"Tan, sorry gue gak cinta sama lo ternyata!"
Bastian dengan ringan dan santainya mengatakan itu pada Tania. Bima yang tak sengaja mendengarnya langsung menghajar Bastian.
***
Bastian datang ke rumah sakit, karena akhir-akhir ini berat badannya turun drastis. Dokter memberikan surat diagnosa penyakit Bastian. Bastian juga sering lupa.
"Jangan sentuh barang-barang saya. Bagian kamu lemari yang sisi ini."
Setelah mamanya pergi, bastian memberitahu bagian milik Tara, lemari yang harus tara gunakan dan melarang Tara mengotak-ngatik pakaian lemarinya.
"jangan sesekali menyentuhnya." kata bastian menegaskan lagi.
Iya Tara tau, tara sebatas wanita yang dibayar untuk memberikan cucu kepada mama bastian. Tak perlu diulang. Bastian keluar untuk mengambil minum, dia meninggalkan tara sendiri. Tara berjalan pelan ke kamar mandi, untuk membersihkan dirinya, melepaskan gaun pengantinnya. Karena kaki yang masih sedikit sakit, Tara tak sengaja berpegangan pada knop pintu lemari bastian, dan ketika selesai ganti baju tadi Bastian lupa menguncinya.
Brakk...
Lemarinya tak sengaja dibuka dan sebuah dokumen jatuh ke lantai. Niat tara tadinya ingin mengembalikannya. Tapi dokumen itu terbuka begitu saja.
"diagnosa atas nama bastian..."
Tara tak sengaja membaca tulisannya. Tara mengambilnya, seudah terlanjur melihat, tara jadi penasaran. Tara melirik keluar, bastian belum terdengar melangkah mendekati kamar, mungkin masih jauh. Tara membacanya dengan seksama. Tara tak percaya membaca itu, Tara mengambilnya dan mengambalikannya ke lemari. Tara duduk dipinggir ranjang dan mencari ponselnya. Mengetik penyakit keturunan yang bastian derita.
"Dapat menyebabkan kelumpuhan sewaktu-waktu. Hilang ingatan singkat bahkan sampai lama."
Tara tak percaya membaca artikel yang dia temukan di internet. Dada tara rasanya sesak membacanya. Kenapa? bastian bukan siapa-siapa untuk Tara?
"Minum,"
Bastian tiba-tiba muncul dan menyodorkan minuman dingin. Tara terkejut melihatnya, dia menatap nanar laki-laki didepannya. Bagaimana pun dia suami Tara, dan dia sedang sakit. Parahkah penyakit itu? tara rasa ita, sampai bisa menyebabkan kelumpuhan, lupa ingatan.
Tara bukannya mengambil gelas yang bastian sodorkan padanya, tapi malah tanpa sadar meneteskan air mata.
"kenapa kamu nangis? apa kakinya makin sakit?" tanya bastian bingung. Bastian melirik ke kaki tara, memeriksa kaki tara.
Tara diam, dia menunjukan isi ponselnya. Bastian membaca artikel yang tara tunjukan. Bastian kaget, kenapa sama persis dengan penyakitnya. Bastian langsung menaruh gelasnya, tak yakin, tapi apa mungkin tara membuka lemarinya? Bastian berjalan memeriksa lemarinya, lemari yang biasanya terkunci, kali ini pun harusnya terkunci, tapi ini tidak.
"kamu buka-buka lemari saya!" bastian menunjuk tara dengan tatapan dan suara yang menggebu, marah, penuh emosi.
"Beraninya kamu buka kunci..."
Belum selesai mengatakan ucapannya, tara meraih tangan bastian, menunjukan tangan bastian, dimana kunci lemarinya dijadikan cincin dijari telunjuknya, bastian tadi menarik kuncinya, ingin dia simpan tapi malah dia masukan ke jari telunjuk dan langsung turun untuk minum.
"syett...."
Bastian kesal pada dirinya sendiri, dia lupa lagi dengan hal kecil. Tara melihat secara langsung, bagaimana salah satu efek dari penyakit bastian. Tara makin menangis. Bastian langsung mengunci kamarnya.
"jangan bahas ini sama mama, jangan kasih tau siapapun. Anggap saja kamu tak pernah melihat surat itu."
bastian mengambil duduk disebalah Tara. Tak berani menatapnya. Tara hanya bisa menangis. Bastian benci tangisan itu, bastian sendiri hampir dua hari menangis, mengasingkan diri ke hotel setelah mendengar diagnosa dokter. Kenapa dia harus seperti papanya, mengidap penyakit yang sama pada akhirnya menyerah karena penyakit itu, meninggalkan mama dan dirinya.
"Hikss..."
Tara makin tak bisa membendung suara tangisannya. Bastian melirik tara, dia malah tertawa.
"kenapa kamu harus nangis? kamu bukan siapa-siapa aku? kita juga baru kenal. Gak usah lebay." kata bastian akan berdiri, keluar, tak mau mendengar orang menangis. Benci.
tapp..
tapi langkah bastian terhenti karena tangan tara yang menahan tangannya, menggenggam tangannya, tanpa izin.
"karena kamu suami saya. Saya menangis untuk itu."
ucapan itu keluar begitu saja, tara merasa bastian jadi bagian hidupnya, orang yang penting. Jadi rasanya sangat sesak mengetahui ini.
"udah lah, pernikahan kita cuma pernikahan kontrak. Jangan taruh hati kamu dipernikahan ini. Gak perlu pakai perasaann." Bastian menepis tangan Tara.
"Besok kita akan bulan madu. Saya akan ajak kamu ke dokter untuk program hamilnya. Saya tidak mau kita saling menyentuh, apa lagi berhunungan. Jadi kita lakukan dengan cara medis, tanpa berhubungan." kata bastian menyudahi pembicaraan itu. Bastian keluar kamar. Entah akan kemana?
Tara hanya bisa menangis didalam kamarnya. Aneh memang, orang yang baru dia kenal, yang terpaksa dia nikahi, tapi kenapa sangat sesak mendengar dia sakit. Sepertinta dari cara bicara bastian, tak ada yang tau. Mungkin bina juga tak tau.
***
Ke esokan harinya bastian mengajak Tara ke rumah sakit, tapi bastian mengatakan jika mereka akan honeymoon.
"Ma, ke bali aja lah. Bastian gak ada waktu, bastian kan juga harus balik ke kantor."
Ini saja bastian harus berdebat dengan sang mama. Semua koper sudah dimasukan. Mamanya memeriksa tiket bastian, hanya ke bali dan dua hari dua malam menginap di hotel. Mamanya protes, balinya tak apa, tapi harus minimal satu minggu.
"Bas, kamu itu pemilik perusahaan. Kamu bisa suruh karyawan kamu handle semua pekerjaan di kantor. Tambahin jadi satu minggu, mama gak masalah balinya. Tapi kurang lama."
Sementara bina dengan tara, masih saling memeluk dan berpamitan.
"Ta, hati-hati ya. Semoga cepet jadi, siapa tau kalau udah jadi, om gue bisa sayang beneran sama kamu." bisik bina pada tara.
"iya, bi."
"wooh.. iya." bina heboh dengan jawaban tara. Iya kah, tara juga sudah suka.
"Ta, lo beneran suka sama om gue?"
"Gak yakin, tapi gue sedih tiap inget pernikahan yang seperti ini, Bi. Gue juga mau disayang dan diperhatiin. Kan om lo suami gue."
Bina malah tersenyum senang. Bina dukung tara suka si omnya. Bina dukung tara berjuang buat dapetin cinta omnya.
"semoga setelah ini hubungan kalian makin baik."
Bina menggandeng tara mendekati bastian dan mamanya yang masih berdebat.
"Gak apa-apa ma, dua hari cukup. Nanti biar mas tian atur waktu, jadi bisa lebih lama liburannya."
Tara menengahi perdebatan mereka. Bastian langsung mengangguk setuju dengan ucapan Tara. Tak ada yang bisa membantah mamanya kecuali Tara.
"ya udah, tapi janji cari waktunya ya bas?" mama bastian menunjuk bastian, untuk menepati janji, suatu hari nanti.
"Iya maa. Janji."
Bastian dan Tara pamit, mereka naik mobil ke bandara. Tanpa diantar, karena bastian sendiri yang melarangnya, gak mau mamanya kecapean setelah semalam sesak nafas karena sibuk nemuin tamu, ngurus ini dan itu.
"bi, nitip mama aku ya. Jagain yang bener." kafa bastian pamit diluar rumahnya dengan bina dan sang mama.
"om, jagain sahabat aku yang bener juga. Hati-hati, jangan sampek kesakitan." bina bercanda.
"ouhh, udah tau dia." mama bastian yang heboh. Tara hanya diam, senang andai itu terjadi tapi rencana bastian berbeda.
"Ma, tara pamit ya."
Mereka masuk ke mobil, melambaikan tangan dan mobil mereka keluar dari halaman rumah itu.
"Nanti kita ke rumah sakit dulu, buat periksa untuk program hamilnya. Kapan bisa penanaman benihnya." kata bastian memberitahu tara. Tara hanya mengangguk.
-
kacian bastian.
bastian waktu tau dia diagnosa mengidap penyakit keturunan dari papanya. uhh... uluhh uluhh. nangisnya pen peluk kenceng gituuhh..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
emak ririn
itu penyakit keturunan yg bisa buat lupa..ampe lupa am kunci di jari yg barusan disemat...tapi ama mantan g lupa...🤭
2021-05-19
1
Tria Wulandari
tetep semangat berkarya
2020-11-15
0
Tria Wulandari
hai Thor.. like ceritanya. . mampir ya kak di tulisan pertamaku Putih Abu-Abu 2010 ..like dan vote
2020-11-15
0