"Sudah jam segini, dia belum juga pulang, Pak. Ibuk yakin, dia pasti di rumah Nini lagi." Ucap istri Alex. Bibirnya yang menyerocos sampai monyong menghasut suaminya itu.
"Iya, Pak. Dia pasti ngadu sama Nini, kalau Bapak mukulin dia kemaren." Timpal putrinya semakin menambah gejolak api di dada Alex. Dan itu semua, terdengar jelas di telinga Endro yang bersembunyi di balik pohon depan pekarangan gubuk Nini.
*Apa? Mentari kemaren dipukuli? Apa mungkin karena itu tubuhnya dipenuhi lebam-leba*m?~ Batin Endro. Dia tampak cemas saat itu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ditambah lagi, dia tidak ingin berurusan dengan Alex yang terkenal licik di wilayahnya.
Endro semakin menajamkan alat pendengarannya, ketika suara keributan terdengar dari dalam gubuk yang baru saja ditinggal pergi oleh dirinya.
"Tuh, kan... Apa Juwita bilang, Pak. Mentari pasti ada disini." Ujar putri sulungnya semakin menggebu.
"Mentari..." Suara Alex yang terdengar menggelegar mencekam suasana kala itu. "Bagus kamu, ya. Minta izin pergi ke sekolah, pulang-pulangnya malah keluyuran kesini." Makinya dengan berapi-api.
"A-ampun, Pak. Mentari... Mentari hanya..." Belum sempat Mentari menjawab, tangan kekar Alex sudah menarik paksa lengan gadis itu keluar dari dalam gubuk milik Nini.
"Alex... Hentikan... Dia itu baru saja sadar dari pingsannya." Teriak Nini yang sudah tidak tahan melihat keganasan bapak kepada putrinya itu.
"Alah... Jangan ikut campur, Ni." Teriak Istri Alex. "Dia ini pasti tadi hanya pura-pura pingsan saja."
"Betul, Ni. Kami lebih tau sifatnya, dari pada Nini." Ujar gadis yang merupakan kakaknya Mentari itu membenarkan tuduhan ibunya terhadap Mentari.
"Kalian benar-benar manusia yang tidak punya hati..." Maki Nini dengan air mata yang berderaian membasahi pipinya yang berlapis kulit halus, yang mulai keriput di usianya saat itu.
"Sekali lagi saya tegaskan, dia putriku... Dan jangan pernah coba-coba ikut campur dengan urusanku terhadap keluargaku. Mengerti..." Teriak Alex seketika.
"Dia bukan putrimu, Alex... Dia hanya anak yang kamu angkat untuk memenuhi hasratmu dan hasarat anak istrimu yang begitu serakah." Entah keberanian apa yang dimiliki Nini mengucapkan kata-kata itu kepada Alex, sehingga lelaki itu terlihat murka mendengarnya. Bahkan, Endro yang belum keluar dari persembunyiannya juga begitu terkejut mendengar pernyataan yang baru saja keluar dari mulut wanita itu.
Tangan Alex diangkatnya tinggi-tinggi. Dia hendak melayangkan telapak tangannya itu ke wajah Nini, Namun Mentari dengan sigap menangkisnya hingga dirinya lah yang tersungkur.
"Pak... Ampun... Ampun, Pak. Mari kita pulang... Bapak boleh menghukum Mentari seberapa banyak yang bapak mau." Pintanya memelas. Dia menoleh ke arah Nini, berharap wanita itu menghentikan tindakannya.
Nini mematung. Dia sadar, ucapannya yang terlepas begitu saja hanya akan menambah besarkan penderitaan gadis malang itu.
Kakinya bagai terpaku disana menatap gadis malang itu ditarik paksa oleh Alex untuk meninggalkan pekarangan gubuknya. Dia sudah tidak lagi mampu untuk berkata dan berbuat apa-apa.
Hanya air matanya yang menjelaskan bahwa hatinya benar-benar terluka kala itu melepas pergi Mentari yang seakan hendak mereka bawa ke rawa-rawa penuh buaya.
Endro keluar dari persembunyiannya. Dia terus mengikuti kemana Mentari dibawa oleh keluarganya itu.
Hingga, kakinya berhenti ketika melihat mereka juga berhenti di padang ilalang yang begitu sepi. Dari balik batu, Endro mengintip apa yang mereka perbuat disana. Tempat yang tidak terlalu jauh dari persembunyian Endro.
Sebuah batang alang-alang yang panjang dan tebal berkali-kali mendarat di betis Mentari.
"Ampun, Pak... Sakit... Ampun, Pak... Hiks... Hiks... Hiks... Sakit, Pak..." Ringis gadis itu berkali-kali pula setiap kali batang itu mendarat di bagian kulitnya yang tipis.
"Apa yang telah kamu bicarakam kepada wanita itu, hah? Sehingga dia tahu bahwa kamu hanyalah anak angkat?" Hardiknya semakin mengganas.
"Ampun, Pak... Sakit... Mentari janji tidak akan mengulanginya lagi, Pak... Ampuuun..." Teriaknya kesakitan. Dia terisak hebat mendapati pukulan-pukulan yang serasa mengoyak kulit tubuhnya.
Ibunya dan Juwita, kakaknya itu, menyeringai puas melihat penderitaan Mentari.
"Untuk besok, kamu bolos saja sekolah... Dan untuk malam ini, kamu tidur di kandang. Itu hukuman untukmu, karena telah berani-beraninya melanggar aturan Bapak." Ujar Alex bengis.
Sementara Mentari hanya terlihat diam dan pasrah. Matanya yang sayu berdelik ke bongkahan batu besar di belakang keluarganya. Kala itu, Endro tengah bersandar disana. Dia meratapi dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa saat itu.
Dia masih ingat, bagaimana Mentari terhuyung akibat tamparan Alex yang hendak ditujukannya kepada Nini yang berniat menyelamatkan gadis itu.
Sudah lebih dari cukup rasa sakit yang diderita Mentari saat itu. Dia tidak ingin manambahnya lagi, dengan berniat menolong gadis itu.
.
.
.
.
.
Endro masih SMA...
Jangan protes ya.. Terima saja apa adanya. hihihi... .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rochyati
gpp lumayan .anakSMA mana tuh...🤣🤣🤣😅
2021-12-07
1
Kurrotun Ainul Fitroh
iyaaaa,,,,,apa iya pake Pramuka dasi cokelat, pake hasduk mestinya, Thor 🙏😀
2021-07-04
1
Fatonah
lumayan thor, anak siapa Itu yg dipajang ..
2021-05-06
1