Sudah beberapa hari terakhir Viona mendiamkan Bima. Ia jarang sekali membuka pembicaraan, dan ketika Bima bertanya padanya, Viona hanya menjawab seperlunya.
Bahkan Viona sudah sangat jarang menyajikan sarapan, dia masa bodo dengan Bima dan tidak peduli lagi suaminya itu sarapan atau tidak, toh sebelumnya juga dia tidak pernah absen memasak pagi-pagi dengan bersusah payah agar bisa menyiapkan sarapan untuk Bima, tetapi suaminya itu lebih sering mengabaikan dan sama sekali tidak menghargai kerja kerasnya yang berusaha membuatnya.
Untuk sarapannya sendiri Viona memilih membeli di kedai penjual yang banyak bertebaran di sepanjang jalanan menuju ke butik.
Pagi ini Viona sudah bersiap-siap untuk berangkat ke butik, saat dirinya keluar dari rumah ternyata Bima masih berada di teras duduk di kursi santai sambil membaca koran.
Langkahnya terhenti, Viona hendak bertanya kenapa Bima masih belum berangkat bekerja. Namun, ia mengurungkannya, Viona masih merasa kesal pada Bima karena sampai sekarang suaminya itu belum juga mengucapkan maaf padanya.
Tidak dipungkiri akhir-akhir ini Bima memang bersikap lembut dan lebih peduli padanya. Bima tidak pernah membentaknya lagi, bahkan tidak pernah lagi protes dengan apapun yang dimasaknya. Bima selalu memakannya meskipun yang tersaji adalah makanan yang dulu tidak disukainya.
Bima menolehkan kepala saat mendengar suara langkah kaki, terlihat istri mungilnya yang cantik tengah berdiri di ambang pintu menatap ke arahnya. Bima melipat dan menaruh koran yang dibacanya, ia bangkit dan menghampiri Viona.
"Kamu mau ke butik kan? Ayo kuantar, sekalian jalan ke kantor," ajaknya pada Viona.
Viona menatap Bima dengan ekspresi datar, walaupun sebenarnya hatinya mulai tergerak karena semakin hari Bima makin perhatian padanya. "Aku berangkat sama Mang Ujang aja, lagian aku mau mampir dulu ke tempat penjual nasi uduk," jawabnya dingin.
"Kamu mau mampir kemanapun kuantar," sahut Bima.
"Tapi nanti Mas kesiangan sampai ke kantor, karena aku ingin makan nasi uduknya di tempat penjualnya. Di sana pembelinya antri, sudah dipastikan akan membuang waktu Mas yang berharga itu," sahutnya ketus.
Bima tersenyum getir, memang tidak salah apa yang diucapkan Viona, karena selama ini dia lebih memprioritaskan pekerjaan dan hal pribadinya dibanding istrinya sendiri.
"Nggak apa-apa, kebetulan pekerjaan di kantor sedang senggang, jadi datang terlambat pun tidak masalah." Bima terus berusaha membujuk Viona agar mau diantar olehnya.
"Ayo kita berangkat, Vi. Nanti nasi uduknya kehabisan."
Akhirnya Viona masuk terlebih dahulu ke dalam mobil, dengan bersemangat Bima menyusul masuk dan duduk di kursi belakang kemudi, tersungging senyuman di wajahnya karena telah berhasil membujuk istrinya.
Di tengah perjalanan Bima mampir ke tempat penjual nasi uduk yang diinginkan istrinya itu. Dan ternyata benar apa yang dikatakan Viona, yang membeli di kedai itu membludak hingga antriannya panjang mengular, Viona sebenarnya tahu bahwa Bima paling tidak sabaran dengan keadaan mengantri seperti ini untuk mendapatkan sesuatu, sudut matanya melirik Bima yang ikut berdiri mengantri di sampingnya.
"Sudah kubilang kan, kalau di sini pembelinya antri, jadi tidak perlu menemaniku. Bukannya Mas paling tidak suka jika harus mengantri? Mas pernah bilang padaku bahwa hal seperti ini hanya membuang-buang waktu saja. Tapi bagiku semua ini tidak masalah, karena kesabaran kita setimpal dengan rasa yang disajikan disini." Viona berkata panjang lebar, sudah tidak takut lagi kalau- kalau Bima membentaknya karena sikap keras kepalanya sekarang ini.
"Sama sekali tidak masalah, aku akan menemani hingga selesai." Bima meraih tangan Viona ke dalam genggamannya.
Viona menatap suaminya penuh tanya, batinnya bertanya-tanya, sikap Bima yang berubah drastis malah membuat rasa takut mulai menyeruak di hatinya.
Pasti ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi pada suaminya, pikiran-pikiran buruk terus berputar di otaknya, tetapi tidak ada satupun yang dapat menjawab sejuta tanya yang kini berkecamuk di benaknya. Menurutnya, tidak mungkin seseorang tiba-tiba berubah hanya dalam waktu singkat.
"Mas, ada apa sih sebenarnya, tiba-tiba bersikap peduli padaku?" Viona menatap Bima dengan raut wajah penuh tanda tanya.
"Memangnya tidak boleh ya, aku perhatian pada istriku sendiri," jawab Bima lirih.
Viona menghela napasnya kasar. "Bukan begitu, tapi_"
Kata-katanya terjeda sejenak. "Sudahlah, aku sedang tidak ingin membahasnya sekarang." Viona tidak meneruskan apa yang ingin diucapkannya, juga sudah gilirannya memesan nasi uduk setelah mengantri dengan sabar.
*****
Bima menghentikan mobilnya di depan butik, ia bahkan turun terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Viona.
"Nanti sore kujemput, jangan pulang sendiri."
Viona hanya mengangguk dan segera berlalu masuk ke dalam butik. Bima menatap punggung istrinya yang berjalan tanpa menoleh lagi.
Bima merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Aku ingin mulai hari pesananku diantar ke kantor. Jangan lupa harus yang berkualitas terbaik seperti biasa, aku sudah siapkan bayaran yang setimpal, jadi jangan mengecewakanku!" perintahnya pada seseorang.
"Kenapa tidak datang ke apartemen seperti biasanya, bukankah jika di tempatku lebih nyaman? Apakah kantor aman?" tanya suara di seberang telepon.
"Aku tidak ingin kejadian di apartemen tempo hari terulang lagi. Bukankah kamu sangat paham aku ini orang yang seperti apa? Jadi sebaiknya kamu turuti kata-kataku, atau aku akan meminta pada yang lain saja. Ingat, untuk tetap berhati-hati jangan sampai diketahui oleh siapapun," tegasnya.
"Kamu jangan khawatir, aku pasti selalu berhati-hati. Akan kusiapkan yang spesial dan terbaik untuk kamu cicipi dan nikmati, aku jamin kamu akan sangat menyukainya."
"Bagus, aku tunggu siang ini juga!" Bima mematikan sambungan teleponnya, menaruh ponselnya kembali ke dalam saku jasnya kemudian masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju kantor.
*****
Viona sedang memeriksa laporan penjualan dan juga melihat agendanya untuk hari ini. Ia baru ingat bahwa siang ini mempunyai janji bertemu Arjuna untuk membicarakan masalah kain yang akan dipesannya. Viona meraih ponselnya hendak menghubungi Juna bertepatan dengan pintunya yang diketuk dari luar.
"Masuk," seru Viona.
Kemudian pintu terbuka, ternyata Sita salah satu pegawai kepercayaannya yang mengetuk. "Bu, ada yang nyariin tuh, cowok kece nan ganteng, bilangnya sih temennya Ibu," ucap Sita.
Apakah Juna yang datang? Gumamnya dalam hati.
"Oh iya, persilakan dia masuk dan tolong buatkan dua cangkir teh madu," pinta Viona.
"Baik." Sita segera keluar dari ruangan itu.
Tak lama terdengar suara derap sepatu yang beradu dengan lantai dan benar saja memang Juna yang datang, Ia berdiri di ambang pintu dengan tangan yang dimasukkan ke saku celananya.
"Hai ibu hamil yang memesona, bagaimana kabarmu?" sapanya pada Viona sambil tersenyum manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
waduh psn paan tuh.... jgn2 ngedrug ki lakik 😡😡
2024-01-21
0
Mak sulis
wadduh..jangan jangan bima pemakai obat terlarang
2024-01-05
0
Mak sulis
kayaknya feeling Viona bener deh..perubahan Bisma yg mendadak pasti ada udang dibalik rempeyek..
2024-01-05
0