Suasana kembali kepada mereka berdua.
Cerita Ayahnya Endro menggantung. Berkali-kali lelaki paruh baya itu mengedipkan matanya yang tampak memerah dan mulai terasa panas.
"Lalu? Apa ibu tidak kembali lagi setelah itu, Yah?." Tanya Endro semakin penasaran. Dia seakan tidak peduli dengan perasaan Ayahnya saat itu. Dia hanya terus berusaha mengorek tentang keberadaan ibunya yang masih teka-teki dari cerita Ayahnya.
Kamil, Ayahnya Endro, menggeleng.
"Lalu kenapa Ayah mengatakan kalau Ibu sudah meninggal?" Endro terlihat menggebu. Dia benar-benar merasa tidak terima dengan pernyataan Ayahnya.
"Karena memang, Ibumu tidak pernah lagi kembali setelah itu, Nak." Kamil tak kalah meninggikan suaranya. Air matanya lolos seketika.
"Karena ibu tidak pulang, jadi Ayah mengklaim Ibu meninggal?" Endro mengiba. "Apa sebenarnya, Ayah?"
"Ibumu tidak bisa kembali kepada kita, karena ibumu juga tidak dapat sampai kesana..." Bak disambar petir, Endro semakin tidak mengerti maksud dari ucapan Kamil.
"Pesawat yang membawa ibumu terjatuh, Nak. Dan ibumu salah seorang dari korban yang tidak bisa ditemukan jasadnya..."
Endro semakin terkejut. Nafasnya tersengal menahan rasa sakit mendengar pengakuan dari Ayahnya itu.
"Akhh... Jadi... Aku benar-benar sudah tidak punya Ibu, Yah?" Tanyanya sedikit terisak. Air mata Endro tumpah membanjiri pipinya.
"Maafkan Ayah, End. Maafkan Ayah sudah membuatmu menunggu lama untuk mengetahui ini semua." Kamil mengusap kasar wajahnya dan menangkupkan wajahnya yang tertutup telapak tangannya. Dia seakan malu menatap putra semata wayangnya itu.
"Ayah tau, di usiamu ini, kamu bisa lebih menjadi kuat mengetahui ini semua. Pikiran kamu telah stabil saat ini. Kamu sudah mampu pastinya, menerima kenyataan hidup kamu.
Tidak habis disana, kamu bahkan tidak tahu kalau kamu sudah diasuh Nini sedari usia kamu dua bulan, bukan?" Kamil kembali memberanikan dirinya menatap putra semata wayangnya itu.
"Empat tahun setelah pencarian jasad ibumu dihentikan, baru kita berkumpul kembali..." Pikiran Kamil kembali menerawang.
*****
Flashback dari kisah Ayahnya Endro.
Tangisan bayi mungil di kediaman Kamil memekakkan telinga. Namun bukan karena tangisan bayinya, tetapi sesuatu yang telah terjadi membuat dirinya dan bayi mungilnya itu gelisah. Dan itu entah apa.
Kala itu, perumahan belum terlalu padat. Rumah-rumah disana berjarak cukup jauh satu sama lainnya. Dan pada saat itulah, Nini lewat di depan rumahnya.
Nini, tetangga jauhnya tidak tahan mendengar tangisan Endro. Dia mampir dan menanyakan apa yang terjadi dengan bayi mungil itu.
Kamil yang begitu gelisah, hanya menggeleng. Tangisan bayinya membuat hatinya serasa semakin ngilu.
Nini mengambil Endro dari gendongan Kamil. Dia mencoba memeriksa tubuh Endro kecil.
"Sepertinya anakmu masuk angin, Nak Kamil. Perutnya kembung dan menegang." Tutur Nini. "Lidya kemana?"
"Lidya pergi, Bu..."
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan dari depan rumahnya memotong pembicaraannya dengan Nini.
"Tunggu sebentar, Bu. Mungkin yang datang Lidya..." Pamitnya begitu bersemangat. Nini menyahutinya.
Sesampai di depan pintu, Kamil terkejut mendapati orang yang berkunjung ke rumahnya. Dia bukanlah Lidya, istrinya yang sangat diharapkannya untuk kembali.
"Selamat siang... Dengan saudara Kamil?" Seorang lelaki berseragam coklat langsung menanyai dirinya.
"Iya, saya sendiri..." Jawabnya gugup. Berkali-kali dia menelan kasar ludahnya.
"Kami dari pihak kepolisian membawa surat perintah penangkapan untuk Anda, atas tuduhan melarikan anak gadis orang selama setahunan ini." Polisi itu memperlihatkan identitasnya dan menunjukkan surat perintah penangkapan untuk Kamil.
"T-tapi... Saya tidak melakukan apa yang Anda tuduhkan itu, Pak." Elaknya. Dia begitu terkejut dan wajahnya memucat.
"Anda bisa menjelaskannya di kantor. Sekarang, Anda diminta untuk ikut bersama kami." Perintah Polisi.
Kamil menyerah. "Saya mohon izin sebentar untuk menemui keluarga saya, Pak." Pintanya penuh harap.
Nini yang juga melihat kejadian itu, dia hanya mampu menatap Kamil dengan perasaan iba.
"Bu... Bisakah Ibu membantu, saya?" Tanya Kamil penuh harap.
Nini segera mengangguk. Dia seolah tahu dengan situasi yang dialami Kamil saat itu.
"Bisakah Ibu menjaga putra saya hingga saya kembali?" Pintanya lagi.
Nini tetap hanya mengangguk. Air matanya bercucuran dengan deras.
"Jangan berikan dia kepada siapa pun, Bu. Tolong jaga dia seperti cucu Ibu sendiri..." Kamil semakin terlihat mengemis kepada perempuan yang kala itu masih paruh baya.
Nini kembali menggangguk.
Kamil pergi meninggalkan putranya yang masih berusia dua bulanan setelah mengecup banyak bayi mungilnya itu.
Sesampainya dia di kantor polisi, Mama Lidya dan kakak lelaki istrinya sudah menunggu disana.
"Kembalikan putriku..." Pintanya lirih.
Kamil mematung. Dia tidak mengerti maksud dari permintaan mertuanya itu.
"Kembalikan putriku..." Serunya lagi dengan nada mulai meninggi. Air matanya bercucuran dengan deras.
"Bukankah kamu sudah berjanji kepada suamiku, akan menjaga Lidyaku? Lalu ini apa?" Makinya seraya menarik kerah kemeja Kamil. Berkali-kali mertuanya itu memukul-mukul dada Kamil dengan tenaganya yang lemah.
"Mah.. Mah... Sudah Ma..." Kakak lelaki Lidya mencoba menenangkan perempuan itu.
"Kamil..." Panggil kakak lelaki Lidya.
Kamil hanya menoleh, dia menatap penuh tanda tanya ke arah kakak iparnya itu.
"Kenapa kamu membiarkan Lidya pergi sendiri? Kenapa kamu tidak menemaninya? Pasti saat ini dia ketakutan..." Ujar kakak iparnya itu melunak.
"Memangnya Lidya ada dimana, kakak Ipar?" Dada Kamil mulai berkecamuk. Rasa takut bermunculan dan menggerayangi hati dan pikirannya saat itu.
"Pesawat yang ditumpangi Lidya terjatuh. Dan adik saya sampai saat ini belum ditemukan, Kamil. Sementara, pencariannya sudah dihentikan." Lelaki itu mulai menaikkan oktaf suaranya.
Kamil ambruk. Dia berlutut meratapi kabar yang baru saja didengarnya kala itu.
"Maafkan saya Kamil. Meski kamu adalah lelaki yang sangat dicintai adik saya, tapi saya sangat kecewa dengan kamu." Ujarnya menggebu.
"Pak Polisi, jebloskan dia ke dalam penjara. Saya sudah tidak ingin melihatnya lagi." Perintah lelaki itu penuh amarah.
Kamil pasrah.
Kenapa kamu melakukan ini kepadaku dan Endro, Lidya?
Lebih baik bagiku kamu tidak kembali, jika mamamu yang mencegah. Daripada aku harus mendengar kabar seperti ini...
Kamil menangis sejadi-jadinya. Seorang Polisi membawanya masuk ke dalam sel tahanan.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Lisa Halik
nangis baca kisah endro
2024-01-31
0
Diana Lestari Purba Dasuha
kelam banget masa lalu Endro...apalagi istrinya juga ninggal
tega u thor buat kehidupan Endro sprti itu
2021-07-02
1
Fatonah
aku ga mau nangis
2021-05-06
1