Mentari terlihat tersenyum-senyum. Jalannya yang begitu anggun, membuatnya tampak cantik kala itu. Entah apa yang membuatnya terlihat sebahagia itu. Yang pasti, wajahnya berbinar dan terlihat sesumringah mungkin.
"Hayooo... Baru tadi perasaan, kamu sudah jatuh cinta saja denganku." Endro datang dengan tiba-tiba dan menghalangi langkah kaki Mentari.
"Kamu ini... Mengejutkanku saja. Siapa juga yang jatuh cinta, heh?" Gerutu Mentari sembari memegangi dada kirinya. Pipinya terlihat merona.
"Makanya... Kalau jalan, jangan sambil melamun begitu. Nanti kamu kesandung bagaimana?" Endro terlihat begitu akrab menyapa gadis yang selama itu mencoba memusuhi dirinya.
"Apa pedulimu?" Mentari kembali berlagak ketus. Dia melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karena Endro tadi.
"Karena aku ini, heromu..." Sahut Endro seraya menahan lengan Mentari.
Mentari tersenyum.
"Ini apa?" Endro menunjuk ke pipi Mentari. Sesuatu yang tidak pernah dilihatnya di sebelum itu.
"Apa?" Mentari mengerinyit. Dia juga tidak tahu dengan apa yang dimaksudkan lelaki itu.
"Ada lobangnya..." Bisik Endro ke telinga Mentari seraya mengeluarkan seringai kecilnya.
Mentari kembali tersenyum. "Memangnya, Kamu baru melihatnya?"
Endro mengangguk.
"Aku bahkan tujuh tahun belakangan ini juga tidak lagi pernah melihatnya." Ujar Mentari menundukkan kepalanya. Sesuatu telah membuat hatinya kembali bersedih.
Endro mengangkat dagu runcing milik Mentari. "Nanti... Lubang ini akan lebih sering terlihat di pipimu ini. Kamu yang sabar, ya..." Ujarnya menenangkan gadis itu.
Mentari kembali menampakkan senyumannya. Dia mengangguk. "Terimakasih..." Ucapnya.
"Ayo... Kita bicaranya sambil jalan saja. Sepanjang perjalanan, sebelum persimpangan tempat kita berpisah nanti, bolehkah aku menggenggam jemarimu?" Endro terlihat meminta dengan sangat.
Mentari kembali mengangguk. Sorot matanya tidak pernah memancarkan sinar kebahagiaan seperti itu sebelumnya.
Mereka terus berjalan dengan langkah sedikit cepat. Endro paham, Mentari bisa terkena hukuman lagi jika dia terlambat sampai di rumahnya.
"Setelah ujian kelulusan nanti, apa kamu bisa ikut kegiatan perkemahan yang diadakan sekolah kita di puncak perbatasan?" Tanya Endro menghentikan langkahnya. Mereka telah mencapai persimpangan jalan kala itu. Tempat tujuan mereka terpisah.
Mentari harus melanjutkan perjalanannya ke kiri, sementara Endro akan tetap lurus menuju ke rumahnya.
"Aku tidak yakin untuk itu... Bapak pasti tidak akan mengijinkannya." Ujar Mentari sendu.
"Aku akan memikirkan cara untuk itu. Aku ingin mendengar kisahmu, Mentari. Bolehkah?" Tanya Endro memberikan rasa nyaman kepada gadis itu.
"Aku akan usahakan..." Sahut Mentari lirih.
Angin sepoi-sepoi mengacak anak rambut Mentari, hingga menutupi matanya. Dengan kemas, Endro menyelipkan anak rambut itu ke belakang daun telinga Mentari.
"Cantik..." Pujinya.
"Hah?" Mentari terkejut mendengar pujian itu.
"Kamu cantik. Teruslah tersenyum seperti ini..." Pinta Endro lagi. Dia menatap wajah Mentari dengan kehangatan yang dimilikinya.
"Kamu juga..." Ujarnya tersipu.
"Juga apa?" Endro pura-pura tidak paham.
"Iiih.." Mentari mencubit halus pinggang Endro. Dia semakin tersipu dibuatnya.
Endro meringis. "Memangnya juga apa?" Tanya Endro memastikan.
"Juga tampan kalau tersenyum..." Ungkap Mentari. Pipinya merona.
"Kalau begitu, aku akan selalu tersenyum untukmu." Janji Endro.
"Aku pernah melihatnya beberapa kali..." Ujar Mentari lagi.
"Benarkah? Kapan?" Tanya Endro tidak percaya.
"Rahasia... Nanti aku akan memberitahumu. Sekarang aku pulang dulu... Daaah..." Pamitnya seraya berlalu meninggalkan Endro yang semakin penasaran dibuat olehnya. Dia melambaikan tangannya.
Endro melepas kepergian Mentari yang lama kelamaan hilang dari pandangan matanya.
*****
Tidak terasa, Matahari telah mulai naik kala itu. Meski Nummi sudah mulai tersenyum kembali, tapi sisa air matanya masih membekas di pipi mulusnya. Cerita Endro mengenai penderitaan Mentari yang membuat Nummi sempat sesenggukan kala itu.
"Hey... Sayang, apa begitu menyedihkan bagimu?" Tanya Endro seraya mengusap lembut pipi Nummi.
"Mendengar dari Om saja sudah menyedihkan begitu, apalagi jika langsung melihatnya." Ujar Mentari.
Endro tersenyum. "Mudah-mudahan, kamu tidak pernah merasakan kepedihan seperti itu sayang."
Endro bangkit dari duduknya. "Besok sore, Om akan mengajakmu ke danau. Disana, Om akan melanjutkan ceritanya kembali. Sekarang kita balik ya, Sayang."
"Ke Danau, Om?" Tanya Nummi kegirangan.
"Iya..." Sahut lelaki paruh baya itu seraya tersenyum melihat betapa bahagianya gadis itu.
"Yeeyy... Makasih, Om... Nummi jadi tidak sabaran menunggu sore besok. Kenapa tidak sore ini saja, Om?" Protesnya.
"Sore ini, Om ada janji temu. Kamu tinggal sama Bibi Hanum saja di rumah ya, Sayang. Besok pagi juga ada jadwal pertemuan. Jadi, cuma sore besok jadwal Om yang kosong." Tuturnya menjelaskan.
"Owwhhh... Ya deh, Om." Nummi menurut.
"Ayo..." Ajak Endro lagi.
Sebelum mereka turun, Endro kembali menoleh ke tempat dimana dia pertama kali melihat Mentarinya dipukuli oleh Alex kala itu. Air matanya tiba-tiba saja jatuh melewati pipinya yang sedikit berisi.
.
.
.
.
.ENDRO DEWASA YA...
Hihihi😃
jangan protes🤐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
🍁𝐟𝐢𝐚❣️❀∂я💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
Ini pasti visual'y saudara'y author 😂😂😂
2021-10-23
0
urr.
imajinasi lebih manteup thorrr
2021-08-11
1
urr.
thorrrrr jgn dikasih visual thorrrrrr.. yg di cover aja gop thorrrrr..
2021-08-11
1