Pagi berikutnya. Setelah hari, dimana Endro marah dan meluapkan emosinya itu kepada Mentari dan seluruh teman-teman sekelasnya.
Hari itu, Endro kembali berada di dalam ruangan yang sama. Bertemu dengan banyak manusia berseragam yang sama, dengan seragam yang dikenakannya.
Hanya satu yang membuat matanya merasa kurang dalam pemandangan yang dilihatnya pada pagi itu. Mentari. Ya, Mentari tidak tampak disana. Salah satu meja murid di ruangan itu kosong. Dan meja kosong itu berada di depan dirinya pula. Meja yang biasanya ditempati oleh gadis usil itu sebelum-sebelumnya.
"Mentari Raya Utami..." Seru guru menyebutkan giliran nama gadis itu. Ya, guru itu mengabsen murid-murid yang hadir di jam pelajarannya.
Karena merasa tidak ada sahutan, guru itu mengangkat wajahnya dan celingak-celingukkan mencari sosok yang dipanggilinya.
"Kemana Mentari?" Ulang guru itu kembali bertanya kepada muridnya yang lain, ketika matanya benar-benar tidak menemukan sosok yang dicarinya.
"Dia tidak hadir, dan tanpa keterangan pula, Buk." Ujar seseorang menyahuti pertanyaan gurunya itu.
"Apa ada yang tahu, kenapa Mentari tidak hadir?" Tanya guru itu lagi. Setelah dia menunggu sebentaran, namun tidak seorang pun yang menjawabnya.
"Ada yang tinggal berdekatan dengannya?" Tanya guru itu kemudian.
"Tidak, buk. Tapi kami yakin, Mentari tidak masuk karena merasa bersalah kepada Endro mungkin, Buk." Seru seorang murid.
Endro terlihat gugup. Dia menoleh kearah temannya itu dengan raut wajah yang sulit diartikan. Teman-temannya berbisik-bisik, namun tetap terdengar di telinganya yang nyaring itu.
Mereka seakan membenarkan pernyataan temannya, yang mengatakan Mentari merasa bersalah terhadap dirinya.
Endro terlihat melamun. Pembelajaran telah dimulai sedari guru menghentikan pertanyaannya tentang Mentari, dan setelah usai mengabsen keseluruhan murid-muridnya yang berada di ruangan itu.
Pagi itu, meski cahaya telah menyusup ke dalam kelasnya. Namun Endro masih tetap merasa duninya begitu gelap.
Pikirannya melayang kembali kepada asumsi teman-temannya yang menyatakan, bahwa Mentari tidak masuk hari itu karena merasa bersalah terhadap dirinya.
Dia memang biasa pendiam dan tidak banyak bicara. Namun, biasanya dia selalu hening bukan untuk melamun. Dia hanya tidak suka banyak bicara semenjak dari kecil. Bullyan teman-temannya kala itu, mampu membuatnya percaya bahwa sendiri lebih baik daripada berteman.
Walau begitu, bukan berarti pula dia tidak peduli terhadap orang lain. Dia hanya berusaha menjaga. Menjaga sikap, jarak dan pandangan. Baginya asal tidak mengganggu dan tidak terlalu diganggu, maka dia akan mampu menikamati hidupnya yang sepi.
Tapi kali itu, perasaannyalah yang telah mengganggu pikirannya. Bayangan wajah Mentari ketika berada dekat dengan wajahnya pagi kemarin, dan bayangan wajah Mentari yang hanya tampak sekilas setelah mendengar pengakuannya siang kemarin, selalu saja meyakini hatinya bahwa gadis itu benar-benar tidaklah jahat.
Ah... Ini menggangguku saja...~ Batin Endro sambil mengusap kasar wajahnya. Dia kembali berusaha fokus terhadap pelajaran yang saat itu ada di hadapannya.
*****
Nummi terus saja mendengar cerita dari Endro. Dia tampak begitu penasaran dengan setiap kelanjutan cerita Omnya itu. Ketika sesekali Endro menjeda ceritanya untuk mengambil udara dan untuk mengatur kembali nafasnya yang berat, Nummi selalu memasang wajah penuh harap agar Endro segera kembali melanjutkan ceritanya.
"Hampir seminggu Mentari tidak masuk. Om semakin bingung dan penasaran. Om selalu bertanya-tanya, apa benar dia tidak masuk karena merasa bersalah terhadap Om?.
Hanya saja, Om bukanlah tipikal lelaki yang suka menghampiri seseorang apalagi dia perempuan. Dan dia jugalah yang selalu usil terhadap Om.
Om begitu egois dan terus mempertahankan gengsi yang merasuk dan membuat sarangnya di pikiran, Om.
Setiap kali pikiran Om ada bayangan dirinya. Om akan terus menggeleng dan berusaha menghapusnya kembali. Om selalu menekan diri Om, dan mengatakan 'Apa peduliku?'
Begitulah selama hampir semingguan dia tidak masuk." Jam dinding berdentang.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh tepat, malam itu.
"Sudah malam, Nak. Kita istirahat ya, Sayang... Ceritanya, kita lanjutkan besok..." Ajak Endro hendak mengakhiri ceritanya.
"Yah... Om... Apa tidak bisa ditambah satu jam lagi? Nummi penasaran sekali dengan alasan Bibi Mentari tidak masuk kelas..." Sungutnya setengah berharap.
"Iya, Sayang... Om juga tidak sabar untuk menceritakan kepadamu sampai habis. Tapi kalo kita tidur kemalaman, shalat shubuh bisa kelewat nantinya." Bujuk Endro.
"Kan bisa setel alarm, Om." Protes Nummi lagi.
"Iya... Tapi jika kita tidur kemalaman, aktifitas hari esok bisa terganggu. Gimana jika besok, kamu ikut Om saja. Besok jadwal Om ke kebun. Om mau memantau bagaimana perkembangan kebun teh kita, Nak. Sekalian untuk menyapa para pekerja. Disana, Om akan sambung lagi..." Bujuk Endro meyakini Nummi.
"Beneran, Om?" Nummi tampak antusias dan merasa senang dengan janji yang diucapkan Endro kepadanya.
"Iya, Sayang." Sahut Endro sambil mengangguk.
"Yeeeyy... Kebun teh..." Sorak Nummi begitu senang. "Baiklah... Nummi tidur dulu, ya om. Good Night, Om." Pamitnya seraya mengecup pipi kanan Endro.
Endro tersenyum melihat tingkah Nummi yang tidak sedikit pun bersikap canggung terhadap dirinya.
Meski ibumu telah memberikan cintanya kepada ayahmu, Nak. Tapi dia membiarkan kasih sayangmu juga terbagi untuk Om.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Desi Hes
endro suka sama melati ...tapi karna cinta yg tulus dia bahagia melihat orang yg di cintai bahagia...itu lah tatah cinta tertinggi...mencintai dlm diem tidak merusak dan mengganggu
2022-07-07
1
gemar membaca
percayalah nummi bukan cuma kamu yg tidak sabar aku juga,,jadi kmu tidak sendiri
2021-06-24
1
Fatonah
om endro emang lki2 yg tgas dan tngguh...
2021-05-06
1