Halo my beloved readers, terima kasih banyak atas apresiasi dan dukungan kalian untuk ceritaku ini. Jangan lupa budayakan tinggalkan jejak kalian setelah membaca berupa like, komentar, serta vote seikhlasnya. Dukungan kalian selama ini melalui like dan juga komentar positif membuatku semakin semangat menulis.
Follow juga Instagramku @senjahari2412 untuk mengetahui informasi seputar cerita-cerita yang kutulis.
Selamat membaca....
😘💕
*****
Viona tetap tidak membuka mulutnya, malah menatap Bima keheranan. Ini adalah pertama kalinya suaminya itu bersikap penuh perhatian padanya, membuatnya merasa asing akan sesuatu yang harusnya lumrah terjadi di antara pasangan menikah.
Orang-orang di sekelilingnya mengamati mereka berdua. Viona merasa canggung ditatap intens oleh orang-orang yang juga sedang membeli makanan di sana.
"Beruntungnya Mbak ini, suaminya udah cakep perhatian pula," celetuk seorang wanita umur tiga puluhan yang juga sedang makan di situ. Posisi wanita itu duduk berhadapan dengan mereka, hanya terhalang meja kayu panjang sebagai pembatas.
Viona menganggukkan kepalanya dan tampak kikuk. Ia merasa risih karena mata orang-orang di sekelilingnya terus tertuju padanya dan Bima.
Bima masih mengangkat sendok di depan mulutnya. Viona sebenarnya masih sakit hati, berhubung karena sekarang ini sedang berada di tempat umum dan apa yang tengah dilakukan Bima menarik perhatian banyak orang, akhirnya dengan terpaksa Viona membuka mulutnya dan membiarkan Bima menyuapinya.
Viona mengunyah makanannya dengan malas, bahkan rasa ketupat sayur yang tadinya lezat memanjakan lidah, kini terasa begitu hambar karena kehadiran Bima yang duduk begitu dekat disebelahnya.
"Kalau mau nambah pesan lagi aja," ucap Bima sementara tangannya kembali menyuapi Viona.
"Gak usah, Mas. Aku sudah kenyang," jawabnya singkat.
Viona meraih gelas yang berisi air teh hangat dan meminumnya tergesa-gesa kemudian diletakkannya kembali gelas yang sudah kosong itu. Ia bangkit dari duduknya dan bermaksud membayar makanannya.
Bima segera berdiri, dengan cepat mendahului Viona dan memberikan uang pada penjual ketupat sayur. Viona mendelik dengan tatapan dingin kepada Bima, lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Bima di belakangnya.
Bima setengah berlari menyusul istrinya yang berjalan dengan cepat, ia meraih tangan Viona untuk menghentikan langkah istrinya itu.
"Vi, mau ke mana?"
"Aku mau pulang." Viona berusaha menepis tangan Bima yang mencengkeramnya dengan erat.
"Tapi mobil diparkir di sebelah sana, di dekat gerbang komplek. Kamu pasti melihatnya juga bukan? Ayo, kita pulang sama-sama." Bima hendak menarik Viona menuju mobilnya, akan tetapi Viona menolak dan meronta ingin melepaskan diri.
"Aku mau pulang jalan kaki saja, tadi aku juga berangkat kesini berjalan kaki sekalian olahraga. Jadi silakan Mas pulang dengan memakai mobil. Lagi pula aku sering berjalan ke sini sendirian untuk membeli makanan yang kuinginkan, karena aku tidak punya seseorang yang sudi untuk mendengarkan permintaan wanita hamil ini," sahutnya ketus.
Viona menghentakkan genggaman Bima, berbalik badan bermaksud segera pergi dari sana. Dengan cepat Bima menghalangi jalan Viona dengan tubuhnya sendiri.
"Vi, tolong. Ikutlah pulang denganku, tidak enak dilihat orang-orang jika aku membiarkan istriku pulang sendiri berjalan kaki dalam keadaan hamil. Kenapa tadi pagi kamu tidak memintaku untuk diantar ke sini?" tanya Bima sambil memegang bahu Viona.
"Tadi pagi sopir belum datang jadi aku berjalan kaki ke sini. Memangnya kenapa kalau aku berjalan berkeliaran sendirian? Bukankah selama ini biasanya Mas tidak pernah peduli ataupun bersedia jika aku meminta untuk diantar? Bahkan memeriksa kehamilan ke dokter pun aku lebih sering pergi bersama sopir." Viona menatap tajam pada Bima.
Hati Bima mencelos mendengar penuturan istrinya. Semua yang dikatakan Viona memang benar adanya, selama ini dia sangat jarang mendengarkan apa keinginan istrinya, bahkan bertanya tentang apa yang diinginkan ataupun yang disukai Viona, Bima tidak pernah melakukannya.
Semua yang ada di otaknya hanya tentang pekerjaan dan tentang rahasianya, rahasia yang selama ini ditutupinya rapat-rapat agar tidak sampai diketahui oleh keluarganya terlebih lagi oleh Viona.
Sebuah rahasia besar yang tidak akan pernah dibayangkan oleh orang-orang di sekelilingnya, karena jika sampai semua itu bocor maka masalahnya tidak akan sederhana, imbasnya mungkin bisa berefek buruk pada perusahaan jika publik mengetahui tentang rahasianya.
Selama ini Bima dikenal sebagai pribadi yang tertutup, bahkan teman-teman terdekatnya tidak menyangka ketika akhirnya Bima memiliki status menikah dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Di mata mereka, sosok Bima yang dingin pada akhirnya membina rumah tangga seperti sebuah keajaiban yang sangat langka terjadi.
"Ya sudah, kalau begitu kutemani berjalan kaki," sahutnya lembut, tidak bernada tinggi seperti seruan Bima sebelum-sebelumnya.
"Terserah!" balas Viona malas.
Viona berjalan lebih dulu, sedangkan Bima mengekor di belakangnya. Sesekali Viona menoleh ke belakang dan ternyata Bima benar-benar berjalan kaki mengikutinya. Ia merasa aneh, ada apa dengan suaminya itu, sejak semalam sikap Bima sungguh di luar kebiasaannya.
Di sepanjang jalan banyak yang menolehkan pandangan pada pasangan yang sedang berjalan beriringan itu. Bagi Viona perjalanan pulang kali ini terasa begitu lama, padahal saat berangkat tadi ia merasa ringan melangkahkan kakinya, kalau tahu begini lebih baik ia mengikuti ajakan Bima untuk pulang menggunakan mobil tadi.
"Dek, kok istrinya gak digandeng? Malah dibiarkan jalan sendiri padahal lagi hamil, sebagai suami harusnya lebih perhatian saat istrinya sedang hamil begitu," celetuk seorang ibu paruh baya yang berjalan berlawanan arah dengannya, dan si ibu langsung berlalu setelah menyemburkan pendapatnya.
Bima kikuk dan bingung entah harus bersikap bagaimana. Ia mengusap tengkuknya gugup, kemudian melangkah lebih cepat menyusul Viona dan berjalan berdampingan dengannya. Bima meraih telapak tangan Viona dan menautkan jari jemarinya
Lagi-lagi Viona berusaha melepaskan genggaman tangan Bima. Namun, saat melihat sekitarnya ia mengurungkan niat. Ternyata banyak pasang mata yang memerhatikan mereka, jadi Viona hanya bisa membiarkan saja apa yang dilakukan Bima.
*****
Siang harinya Viona berkutat di dapur untuk memasak makan siang. Ia membuat menu favoritnya yang tidak disukai oleh Bima, karena saat ini rasa sakit di hatinya masih mendominasi sehingga mendorongnya untuk terus memberontak.
Viona menata sajian untuk makan siang di atas meja. Ia memasak cumi goreng tepung, ikan sarden saus pedas dan cah jamur. Ketiga menu ini adalah makanan yang paling tidak disukai oleh Bima, tetapi justru Viona sangat menyukai ketiga jenis masakan tersebut.
Bima menuju meja makan dan menarik kursi untuk duduk, saat melihat menu yang tersaji Bima mengerutkan keningnya. Semua makanan yang ada di hadapannya sekarang tidak ada satupun yang disukainya, sedangkan Viona seperti acuh tak acuh seolah tidak melihat keberadaan Bima yang sudah duduk bersisian dengannya.
Viona mengambil nasi serta lauk pauknya ke dalam piring untuk dirinya sendiri dan menyantap makanannya dengan lahap, sama sekali tidak mempedulikan Bima yang hanya terpaku sambil menatap hidangan dan juga dirinya secara bergantian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Harri Purnomo Servis Kamera
rasain tuh Bima
2025-01-06
0
Niswa
entah keberapa kalinya aku baca part ini, tetep aja bikin mewek kak hiks
2024-10-19
0
Ita Mariyanti
perselingkuhan kah🤔🤔
2024-01-21
0