"Tar, tian telpon. Bentar ya."
Tara dan mama bastian masih diarisan. Bastian tiba-tiba nelpon. Mamanya sedikit menjauh dari teman-teman arisan yang sedang heboh menghitung arisannya.
"Halo bas..." Mama bastian.
"Mama gimana sih, Tara gak boleh kecapean ma. Arisan mama kan pasti seharian, tau sendiri mama kalau arisan, arisannya bentar ngobrolnya lama. Mama gak kasian sama Tara kalau kecapean."
Buset, mamanya kaget, ditelpon langsung kena marah Bastian. Tapi senang, jadi tau kalau bastian mulai khawatir dan perhatian sama Tara. Walau gak tau apa penyebabnya.
"Ya udah, sini jemput. Udah selesai kok mama pamer menantunya ke temen-temen mama. Gak usah ngegas bas ngomong sama mama, khawatir ya sama istri tercinta yang mau hamil anaknya." Mama bastian gak mau kalah, dia malah balik ngejek bastian.
Tuttt...
Bastian langsung menutup telponnya. Mama bastian langsung share lokasi ke bastian.
"Udah berapa bulan nak, hamilnya?" tanya salah satu teman mamanya. Tara gelagapan mau bilang.
"Pasti baru ya, dua atau tiga bulan ya. Belum keliatan banget perutnya, tapi udah kenceng. Kram ya dikit?"
Tara terkejut, karena teman mama yang lainnya malah mendekati tara dan menyentuh perutnya.
"Nak, injek kaki menantu saja, biar nular." kata saingan mamanya, tanpa sepengetahuan mama bastian yang masih menelpon.
Tara makin bingung ditinggal sendiri dengan teman-teman mamanya, Tara gak tau udah jadi atau belum, tapi terlanjur karena mama mertuanya bilang seperti itu. Tara sendiri sampai bingung balas pertanyaan yang mana dulu?
"iya, tadi pagi kram dikit tante."
Tara berpikir sejenak, kalau kram tantenya bilang salah satu tanda udah jadi, mungkin beneran jadi. Tara berdoa dalam hatinya, muda-mudah beneran udah ada. Tara sendiri sangat antusias menantikan anaknya, ibu dan bapak juga selalu menanyakannya, terlebih ibu, yang selalu minta cucu ke tara, katanya mumpung ibu masih bisa bertahan sama jantungnya.
"Hati-hati, jangan sampek kecapean, jagain yang bener."
"Dua bulan tiga bulan itu masih rentan."
"Iya tante." Kata tara hanya mengiyakan nasehat teman-teman mama mertuanya.
"dulu kita itu hampir ke pernikahan bastian ya. Udah persiapan dress samaan. Eh gak jadi."
"Yang mantannya bastian, yang gak jadi nikah sama batian?" Mereka malah jadi ngegosip.
"kalau gak salah kan, Sama ya namanya kayak kamu. Kamu tau gak yang batal nikah sama suami kamu?"
Tara pernah dengar sekali, tapi mendengar mereka membicarakannya saja sudah membuat dada tara sesak, tania. Tania, tara ingin menyebutkannya, tapi makin membuat dadanya sesak. Kenapa sih harus dibahas yang dulu, terlebih juga Tara tau Bastian itu lebih mencintai Tania dan Lalanya mungkin, makannya Bastian meninggalkan mereka karena tak mau mereka sedih karena kehilangan bastian, entah sewaktu-waktu, kalau penyakit keturunan bastian mungkin merenggut nyawanya. Tara jadi sedih, murung, gak antusias lagi ikut mamanya ke cafenya, padahal tara sudah memesan bakso, taunya harus nunggu satu jam lagi, karena baksonya baru akan disiapkan. Biasanya baksonya buka jam sebelasan siang, ini tara lirik jam diponsel baru jam sepuluh lebih.
***
"Lah mama tinggalin tara didalam, sama temen-temen rempong mama."
Mama bastian tak juga kembali, dia menunggu bastian diluar. Takut nyasar. Setelah bastian sampai ya mereka masuk sama-sama kedalam.
"Nungguin kamu, mau ngejek kamu aja yang perhatian ke tara, yang khawatirkan sama tara. Eh, didalem yang manis, jangan soo cuek kayak di rumah, malu lah mama kalau kamu gitu."
Ini sebenarnya yang mau mamanya katakan pada bastian, untuk menjaga sikap. Jadi mamanya menunggu diluar. Bastian tak mendengarkan kata mamanya, bastian malah sibuk mencari taranya, duduk dimana dia?
"aahh, namanya Tania ya. Iya tania." sambung teman mama mertua tara yang tiba-tiba saja ingat nama itu.
"Ahh, iya. Tania."
"Sama-sama berawalan T ya kalau dipikir-pikir."
Tara kira udah gak mau dibahas, karena mereka sudah diam, dan sibuk memesan makanannya tadi, tapi ternyata dibahas lagi. Rasanya tara harus tahan sesak didadanya yang membuat moodnya kacau.
"Udah tante-tante, jangan dibahas masa lalu bastian. Kasian masa depan bastian nanti badmood, orang hamil muda kan gak boleh badmood." Bastian datang dan menepis semuanya. Bastian memeluk tara dari belakang, mata tara sudah memerah menahan kesal, kenapa mantan dibahas sih. Tapi mood tara bagus lagi ketika tangan besar bastian mengusap kepala tara dari belakang dan menhujani ciuman dipuncak kepala tara dari belakang.
Sumpah. Tara kaget bukan main, bastian gak pernah kayak gini di rumah. Sentuh tangan aja enggak dan ini, tara menatap tak percaya bastian yang kemudian berdiri disampingnya, menarik sembarang kursi dan duduk disampingnya.
"Jangan sibahas tante, kasian istri tian." Bastian tersenyum menatap tara, membelai lembut dagu tara, meminta tara untuk tersenyum.
Bastian suka sekali memperhatikan setiap detail dari ekspresi tara, bastian lihat dari jauh tadi tara memasang muka betek ketika mereka bahas tania.
"manis banget sih pasangan inii."
"romantiss.." kata teman-teman mama bastian, yang melihat sendiri sikap bastian pada tara.
"Maaf ya nak tara, kita bahas mantan bastian."
"maklum, kalau ibu-ibu kumpul apa aja jadi obrolan."
"kita gak maksud bikin kamu sedih loh ga. Gitu aja tiba-tiba kita ngobrol."
"iya gak apa-apa tante." singkat tara mencoba tersenyum. Walau sebenarnya benetan betek, kenapa harus disamakan, segala hurus depan doang. Tara, Tania. Hah.
"Iya, kenapa bahas yang udah berlalu. Saya sayang banget kok sama menantu saya, apalagi mau kasih saya cucu." Mama bastian tak kalah membela tara. Tara tetap nomer satu, masa lalu ya cuma masa lalu, gak buat dibahas lagi.
"Udah, yuk pulang. Istirahat, nanti kecapean. Mama kalau arisan itu bisa seharian." Bastian mengajak tara untuk bangkit dari duduknya.
"Iya sayang. Kamu pulang aja sama Tian. Maafin mama ya ngajak kamu kesini, lupa kalau harus banyak istirahat kamunya." mama bastian mengusap kepala tara, dia juga setuju dengan bastian, harus pulang.
Tara yang tidak setuju, bakso yang dia tunggu. Tara kan pengen makan bakso, udah nunggu satu jam, eh malah diajak pulang.
"Ma, tara pengen makan bakso dulu. Tara udah pesan ke pelayannya tadi. Tapi katanya baru nanti jam sebelasan baksonya bisa diorder." Tara melirik mama dan bastian, memohon tidak mengusir dari cafe itu. Bukan gak mau pulang, tapi mau makan bakso.
"Ya ma, mas. Tara mau makan bakso dulu, habis itu pulang. Tungguin setengah jammm lagii..." pinta tara pada keduanya.
"Uluhh... tara ngidam ya. Pengen makan bakso. Kasian jeng, udah biarin. Tunggu sini aja dulu."
"Dari tadi makannya ya tanya sama pelayan, disuruh pesan yang lain gak mau. Ternyata ngidam toh." mereka sambung-menyambung menjadi satu membicarakan tara.
"manis banget sih jeng, mantunya. Lucu, imut, pas minta gak mau pulang, cuma buat makan bakso."
"iya, imut. Eughh... udah kayak anak kecil ya, yang merengek minta bakso. Gak mau pulang sampai nunggu baksonya bisa diorder."
"Ya ampun, manisnya menantu jeng ini."
"pinter tian carinya."
Tara dan bastian sudah pindah tempat duduk, tapi mereka masih membahas tentang Tara. Mama bastian senang, puas dipuji teman-teman arisannya, yang selalu ngejek diam. Sementara dia melirik ke meja bastian dan tara, bastian tertangkap menatap tara dengan manis sembari menunggu baksonya datang, sementara tara sibuk main hp.
"Ta," panggil bastian yang menatap tara yang konsen main game diponselnya.
"hmmm?" tara hanya berdehem menjawab bastian.
"Beneran ngidam?" tanya bastian sedikit tak percaya, kalau beneran ngidam, harusnya udah jadi dong, udah ada dong anaknya dalam perut tara. Bastian penasaran.
-
aku juga bas, penasarann...
eughh manisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Fatma Ningsih
nggak rugi tuh, belum buka segel, sudah adah benih😂😂😂😂
2021-05-20
0
Becky D'lafonte
mudahan beneran ngidam
2020-11-22
0
Anonymous
sama aku juga penasaran.....
2020-11-15
0