Mobil yang di tumpangi Nummi dan Endro sampai di sebuah rumah yang terbilang sederhana disana.
Gadis itu turun dengan semangat dari mobil yang telah menjemputnya ke terminal tadi. Dia memejamkan matanya, dan perlahan mengatur nafasnya sejenak. Rumah yang tidak asing baginya, mampu menyegarkan kembali tubuh lelahnya.
"Sebegitu senangnya?" Tanya Endro seraya menghampiri Nummi yang berdiri menatap rumah itu, dengan tatapan yang dipenuhi binar-binar kerinduan.
"Senang sekali, Om. Nummi sudah lama tidak kesini, Om saja yang selalu datang mengobati rindu Nummi kesana." Sahutnya. "Tapi rindu ke rumah ini sama sekali tidak terobati karenanya."
"Iya, kamu kan sekolah. Maka dari itu Om tidak mengajakmu untuk datang." Endro merangkul bahu Nummi. "Ayo masuk... Bi Hana dan Pak Harun juga merindukan kamu loh." Ajak Endro membawa Nummi masuk ke dalam rumahnya.
Rumah peninggalan almarhum Ayahnya. Tempat dimana Mentari, istrinya pergi dengan tragis kala itu.
Nummi menurut. Tampaknya, dia begitu senang ketika Endro mengatakan dua asisten rumah itu juga merindukan dirinya.
"Assalamu'alaikum..." Ucap mereka ketika sudah mencapai ambang pintu.
"Wa'alaikumussalam..." Sahut seorang perempuan yang sudah hampir berusia lanjut dari dalam rumah itu. "Oalah... Non Nummi akhirnya sudah sampai." Sapa perempuan itu dengan wajah menggambarkan kebahagiaan.
"Bi Hanaaa... Nummi kangen Bibi." Serunya seraya berlari memeluk perempuan itu.
"Bibi juga kangen sama Non Nummi..." Ujar Bi Hana membalas pelukan Nummi. "Yaa ampun... Non makin tinggi saja ya." Pujinya sembari melepas dekapannya. "Tambah cantik juga..."
"Ah Bibi bisa saja. Terimakasih Bibi..." Nummi terlihat bersemu meski yang memujinya Bi Hana. "Oh ya Bi, Pak Harun mana? Kok tidak kelihatan?" Nummi celingak-celinguk mencari keberadaan Pak Harun.
"Hadir Non..." Lelaki yang sedikit terlihat tua dari Bi Hana, datang dengan tergopoh-gopoh mendekati mereka.
"Pak Harun dari mana saja? Kenapa tidak menyambut Nummi? Apa Pak Harun tidak merindukan Nummi?" Sungutnya sambil melontarkan banyak pertanyaan kepada lelaki yang sudah terlihat tua itu.
Endro tersenyum melihat tingkah Nummi dan mendengar kecerewetan gadis itu. Seperti Murai berkicau, pikirnya. Bahkan, dia sampai tertawa geli dibuatnya.
"Bukan begitu, Non. Sedari tadi Bapak sudah menunggui Non Nummi, tapi panggilan alam membuat Bapak harus mundur..." Ujar Pak Harun membela diri.
"Memangnya nggak bisa ditahan sebentar, Pak?" Semburan tawa Endro terdengar menggelegar setelah Nummi dengan polosnya bertanya kepada Pak Harun, Nummi masih terlihat merengut.
"Coba saja jika itu di posisimu, Sayang. Apa kamu bisa?" Ujar Endro. Dia sedikit terpingkal karenanya.
"Hehe... Nummi bercanda kok, Pak. Bapak apa kabar?" Cengir Nummi seraya menyalami tangan Pak Harun.
"Alhamdulillah, Non... Bapak baik... Hanya saja semakin bertambah tua." Sahut Pak Harun dibumbui sedikit gurauan.
"Semua orang pasti semakin menua Pak ee... Mana ada orang kembali menjadi muda." Bi Hana menyerocos. "Ayo Non, Bibi antar ke kamar. Lama-lama dengerin Bapak, bisa-bisa semakin bertambah tua." Ajak Bi Hana. Dia meraih koper mini milik Nummi dan membawanya ke kamar yang sebelumnya memang sudah menjadi tempat peraduan gadis itu jika berlibur kesana.
"Iya, Sayang. Kamu istirahat ya, Nak..." Timpal Endro sembari mengelus lembut kepala Nummi.
"Oke Om. Tapi janji Om tidak lupa, kan?" Nummi menagihnya.
"Janji?" Kening Endro mengkerut. Dia berusaha mengingat kembali tentang janji yang pernah dia ikrarkan kepada gadis itu.
"Iiih... Om jangan pura-pura lupa begitu?" Nummi terlihat merengek.
"Apa kamu ingin ke makam Bibi, Kakek dan Nini?" Terka Endro.
"Itu juga... Nummi merindukan mereka. Tapi ada satu lagi..." Sahutnya masih bersungut.
"Om beneran lupa loh sayang..." Ujar Endro menyerah.
"Om kan sudah janji sama Nummi, kalau Nummi sudah berusia tujuh belas tahunan, Om akan ceritakan semua tentang kehidupan Om sama Nummi." Tutur Nummi kembali mengulangi ikrar Endro yang beberapa tahun lalu dibuatnya kepada gadis itu.
"Oh iya... Nanti ya, Sayang... Sekarang kamu istirahat saja dulu. Kamu pasti kelelahan..." Bujuk Endro menenangkan Nummi.
"Sebenarnya sih Nummi mau secepatnya, tapi tidak apalah, yang penting liburan kali ini tidak boleh kosong seperti liburan sebelum-sebelumnya. Ayah saja sudah menceritakan semuanya kepada Nummi tentang kisah Ayah dan Bunda dulu, bahkan sudah beberapa kali malah." Ujar Nummi.
"Hemmm... Tapi kali ini, Om janji... Om akan ceritakan semuanya kepada kamu, Sayang." Ikrar Endro meyakinkan Nummi. "Sekarang, kamu istirahat dulu ya. Besok pagi-pagi, kita ziarah."
"Siap Om..." Wajahnya kembali semangat. Dia kembali melangkah mengikuti Bi Hana.
"Kalau ada apa-apa, panggil Om segera..." Seru Endro ketika Nummi hampir menghilang di balik dinding pemisah ruangan.
"Oke Oom..." Sahut Nummi setengah berteriak.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Fatonah
pnasaran amat nummi, ntar tmbh nangis bombay loh... 😄
2021-05-06
1
Lina Susilo
cerita asik dn susah di tebak
2021-02-22
2
Kris Woro
sungguh mengharukan...tidak ada jarak Sama sekali antara majikan dan asisten rumah tangga,nummi jga ga sombong,tetap menghormati asisten rumah tangga om nya
2021-01-30
2