Endro tujuh belas tahunan sudah tidak mampu lagi bertanya dan berkata apa-apa. Baginya kala itu, dengan mengungkit kembali tentang ibunya hanyalah menjadi hal yang paling menyakitkan di dalam hidupnya.
Sakit melihat duka yang tersirat di wajah Ayahnya itu. Sebelumnya, dia tidak pernah melihat duka disana. Mungkin Ayahnya yang terlalu pandai menyurukkan kesedihan darinya.
"Maaf Ayah..." Hanya itu, kata yang keluar dari mulutnya. Tampak penyesalan yang mendalam di mata Endro.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, End? Apa kamu malu? Kecewa? Atau kamu marah?" Tanya Kamil memberanikan diri menatap lekat wajah putranya.
"Tidak Ayah... Untuk apa?" Tanyanya seraya mendekat ke arah Ayahnya.
"Setelah mengetahui tentang Ayah adalah seorang mantan nara pidana..." Sahut Kamil datar.
"Tidak, Yah... Ayah tidak bersalah. Jadi bagiku, Ayah bukanlah seorang mantan nara pidana... Aku bangga punya Ayah dalam hidupku." Isak Endro. Dia bersimpuh di bawah kaki ayahnya, dan menangkupkan wajahnya yang basah di paha ayahnya itu.
"Terimakasih, End... Kamu benar-benar putra Ayah yang sudah beranjak remaja. Berpikiran seperti orang dewasa. Jika ibumu masih ada, dia pasti sangat bangga terhadapmu...
Prestasimu di sekolah juga sangat luar biasa, Nak...
Suatu hari nanti, Ayah yakin kamu akan menjadi orang yang sukses. Dan kamu hanya akan bertemu dengan orang-orang baik, Nak..." Ujar Kamil sembari mengelus lembut kepala putranya itu.
"Ayah bersyukur, Ayah mendapatkan remisi dari pidana yang Ayah terima. Sehingga Ayah masih bisa menemuimu di usia balita. Kamu yang belum mengerti apa-apa kala itu..."
"Maafkan aku, Ayah..." Kembali, hanya itu yang mampu diucapkan Endro kepada Ayahnya.
*****
Beberapa kali Nummi menyeka air matanya. Dia sesenggukan mendengar cerita tentang ibunya Endro.
"Ooom..." Nummi memeluk Endro dengan begitu manja.
"Kenapa?" Tanya Endro menampakkan senyumannya.
"Kenapa begitu menyedihkan? Hiks... Hiks... Apa Om baik-baik saja? Om tidak marah kepada Nummi, kan?" Tanya Nummi penuh penyesalan.
"Kenapa Om harus marah kepadamu, Sayang?" Endro mengusap lembut pundak gadis itu.
"Nummi kembali membuka lebar luka Om yang sudah lama sembuh..." Ujarnya semakin merasa bersalah.
"Belum terlalu lebar, Sayang. Masih sedikit. Mungkin cuma serasa memar..." Gurau Endro menenangkan Nummi yang sudah seperti anak kandung baginya.
"Ih... Om masih saja bercanda. Nummi benar-benar merasa tidak enakan tau..." Sungutnya.
Endro cengengesan. Dia menyeringai melihat tingkah menggemaskan yang saat itu diperlihatkan oleh Nummi.
"Masih ingin lagi?" Tanya Endro menggoda gadis itu.
Nummi menggeleng, meski di dalam hatinya begitu ingin.
"Tapi Om ingin menceritakan semuanya kepadamu, Sayang." Protes Endro.
"Nummi takut, nanti ada yang lebih sedih lagi dari ini. Memar yang Om katakan bisa parah, takutnya inveksi..." Ujarnya membalas gurauan Endro.
Endro terkekeh mendengar kata-kata Nummi.
"Om tidak apa-apa, Sayang. Om malah berharap, ada seseorang yang Om percayai mau mendengar cerita tentang kisah hidup Om." Pinta Endro benar-benar jujur dari hatinya yang paling terdalam.
"Beneran?" Nummi menatap mata Endro, dia berusaha menapaki perasaan yang tersuruk di dalam sana.
"Iya, Sayang..." Endro mengangguk. Dia menatap lekat pemakaman keluarganya disana.
Dulu Bundamu juga pernah mendengar tentang kisah Om. Tapi Om takut, Om takut perasaan Om tidak terkendalikan kala itu...
Bundamu sangat mencintai Ayahmu yang manja itu, Sayang. Sehingga Om benar-benar harus menutup kemungkinan untuk jatuh cinta lagi.
Karena, hanya Bundamu yang mampu membuat perasaan Om kembali pulih setelah luka melumpuhkan harapan hidup Om.
"Oom..." Nummi mengibaskan tangannya di depan wajah Endro.
"Eh... I-iya, Sayang..." Endro gelagapan.
"Om benar-benar tidak kenapa-napa kan?" Tanya Nummi memastikan.
"Iya... Om tidak kenapa-napa, Sayang. Ayo pulang. Sudah hampir tengah hari." Ajak Endro seraya bangkit dari duduknya.
"Hemm... Oke Om... Jadi kapan lagi Om akan lanjutkan ceritanya?" Nummi ikut bangkit dari duduknya dan segera bergelayut di lengan lelaki paruh baya itu.
"Nanti malam, sehabis Isya... Sekarang bersambung dulu ya, Sayang.....,... Siang ini kamu istirahat di rumah, Om ada ke pabrik." Sahut Endro.
"Hummm sudah tidak sabar..." Gumam Nummi.
Mereka melangkah hendak kembali ke rumah. Raut bahagia terpancar di wajah Nummi. Dia begitu bahagia bisa mendengar cerita lelaki yang sudah seperti ayah ke dua baginya.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Isma Wati
hmmmm tadix aku mmtuskan utk tdk mlmjutx cerita endro krn sdh ada pada cerita suami cacat pilihanku.. tapi rada penas, akhirx maju juga k sini.. eeehh tak kalah seru juga thor.. 😭😭😭
2021-07-30
1
Nurval Yulita
ceritanya kerasa begitu nya😭😭😭
2021-06-30
2
Arfi
aduuuuhh... Aer mata udah rembes aja ini 😭😭😭😭😭
2021-06-28
2