Mila terlihat sangat kelelahan. Semalam, hanya dia yang merawat Sya. Nyonya Ken sibuk dengan pekerjaanya, sementara Arda memilih menemani Aila di luar.
Beberapa kali Jovi datang dan berniat membantu Mila. Hanya saja Mila terus menggeleng. Dia sudah tahu niat suaminya itu. Bukan hanya sekali, tapi sudah beberapa kali Jovi selingkuh di belakang Mila.
Pagi itu, Mila sudah merasa rasa kantuknya tidak tertahankan. Apa lagi jika mengingat Sima yang masih belum bersiap ke sekolah.
"Biar aku menunggunya. Kau urus saja Sima," ucap Jovi yang entah sejak kapan berada di ambang pintu.
Kali ini Mila menganggukan kepalanya, "Jangan lakukan hal buruk," ucap Mila.
"Aku tidak akan melakukannya," kata Jovi.
Mila mengambil ponselnya dan keluar dari kamar Sya. Arda belum juga kembali sejak menemani Aila. Mila memikirkan keluarga anehnya itu.
Sampai saat Mila mendengar Sima yang menangis dengan sangat keras. Mila berlari kearah kamar Sima dan membuka pintu kamarnya.
"Aila. Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Mila.
Aila tersenyum, "Aku berniat untuk membantu Sima."
Mila menoleh pada Sima yang terlihat ketakutan. Dengan penuh perhatian, Mila mendekat pada Sima. Dia ingin bertanya saat itu juga. Hanya saja, wajah Sima terlihat masih ketakutan. Mila memilih untuk menenangkan Sima.
"Aila. Kau bisa keluar sekarang, aku yang akan membantu Sima bersiap."
"Baiklah. Aku pergi," Aila langsung keluar dari kamar Sima.
Sima kini terlihat lebih tenang. Walau bukan anak kandungnya sendiri. Mila tetap saja menyayangi Sima lebih dari apapun. Karena Sima, bisa membuat hatinya lebih berwarna. Dia juga bisa menahan rasa sakit yang diberikan oleh Jovi.
***
Mata Sya masih tertutup dengan rapat. Bahkan panasnya semakin tinggi. Jovi yang tahu hal itu hanya diam dan duduk di samping Sya.
Dia tidak berniat memberi tahu siapapun tentang sakit Sya yang semakin parah. Dia hanya ingin bersama dengan Sya tanpa ada gangguan.
Perlahan Jovi mendekat dan duduk lebih dekat di samping Sya. Tangannya memegang wajah Sya dengan lembut. Awal bertemu dengan Sya membuat Jovi semakin memiliki alasan untuk bercerai dengan Mila.
"Kau sangat cantik, tapi kenapa kau selalu menolakku karena alasan pernikahan palsumu."
Jovi hanya berkata apa yang dia inginkan. Dia tidak tahu jika ada orang lain yang melihat hal itu.
"Jika kau sudah sadar. Pergilah denganku, kita akan memiliki keluarga yang lebih indah. Berdua."
Sreet. Buk. Sebuah pukulan mendarat di wajah Jovi saat itu juga. Jovi mencoba bangkit dan mendapatkan kesadarannya.
Jovi melihat Arda yang berdiri tegap di depannya. Terlihat sekali jika Arda marah dan kesal. Bahkan matanya terlihat merah.
"Apa kau akan membawa istriku pergi? jangan harap kau bisa melakukannya," kata Arda yang duduk di hadapan Jovi.
Jovi terkekeh, "Ya. Aku akan membawanya pergi. Aku juga akan membuat keluargamu hancur."
Buk. Kembali sebuah pukulan mendarat kearah Jovi. Arda tahu jika Jovi tidak suka dengan keluarganya. Itu karena selama ini Jovi hanya menjadi karyawan dan tidak pernah bisa memimpin perusahaan.
"Bu,,,aku ingin dipeluk olehmu Bu."
Arda menoleh dan melihat Sya yang masih terpejam. Hanya saja, keringat dingin terus keluar dari tubuhnya. Saat ini, Sya bahkan sampai menggigau ingin di peluk oleh Ibu Zein.
Arda mendekat dan meletakan tangannya di kening Sya. Panas, bahkan lebih panas dari semalam. Arda terlihat khawatir kali ini, dia akan membawa Sya ke rumah sakit. Sampai saat Aila masuk ke dalam kamar Sya.
"Arda. Ayo, kau sudah berjanji akan menemaniku ke acara reuni."
Arda menoleh dan melihat Aila sudah siap dengan baju dan makeupnya.
"Aku akan membawa Sya ke rumah sakit lebih dulu," kata Arda.
Aila langsung memegang tangan Arda, "Aku sudah telat dan kau sudah janji. Oh ya, di rumah ini bukan hanya ada kau. Minta saja bantuan pada pelayan dan sopir."
Kali ini Arda hanya diam, lalu dia mengangguk. Dia meminta sopir pribadinya dan pelayannya untuk membawa Sya ke rumah sakit.
"Jangan sampai Jovi mendekat pada istriku," kata Arda pada sopirnya.
Sopir itu mengangguk paham. Dengan berat hati, Arda keluar dengan Aila. Ada rasa sakit saat melihat Sya dalam kondisi seperti itu. Apa lagi setelah dia mendengar penuturan Jovi. Jika Sya sudah menghapus perasaan mereka dan mencoba menerima pernikahan itu.
Dengan senyuman. Aila menggandengan tangan Arda dengan mesra. Arda tidak merasa terganggu atau risih. Karena, bukan hanya Aila yang pernah melakukannya. Ada satu atau dua wanita yang pernah melakukannya.
"Kau terlihat khawatir. Apa karena Sya?" tanya Aila.
Arda menggeleng. Dia masuk ke mobil dan diikuti oleh Aila. Beberapa kali Aila mencoba mengganggu Arda. Walau tetap, dia masih berharap Arda akan memilihnya dari pada Sya.
"Apa kau mencintai Sya dan menikahinya?" tanya Aila.
Diam, itu yang dilakukan Arda.
Aila menatap Arda, "Apa aku tidak cantik? apa aku kurang cantik dari Sya."
"Apa yang kau katakan?" tanya Arda.
"Aku kaya, aku juga cantik. Bahkan, Ibumu juga memilihku. Kenapa kau mau menikahi Sya."
Arda tidak bisa mengatakan alasannya pada Aila. Atau dia akan mengatakan pada Mila tentang Jovi. Awalnya memang karena tidak ingin Jovi dan Mila berpisah.
"Katakan padaku alasanya," kata Aila lagi.
"Kau bisa diam tidak? aku sedang memikirkan hal lain," bentak Arda.
Kali ini Aila dibuat kesal oleh pria itu. Baru kali ini, Aila mendapat bentakan karena wanita lain. Aila memilih diam dan terus diam sampai akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
***
Sya terbaring lemah. Walau saat ini sudah siuman, tetap saja kondisinya belum stabil. Sya terbangun tanpa siapapun di sampingnya.
Tidak lama sopir pribadi Arda masuk membawakan minuman untuk Sya. Diam, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Sya.
Kesal dan merasa tidak dihargai sama sekali oleh Arda. Jika memang dia tidak mencintai Sya, kenapa dia harus menyuruh seorang sopir membawanya ke rumah sakit.
"Tuan akan segera datang," kata Sopir itu.
"Aku tidak berharap," ucap Sya.
Lalu sopir itu keluar dari ruang rawat Sya. Tidak ada ponsel atau apapun saat ini. Sya tidak bisa menghubungi Ibunya atau temannya.
Sya ingat, sampai saat ini dia tidak mendapat kabar dari Eri. Apa mungkin Eri benar-benar sudah melupakannya. Ada rasa kesal karena dulu memilih Jovi dari pada Eri.
"Jika ada dia. Pasti aku tidak akan merasa kesepian lagi," lirih Sya.
"Apa kau merindukan aku?"
Sya menoleh dan melihat Eri datang dengan senyumannya. Dia bahkan membawakan parsel buah untuk Sya.
Beberapa kali Eri menoleh ke arah lain ruangan. Tidak ada yang dia temukan selain Sya yang masih terlihat lemah.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Eri.
Sya tersenyum, "Aku baik. Kau bagaimana?"
"Aku selalu baik. Dimana Arda?" tanya Eri.
Sya menggeleng. Pertemuan ini tidak mungkin dia akan menceritakan pernikahan itu. Jadi, Sya memilih untuk mencari alasan agar terlihat baik.
Banyak hal yang mereka bicarakan. Intinya, mereka saling minta maaf atas apa yang sudah terjadi. Ada rasa gengsi satu sama lain, hanya saja mereka memilih untuk kembali berbagi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments