Malam kedua bagi Nummi berada di rumah Endro. Kala itu, waktu hampir menunjunjukkan pukul delapan malam. Dan shalat Isya pun telah usai mereka laksanakan.
Nummi segera berlarian mencapai Balkon rumah. Disana, Endro telah menunggu dirinya. Entah telah berapa kali lelaki paruh baya itu menyeruput kopinya.
"Malam Om..." Sapanya dengan nafas sedikit tersengal.
"Malam juga, Sayang..." Sahut Endro. Dia menoleh kearah Nummi yang sudah duduk di kursi santai, di sampingnya.
"Om Endro jadi melanjutkan cerita tadi, kan?" Tagihnya penuh semangat.
"Apa kamu siap?" Endro tidak menjawab, malah balik bertanya kepada gadis itu.
"Memangnya akan ada kesedihan lagi ya, Om?" Nummi menatap bingung wajah Endro yang hanya menanpakkan senyum datarnya.
"Mungkin..." Sahut Endro. Dahi Nummi mengkerut mendengar jawaban dari Omnya itu.
Endro tersenyum melihat reaksi Nummi.
"Setelah Om mengetahui cerita Ibunya Om, Om menjadi orang yang sangat pendiam dimana pun. Tapi, Om begitu perhatian sama Ayahnya Om.
Beliau benar-benar Hero bagi Om. Jadi ayah, sekaligus ibu untuk Om. Beliau menjaga Om dengan sepenuh jiwa. Kasih sayang Beliau tanpa batas untuk Om.
Tidak ada lagi yang Om butuhkan selain dari itu.
Hingga suatu hari, Om terjebak dengan perasaan Om sendiri terhadap Bibi Mentari..."
Nummi terus mendengarkan cerita Endro dengan seksama. Tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya untuk memotong cerita Endro.
*****
Setelah Endro mengetahui kisah tentang Ibunya dari Ayahnya sendiri, Endro bergegas menemui Nini.
Dia ingin mengetahui tentang ibunya itu dari Nini, orang yang pernah merawatnya selama empat tahunan, kata ayahnya.
Tok...Tok... Tok
"Assalamu'alaikum Nini... Ini Endro Ni..." Ucap Endro sambil mengetuk pintu rumah yang masih berbentuk gubuk.
"Wa'alaikumusalam..." Pintu gubuk itu terbuka. "Eh Nak Endro... Ayo masuk..." Ajaknya dengan ramah.
"Makasih Ni..." Endro masuk mengekori Nini ke dalam.
"Nak Endro mau makan?" Tawar Nini. Dia tahu, Endro sangat menyukai masakannya.
"Tidak Ni... Endro sudah makan tadi bersama Ayah di rumah." Elaknya.
"Nini..." Panggilnya Lirih.
"Humm..." Sahut Nini sambil menuangkan air putih ke dalam gelas untuk Endro.
"Ayah tadi sudah menceritakan tentang Ibu kepada Endro..." Ujar Endro memberitahu.
"Lalu?" Nini sedikit terkejut, namun dia berusaha untuk menahan diri. Dia paham bagaimana perasaan Endro saat itu.
"Menurut Nini, bagaimana tentang ibuku?" Tanyanya mengiba.
Nini mengatur nafasnya sejenak, sebelum ia memulai ceritanya.
"Ibumu itu bernama Lidya, Nak. Dia perempuan yang sangat baik, yang Nini kenal. Nini hanya sebatang kara, tapi dia membuat Nini seperti keluarga baginya.
Pertemuan mereka dulunya, berawal dari ayahmu menolong teman ibumu yang terjatuh di tebing.
Kala itu, sekolah ibumu mengadakan perkemahan di puncak perbatasan. Dan ayahmu kebetulan berada disana.
Ahh... Betapa indahnya pertemuan mereka. Itulah cerita ibumu kepada Nini.
Hubungan mereka sangat ditentang keluarga ibumu. Tapi akhirnya, ayah ibumu merestui pernikahan mereka. Itulah yang Nini tahu dari cerita ibumu."
Nini kembali mengatur nafasnya. Air matanya yang berlinangan, membuat dadanya merasa sedikit sesak.
"Kamil, Ayahmu, dia pewaris tanah yang luas dari almarhum Ayahnya. Hanya saja, dia tidak tahu cara mengelola tanah itu. Dia hanya menjadikan beberapa bagian untuk di kebun, lalu hasilnya dia jual di pasar.
Hidup mereka terkadang bisa dikatakan layak. Dan itu hanya terkadang, sisanya... Susah... Hasil panen ayahmu tidak selalu berhasil, namun ibumu yang katanya berasal dari keluarga kaya, tidak pernah mengeluh untuk itu.
Dia selalu sabar hidup bersama ayahmu yang mencintainya dengan tulus.
Hingga suatu hari kamu terlahir. Kamu semakin menambah kebahagiaan untuk mereka berdua..."
"Tidak Ni... Endro hanyalah anak pembawa sial..." Ketus Endro memotong cerita Nini.
"Astaghfirullah Nak Endro... Tidak ada yang sial di dunia ini." Ujar Nini terkejut mendengar ucapan Endro.
"Buktinya... Ibu celaka, dan ayah masuk penjara setelah itu." Ungkapnya.
"Tidak, Nak... Itu adalah taqdir... Jika kamu juga percaya dengan rukum iman yang ke enam. Maka kamu tidak akan berbicara seperti itu.
Allah tidak pernah menguji hambanya melebihi batas dan mampunya, Nak. Penderitaan kamu belum seberapa dibandingkan Mentari." Ujar Nini. Namun Setelah mengucapkan kata itu, dia kembali membekap mulutnya.
"Mentari Ni...?" Endro seakan melupakan kisahnya, dan tertarik dengan Mentari yang diucapkan Nini.
Nini gugup. Wajahnya memucat.
"Maksud Nini mentari siapa? Apa mentari teman sekolahku?" Tanya Endro lagi. Dia semakin terlihat penasaran. Air matanya yang tadi sempat membasahi pipiny, tiba-tiba mengering dengan beberapa kali usapan.
"Bu-bukan... Bukan siapa-siapa, Nak. Kamu tidak usah memikirkannya. Dan lagi pula, kamu tidak mengenalnya." Ujar Nini.
Mungkin saja, karena Mentari yang di sekolahku orangnya bandel banget. Usil lagi. Mana mungkin dia hidup dalam penderitaan.
Tapi, Aku juga penasaran dengan kisah Mentari yang disebutkan Nini.
"Memangnya seperti apa kisahnya Mentari itu, Ni?" Tanya Endro lagi.
"Maafkan Nini, Nak Endro. Nini tidak bisa menceritakannya kepadamu. Mungkin suatu saat..." Ujar Nini berusaha mengelak, namun mencoba mendapatkan pengertian dari Endro.
"Ya sudah, Ni. Meski Endro penasaran, tapi Endro tidak akan memaksa Nini." Ujarnya menyerah. "Nini... Sudah hampir maghrib, Endro pulang dulu. Takut ayah khawatir..." Pamitnya.
"Baiklah, Nak..." Nini bangkit mengikuti Endro. Dia mengantar Endro sampai ke pintu gubuk yang ditempatinya.
Baru beberapa langkah Endro meninggalkan gubuk itu, dia kembali berbalik ke belakang. Dengan segera, dia memeluk wanita yang dipanggilinya dengan sebutan Nini.
"Makasih ya, Ni... Endro tidak pernah ingat, jika Endro dulunya dikasuh sama Nini." Aku Endro.
Nini tersenyum. Dia mengusap lembut kepala Endro dengan lembut. "Tidak apa-apa, Nak. Nini senang bisa merawat kamu, kamu anak baik yang tidak pernah menyusahkan Nini. Ayahmu itu, sudah seperti anak bagi Nini, dan sepantasnya kamu sebagai Cucunya Nini... Nini selalu berdo'a untuk kebaikan kamu, nak."
.
.
.
.
.
,,,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Fatonah
nyesekkk.....
2021-05-06
1
Lina Susilo
pedih rasanya
2021-02-22
2
bucin_nya lee donghae
kita hnya merancang TUHAN menentukan tak kesampaian
apalagi hendak dikata memang itu suratnya dunia,semua yg bercinta pasti kan merasa suka dn duka
apalagi hendak dipaksa jodoh kitapun telah tiada,kita yg berkasih kita yg merintih hati tersiksa
tersiksa thor nyesek 😭😭😭😭
2021-02-14
2