi. Ada rasa tidak enak di dala hati Sya. Bagaimanapun, Jovi lah yang mampu membuat Sya menyerahkan cintanya.
"Relakanlah. Kau bukan wanita perebutkan?"
Sya menoleh, "Untuk apa aku merebut. Jika dia memang hakku. Dia pasti akan kembali padaku," ucap Sya.
"Kau menginginkan Jovi bercerai dengan kakakku?" tanya Arda kemudian.
Sya menggeleng, "Tidak. Aku tidak..."
"Lalu kenapa kau masih menunggunya."
"Aku tidak menunggunya."
"Tapi kau masih tergoda oleh kata manisnya. Cepat atau lambat, kau pasti akan menjadi seorang perebut."
Mata Sya menerawang. Benar juga apa yang dikatakan Arda. Jika dia masih bisa tergoda, dia bisa saja melakukan hal di luar batas. Bagaimana cara agar dia bisa keluar dari cinta tanpa nama itu.
"Aku akan mengantarmu, ayo."
Arda menarik tangan Sya untuk mengikutinya keluar dari rumah keluarga Ken. Sampai di parkiran, Sya berhenti dan menatap pada Arda.
"Kenapa kau mau terus membantuku?" tanya Sya.
Arda berbalik badan, "Kau tahu alasanku. Aku tidak ingin melihat Ibuku terluka bahkan sampai dia menangis."
"Bahkan jika kita menikah?"
"Ya. Cintaku hanya pada satu wanita, Ibuku."
Sya tidak tahu lagi harus bagaimana. Dia kira, Arda bisa menjadi pelariannya saat ini. Hanya saja, alasan yang tulus dari Arda membuat Sya kembali teringat dengan Ibunya.
"Jadi, aku akan menikahimu agar Jovi tidak menceraikan Mila."
Sya mendongakkan kepalanya begitu mendengar apa yang dikatakan Arda. Tanpa cinta untuknya. Arda berniat menikahi Sya agar keluarganya tetap utuh. Tentunya, Sya dan Jovi yang akan terluka dalam hal ini.
Bahkan, sampai di dalam mobil tidak ada yang mereka katakan. Sya masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Jika dia menikah dengan Arda, dia akan terus melihat Jovi. Hal itu akan membuatnya tersiksa dari waktu ke waktu.
***
Eri merasa aneh dengan diamnya Sya. Sejak pulang menggunakan gaun pesta. Sya hanya duduk dengan mata menerawang entah kemana.
"Sya," Eri menepuk pundak Sya dengan lembut.
Sya menoleh dan mengatakan, "Jika aku menikah dengan Arda. Aku akan selalu melihat Jovi. Hal itu akan melukaiku secara tidak langsung."
Eri mengerti apa yang dirasakan oleh Sya. Dia memberikan air minum dan langsung diminum habis oleh Sya.
"Dengarkan aku, kau bisa jatuh cinta begitu saja pada Jovi. Kenapa kau tidak bisa jatuh cinta pada Arda?" tanya Eri.
Sya merubah posisi duduknya.
"Mana mungkin. Mereka berdua sangat berbeda. Arda hanya mencintai ibunya, sementara Jovi mencintaiku."
"Cintamu pada Jovi bukanlah cinta. Kau hanya merasa kagum untuk sesaat. Setidaknya, belajarlah mencintai Arda. Mungkin kau akan merasa tenang saat menikah dengannya nanti."
"Walau dia tidak mencintaiku?"
Eri mengangguk. Dia menepuk pundak Sya dengan lembut.
"Jika kau sudah mencintainya. Kau pasti bisa membuatnya jatuh cinta padamu."
Mendengar apa yang dikatakan Eri. Sya merasa perlu untuk melakukannya. Dengan itu, Sya akan membuat Ibunya bahagia. Dia juga akan membuat Arda tenang karena ibu dan kakaknya bahagia.
"Aku akan melakukan saranmu," ucap Sya kemudian.
Eri bahagia karena kali ini Sya mendengar apa yang dia katakan.
"Cepatlah ganti baju. Lalu kita bisa makan," kata Eri.
"Baiklah."
Sya masuk ke dalam kamar tanpa ada rasa gelisah lagi. Dia mencoba menjadi dirinya lagi. Untuk beberapa saat, dia terpuruk karena Jovi.
***
Mohon kritik dan sarannya. 😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments