"Om Endroooo..." Seru Nummi ketika mendapati sesosok lelaki yang cerita orang tuanya pernah menjadi pengawal keluarga Ayahnya ketika dahulu.
Waktu tiga jam lebih, akhirnya membawa Nummi sampai di kota tempat Endro terlahir.
"Sayang..." Sahut Endro tak kalah berseru. Dia segera mendekat kearah gadis yang menyerunya itu dengan senang.
"Om Endro, Nummi kangen..." Nummi memeluk Endro. Tidak terasa air matanya menitik saat itu juga.
"Om kangen kamu juga, Nak." Endro membalas pelukan Nummi dengan begitu erat. Sayangnya terhadap Nummi terlihat bagai sayangnya seorang ayah terhadap putri kandungnya. Begitu tulus dan bijaksana.
"Kamu benar-benar nekat, ya. Datang kesini sendirian, pakai bus pula lagi." Ujar Endro seraya melepaskan pelukannya.
"Gadis tujuh belas tahun gitu Om." Balas Nummi membangga. Dia melebarkan senyumannya.
"Hmm... Sudah tujuh belas tahun ya? Tapi kok masih cengeng begini?" Endro seolah meledek. Dua ibu jarinya menyeka air mata Nummi yang keluar karena bahagia.
"Nummi bahagia kali, Om. Ini air mata kerinduan yang Nummi rasakan untuk Om." Sungut Nummi memonyongkan bibirnya.
"Beneran Nummi kangen sama Om? Perasaan baru tiga minggu tidak bertemu, masa gadis manja Om ini sudah kangen saja." Endro berlagak tidak yakin dengan perasaan Nummi.
"Ih, Om Endro... Nummi beneran kangen sama Om. Kalau Om tidak percaya, ya sudah." Nummi membelakangi tubuh Endro dan bersiap hendak meninggalkan lelaki paruh baya itu.
"Iya... Iya... Om percaya." Cegat Endro segera. Dia meraih koper mini yang dipegangi Nummi dan merangkul bahu gadis itu.
"Memangnya Om tidak rindu Nummi juga?" Tanya Nummi mulai tenang.
"Siapa bilang? Saking rindunya, Om tinggalin semua pekerjaan Om untuk menjemput kamu ke terminal ini, Sayang." Sahut Endro terlihat jujur.
"Beneran?" Nummi berlagak tidak yakin.
"Heemm... Sepertinya perang berbalas nih." Ujar Endro pura-pura ketus.
Nummi terkekeh. Dia mengeratkan rangkulan lengannya di pinggang Endro.
"Nummi percaya kok, Om. Terbukti, Om sudah nungguin Nummi di terminal tadi. Terimakasih ya, Om." Ujarnya sambil cengengesan.
"Iya Sayang... Sama-sama." Mereka berjalan sambil berpapahan satu sama lain. Seperti ayah dan putrinya.
*****
Sedan yang mereka tumpangi membawa mereka pergi meninggalkan terminal itu. Dan saat itu, Endro sendiri yang menyetir mobilnya.
"Kamu sudah menghubungi Ayah dan Bundamu, Nak?" Tanya Endro sedikit menoleh kearah Nummi yang duduk di bangku sampingnya.
"Oh iya, Nummi lupa, Om." Sahut Nummi segera merogoh tas kecil yang berselempangan di bahunya.
"Huummm, saking kangen sama Om ya? Kamu sampai lupa mengabari orang tuamu." Ledek Endro sambil menyengir.
"Biasanya tidak pernah mengabari Ayah Bunda juga..." Gerutu Nummi sambil mengotak-atik ponselnya yang pipih.
"Iya. Biasanya kamu kesini bersama mereka. Berbeda dengan kali ini, Sayang. Kamu kesini sendiri, pakai bus pula lagi." Ujar Endro seraya mengacak rambut Nummi dengan tangan kirinya.
Tut... Tut... Tut...
"Hallo, Assalamu'alaikum Ayah..." Sapa Nummi ketika merasa panggilannya telah diterima Ayahnya dari seberang.
"Wa'alaikumussalam... Iya Sayang?." Terdengar Arkhan menyahuti panggilan putrinya dari suara ponsel Nummi yang di loudspeakerkannya.
"Ayah... Nummi sudah sampai disini. Sekarang Nummi sudah bersama Om Endro, Yah. Kami lagi dalam perjalanan ke rumah Om Endro..." Ujar Nummi mengabari ayahnya dengan begitu antusias.
"Ya sudah... Kalau ada apa-apa, segera hubungi Ayah ya, Nak."
"Aku bahkan berencana menahan Nummi disini selamanya..." Potong Endro cepat.
"Coba saja jika kamu berani... Saya akan menjemput Nummiku dengan segera, dan tidak akan mempertemukannya lagi denganmu setelah itu." Suara Arkhan terdengar mengancam.
"Nummi tidak akan bisa hidup tanpaku, tadi saja dia menangis karena saking rindunya terhadapku. padahal, baru saja tiga minggu tidak bertemu tuh..." Balas Endro penuh kemenangan.
"Kurang ajar..." Umpat Arkhan.
Endro dan Nummi terbahak mendengar suara Arkhan yang terdengar kesal di balik ponsel itu.
"Ayah... Sudah dulu ya..."
"Tuh kan... Nummi saja sudah malas berbicara denganmu." Ledek Endro lagi memanas-manasi mantan majikannya itu.
"Ih Om Endrooo... Bukan begitu kok Ayah..." Nummi terlihat cemas. Dia takut jika Ayahnya benar-benar percaya dengan ucapan lelaki paruh baya di sampingnya itu. Endro kembali menyeringai dan terbahak melihat ketakutan di wajah gadis itu.
"Iya... Tidak apa-apa kok, Sayang. Ayah mengerti. Nanti kamu telpon Ayah lagi, jika sudah tidak berada di dekatnya." Ujar Arkhan tidak mempermasalahkannya. Dia tahu, alasan kenapa putrinya itu segera ingin menutup panggilan mereka. Ya, tidak mau mendengar keributan yang dia dan Endro ciptakan di dekat Nummi.
"Beneran Ayah tidak marah kan?" Tanya Nummi lagi masih sedikit merasa tidak enak.
"Iya Sayang..."
"Titip salam buat Bunda dan Oma ya Ayah. Silvi pasti sudah berangkat sama Bibi dan paman kan, Yah?" Ujar Nummi merasa lega karenannya.
"Iya Sayang... Nanti Ayah sampaikan. Silvi sudah berangkat, waktu Ayah baru saja sampai rumah waktu habis nganterin kamu tadi."
"Humm... Ya sudah Yah, Assalamu'alaikum Ayah..." Ucap Nummi.
"Wa'alaikumussalam, Sayang..." Telpon pun berakhir.
Endro kembali cengengesan.
"Om ada-ada saja..." Gerutu Nummi seraya bernafas lega kembali.
Endro kembali mengacak-acak rambut Nummi. Dia begitu gemas melihat keluguan gadis yang sudah dianggapnya sebagai putri kandungnya itu.
.
.
.
.
.
.
Oh iya, Radetsa sampai lupa. Untuk teman-teman yang baru mampir di karya Radetsa ENDRO, SANG PENGAWAL ini. Radetsa kasih catatan ya. Tentang keluarga Ghani yang di ceritakan disini, sudah diceritakan sebelumnya di SUAMI CACAT PILIHANKU...
jadi, jika teman2 tidak mengerti, teman2 bisa mampir dulu di SCP. Sudah tamat ya... 105 episode...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Lisa Halik
dah habis baca
2024-01-31
0
Ellya Pratama Tangker
udah selesai baca thor SCP
bagus ceritanya
2021-06-27
1
Fatonah
😅...dri dlu emang endro sneng bnget godain arkhan...
2021-05-06
1