Hallo my beloved readers, jangan lupa tinggalkan jejak kalian setelah membaca, happy reading 💕💕
*****
Juna mengantarkan Viona pulang ke rumahnya, mobilnya berhenti tepat di depan gerbang rumah besar bercat krem tersebut.
"Jun makasih ya udah nganterin, tapi maaf aku tidak bisa mengajakmu mampir dulu ke dalam karena suamiku sedang tidak ada di rumah, maaf banget." Viona menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Sayang sekali ya, padahal aku ingin sekali berkenalan dengan suamimu, aku ingin bertemu laki-laki beruntung yang telah berhasil memperistri seorang Viona." Juna setengah memelas, nada suaranya merendah.
"Dasar kau ini, mungkin lain kali ya. Kalau begitu aku masuk dulu." Viona hendak turun dari mobil, tetapi Juna menahan tangannya.
"Vi, ini nomor ponselku, siapa tahu kamu membutuhkannya untuk berkonsultasi masalah kain denganku, ataupun jika kamu butuh teman bicara." Juna menyelipkan kartu namanya ke tangan Viona.
Viona melihat kartu nama itu dan menyimpannya ke dalam tas, lalu tersenyum manis pada Juna. "Aku pasti menghubungimu, hati-hati pulangnya."
Viona beranjak turun dari tempat duduknya, menutup pintu mobil dan melambaikan tangannya. Juna mengangguk, lalu Viona segera melangkah masuk ke dalam rumahnya.
Juna menatap punggung Viona yang semakin menjauh dari pandangannya yang kemudian menghilang di balik pintu. Ia menghela napasnya berat, menyugar rambutnya dan juga mengusap wajahnya kasar. Juna menyandarkan dirinya di kursi kemudi. Memejamkan mata, mengatur napas dan berusaha meredam gejolak hatinya.
Juna datang menghadiri reuni dengan harapan bertemu Viona kembali, ia sudah bertekad bahwa tidak akan memendam perasaannya lagi. Akan tetapi, saat kembali berjumpa ternyata Viona sudah tidak sendiri lagi. Jadi sepertinya seumur hidup Juna harus memendam perasaannya dan menyimpannya di lubuk hati terdalam.
Juna memutar balik mobilnya dan melaju pergi perlahan. Viona memang sudah menikah, tetapi mereka masih bisa berteman. Walaupun tidak bisa menjadi seseorang yang mengisi hati Viona Juna tidak keberatan sama sekali, asalkan masih dapat bertemu dan melihat wajah cantik pujaan hatinya itu sudah cukup baginya.
*****
Viona masuk ke dalam rumah dan merebahkan diri di sofa. Ia mudah merasa lelah karena efek dari kehamilannya. Diusapnya perutnya dengan lembut dan sebuah senyuman terbit di wajahnya.
Hari ini Viona merasa begitu senang, sejenak bisa melupakan keluh kesah di hatinya. Selain bisa bertemu kembali dengan teman-temannya ia juga puas karena akhirnya bisa menyantap makanan yang diinginkannya sejak semalam. Matanya mulai terkantuk-kantuk, dan beberapa saat kemudian Viona tenggelam masuk ke dalam tidur lelap yang membuainya.
Viona bermaksud untuk segera memasak saat tiba di rumah, hanya saja karena kelelahan ia malah ketiduran di sofa. Matanya terpejam damai, bahkan terdengar dengkuran halus menandakan bahwa Viona terlelap sangat dalam.
****
Bima baru saja tiba di rumah, saat masuk ia melihat Viona sedang tertidur lelap di sofa ruang keluarga. Bima beranjak ke ruang makan dan dilihatnya meja makan itu masih bersih belum ada makanan sama sekali. Rahangnya mengetat dan giginya gemeletuk, ia menghampiri sofa dan mengguncangkan tubuh Viona.
"Vi, Viona ... bangun kamu, Viona!" Bima berteriak tepat di telinga istrinya itu.
Viona terperanjat kaget, seketika terbangun dari tidurnya. Pandangannya masih berkunang-kunang karena terbangun dengan paksa di tengah tidur lelapnya. Saat matanya terbuka sempurna ia terkesiap, melihat Bima sudah berada di hadapannya dengan mata yang berkilat penuh amarah.
"Mas, ka-kapan pulang?" Suara Viona bergetar ketakutan. Ia segera mendudukkan dirinya, seketika tubuhnya menegang dan dadanya bergemuruh melihat ekspresi Bima yang menggelap.
"Kamu ini jadi istri sebenarnya ngapain aja hah? Suami pulang tidak ada makanan sama sekali dan malah enak-enakan tidur!" Seru Bima pada Viona dengan suara yang memekakkan telinga.
"Kamu sendiri yang bilang ingin memasak untukku dan tidak akan membiarkan asisten rumah tangga yang melakukannya. Tapi mana tanggung jawab atas perkataanmu!"
"Ma-maaf Mas, tadi setelah pulang dari reuni aku tidak sengaja ketiduran karena tubuhku lelah sekali. Mu-mungkin ini karena bawaan bayi," sahutnya dengan suara bergetar.
"Halah, gak usah cari-cari alasan, bilang saja kalau kamu itu malas. Jangan jadikan anak dalam perutmu itu sebagai senjata untuk mengelak dari kewajibanmu!" Bima membentak Viona dan tangannya menggebrak meja yang ada di sisi sofa.
Viona berjengit kaget, ia menautkan kedua jari jemari tangannya seolah mencari kekuatan, dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis walaupun hatinya terasa perih luar biasa diperlakukan seperti itu oleh suaminya.
"Ka-kalau begitu Mas pengen makan apa? Aku ... aku buatkan sekarang?" cicit Viona dengan wajah tertunduk ketakutan.
"Udah telat! Sekarang aku sudah tidak lapar lagi, dan semua ini gara-gara kamu yang tidak becus melayani suami." Bima menyambar kembali kunci mobilnya yang tergeletak di meja.
"Mas, mau kemana?" Viona segera bangkit dan menahan lengan Bima.
"Bukan urusanmu. Minggir!" Bima menghentakkan tangan Viona dari lengannya dengan kasar. Viona tidak menyerah, ia berlari dan menghadang langkah Bima menggunakan tubuhnya.
"Mas, aku minta maaf karena tidak sengaja tertidur hingga melalaikan kewajibanku, tolong jangan pergi. Jika ada masalah di antara kita, bisakah dibicarakan baik-baik? Jangan selalu seperti ini, Mas Bima dengan seenaknya meninggalkan rumah sesuka hati tanpa menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Dan juga pernahkah Mas memikirkan perasaanku yang mencemaskan kemana sebenarnya suamiku pergi?"
Suara Viona tersengal menahan sesak di dadanya, baru kali ini dia berani menyuarakan apa yang ingin disampaikannya. Kristal bening mulai berkumpul di sudut matanya bersiap meluncur untuk memberikan jejak basah di pipi mulusnya.
"Kemanapun aku pergi itu bukan urusanmu! Jangan menghalangiku!" Bima setengah mendorong tubuh Viona kesamping agar tidak menghalangi jalannya.
"Tapi aku ini istrimu Mas! Aku berhak tahu kemana suamiku pergi."Viona balas berteriak.
Bima terus melangkahkan kakinya dengan cepat menuju garasi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah tanpa memperdulikan teriakan Viona yang berurai air mata.
Tubuhnya luruh ke lantai, Viona menangis sejadi-jadinya, semakin hari ia semakin tidak mengerti dengan watak suaminya, padahal baru kali ini Viona tidak menyiapkan makanan untuk Bima. Lagi pula biasanya Bima lebih sering makan di luar walaupun Viona sudah bersusah payah untuk memasak.
*****
Bima melajukan mobilnya dengan kencang, kepalanya berdenyut dengan hebatnya. Ia membelokan kendaraanya ke sebuah apartemen, Bima mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
Bima naik ke lantai yang dituju menggunakan lift yang langsung terhubung dari basemen dan sampailah ia di depan sebuah pintu yang menjadi tujuannya sejak tadi. Bima menekan bel lalu pintu terbuka, ia tersenyum lebar dan tanpa ragu langsung melenggang masuk ke dalam apartemen tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Danny Muliawati
hmmm dasar bima egois ternyata oh ternyata
2024-12-24
0
Ita Mariyanti
maen selingkuh ki bima 😡😡😡
2024-01-20
0
Ibelmizzel
emosi aku.😠😠😠
2023-03-23
1