Pagi pertama bagi Nummi di kota kelahiran Endro untuk liburannya kali itu. Dan kali itu pula, dia tidak ditemani Ayah dan Bundanya.
Sesuai dengan janji Endro, mereka pagi itu berkunjung ke pemakaman keluarga lelaki paruh baya itu, yang pernah menjadi pengawalnya keluarga Ghani.
"Om End..." Panggil Nummi lirih.
"Humm..." Sahut Endro pelan.
"Bolehkah Nummi bertanya sesuatu?" Tanya Nummi lagi dengan sedikit sungkan.
"Kamu mau tanya apa, Sayang?" Endro mulai menoleh kearah gadis di sampingnya saat itu.
"Nummi tidak pernah tau tentang ibunya Om Endro..." Ujar Nummi semakin merasa tidak enak. Tetapi rasa kepenasaranan yang bersarang di benaknya, mendorong hatinya agar bibirnya mau bertanya kepada Omnya itu.
"Om bahkan tidak pernah melihat Beliau, Sayang... Tapi yang Om tau, Beliau sangat baik. Ayah Om, selalu menceritakannya." Mata Endro tampak memerah dan menelaga saat itu.
"Maaf Om... Om tidak perlu melanjutkannya. Nummi paham kok, Om." Ujar Nummi menghentikan cerita Endro.
"Tidak apa-apa, Sayang. Sudah saatnya Om berbagi tentang Ibu Om kepada seseorang. Dan itu kamu. Bukankah kamu ingin tahu semua cerita hidup, Om?" Endro tersenyum. Dia terlihat yakin dengan ucapannya saat itu.
"Tapi Beneran tidak kenap, Om?" Tanya Nummi lagi. Dia masih merasa tidak enak saat itu.
"Iya, Nak. Ayo kita berteduh di bawah pohon itu." Telunjuk Endro mengarah ke sebuah pohon besar di dekat sana dan tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri saat itu. "Om akan memulai cerita Om hari ini. Cerita Om begitu panjang. Nanti kamu bosan mendengarnya."
"Nummi yakin, Nummi tidak akan bosan." Ujar Nummi begitu mantap ingin mendengar cerita dari Endro.
Nummi dan Endro duduk di bawah pohon itu. Disana ada batu besar yang membuat mereka bisa nyaman untuk duduk dan bercerita. Ditambah, semilir angin menyejukkan tubuh mereka.
Endro menerawang. Ingatannya kembali ketika dia masih kecil kala itu.
*****
"Endro kecil. Saat itu dia masih berada di bangku SD. Pakaian putih merah terlihat rapi terpasang di batang tubuhnya.
Dia murid yang pendiam di sekolahnya. Setiap harinya, selalu ada saja teman sekolahnya yang suka membully dirinya.
Mereka selalu saja mengejeknya, menanyakan dimana keberadaan ibunya.
Tetapi, bukan itu yang membuatnya marah. Dia hanya marah ketika bibirnya tidak mampu menjawab pertanyaan sepele dari teman-temannya itu.
Bisa saja dia menjawab, dengan mengatakan apa saja yang ada di dalam pikirannya. Hanya saja, bukan menjawab pertanyaan teman-temannya itulah yang menjadi penyebab dirinya kecewa. Melainkan jawaban dari ayahnya sendiri." Endro terpaku. Sesaat, dia mengatur nafasnya dengan baik. Kemudian dia mengeluarkan sedikit senyumannya.
"Memangnya kakek menjawab apa, Om?" Tanya Nummi ketika merasa cerita itu di gantung Endro.
" 'Ibumu di Syurga-Nya'... Itulah jawaban yang selalu Om terima dari Ayah Om."
"Di Syurga? Apa itu artinya Nenek sudah meninggal kala itu, Om?" Tanya Nummi lagi semakin penasaran.
Endro mengangguk.
"Berarti itu jawaban yang bagus... Dan harusnya Om senang kala itu..." Ujar Nummi tampak berpikir.
"Iya... Kamu yang tujuh belas tahunan bisa menjawab seperti itu, Sayang. Tapi, waktu itu Om masih kecil." Nummi mengerutkan dahinya semakin tidak mengerti.
"Apa bedanya, Om?"
"Beda, Sayang. Awalnya, Om senang mendengarnya. Dan ketika teman-teman Om bertanya lagi, Om menjawabnya begitu. Tapi, teman-teman Om malah semakin mengejeknya. Dia bilang 'Kenapa kamu tidak ikut dengan ibumu ke Syurga? Disana kan Enak?' Begitu kata mereka..."
Nummi mangut-mangut. "Jadi?"
"Ayah Om akhirnya menjanjikan, bahwa Beliau akan menceritakan kepada Om, ketika Om sudah berumur tujuh belas tahun."
"Kenapa begitu, Om? Om juga seperti itu terhadap Nummi." Gadis itu semakin penasaran.
"Karena, kata Ayah Om ketika kita sudah berusia tujuh belas tahun, seseorang akan mulai mencoba berpikir kritis. Dia akan berpikir seperti orang dewasa. Dan pastinya, dia akan mencoba kuat, apabila mengalami tekanan."
"Begitu ya, Om?"
Endro mengangguk. "Om melihat itu padamu, Sayang. Gadis baiknya Om. Putri kebanggaan kami semua." Ujarnya tersenyum. Dia sedikit membelai kepala Nummi. "Sejak Ayah Om berjanji seperti itu, Om tidak lagi mau bertanya. Om hanya terus menunggu dan berharap, agar umur Om bisa mencapai tujuh belas tahun. Sama sepertimu, Sayang. Kamu tidak menagihnya ketika usiamu belum mencapai tujuh belasan. Tetapi, setelah mencapai tujuh belas tahun, kamu kembali menagihnya dan sama sekali tidak melupakannya.
Om mau berbagi cerita kepadamu di usiamu yang sekarang, agar kamu mampu merasakan dan hanyut dalam cerita Om. Om tidak mau menangis sendiri..." Endro sedikit menyeringai.
"Dan Om juga tahu, kamu persis seperti ibumu. Dia orang pertama yang mau mendengar cerita Om, tanpa dimintanya. Tapi, entah kenapa Om bisa nyaman setelah bercerita kepadanya." Endro kembali terlihat menerawang. "Maka dari itu, Om bersedia bercerita kepadamu, Sayang. Karena kamu adalah pendengar yang baik, sehingga Om percaya untuk berbagi kisah Om terhadapmu."
"Terimakasih, Om. Nummi akan dengan senang hati mendengar semua tentang kisah hidup, Om. Sang pengawal tampan Ayah dan Bunda..."
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Isma Wati
thor otakmu sngguh encer ya... 🥰🥰🥰🥰💪💪💪💪
2021-07-30
1
Fatonah
jngn smpai bwang pd bertbran, bsa btal puasa 😁
2021-05-06
1
Lina Susilo
auto bawang nih
2021-02-22
2