Stella tersenyum melihat pantulan dirinya di depan cermin. Warna rambutnya yang ia ganti 8 tahun lalu kembali menjadi warna rambut aslinya. Hanya demi Allferd, Stella rela melakukan hal ini.
Bagi Stella, warna rambut asli shandy blonde adalah sebuah kesialan bagi dirinya. Stella mengganti warna rambut sebagai pertanda jika ia mengubah hidupnya.
Tidak mudah untuk Stella mencapai di titik ini, menjadi seorang bintang tersohor. Butuh banyak pengorbanan untuk bisa menjadi seperti ini.
Meski sebenarnya tidak banyak berubah, tapi tetap saja menurut Stella itu sebuah kemajuan besar dalam hidupnya. Dengan berbeda warna, Stella nekat untuk merubah nasib hidupnya, untuk masalah sang ibu dan mendiang Maggie bagi Stella adalah sebuah konsekuensi.
Di balik warna rambut indah itu, terselip perasaan takut. Stella takut jika hidupnya akan kembali di penuhi kejadian buruk seperti 8 tahun silam.
Ia memejamkan matanya berusaha meyakinkan diri jika warna rambut asli bukanlah kesialan baginya. Menarik napasnya dalam-dalam, berusaha yakin dengan dirinya sendiri.
Ponsel Stella bergetar memberitahu ada pesan yang masuk, Jade mengingatkan Stella untuk pergi ke gedung stasiun televisi. Beberapa hari yang lalu, Stella mendapatkan tawaran menjadi tokoh utama sampingan film layar lebar yang di rencanakan akan tayang tahun depan. Dialog serta alur cerita yang sangat menarik membuat Stella langsung menerima tawaran itu.
Stella akan memerankan peran istri dari seorang tokoh agen rahasia badan intilijen yang pekerjaannya sangat di rahasiakan, lalu Stella akan di culik sebagai ancaman untuk agen rahasia itu.
Stella mengambil karet gelang dan menggulung rambutnya ke atas dengan model half bun. Sekarang, tidak hanya di depan kamera ia melakukan adegan laga, tetapi sejak kehadiran sosok Allferd di hidupnya bahkan adegan lagapun di lakukan di dunia nyata.
Terlintas nama Allferd di benaknya, Stella memejamkan matanya berusaha menguatkan dirinya kembali. Karena musuh terbesar adalah saat melawan sosok yang tidak nyata namun sangat jelas di dalam ingatan.
Bel pintu apartement berbunyi, segera Stella bergegas ke luar. Allferd, sudah berdiri di depan pintu dengan begitu rapih dan terlihat sangat tampan. Stella menaikkan kedua alisnya melihat penampilan Allferd hari ini.
"Ada apa kau datang kemari?"
Allferd mengedikan bahunya santai, "kau mendapatkan tawaran pekerjaan baru bukan? Aku akan mengantarmu,"
Stella tertawa kecil, "baiklah. Aku akan bersiap-siap,"
Ketika Stella hendak kembali masuk ke dalam apartementnya, dengan cepat Allferd menahan tangan Stella.
"What's wrong?"
"Kau tampak lebih cantik dengan warna rambut aslimu. Aku menyukainya,"
Stella mengerjapkan matanya berulang kali, memiringkan kelalanya berpikir. Ada apa dengan Allferd hari ini? Kenapa pria ini tampak lebih lembut dari biasanya? Dan ada apa dengan detak jantung Stella? Mengapa hari ini rasanya lebih berdebar dari pada biasanya?
Stella tersenyum miring, "you are liar." Kemudian Stella kembali masuk ke dalam apartementnya untuk mengambil tas tanpa perlu repot-repot mengundang tamunya itu untuk masuk ke dalam.
Tidak perlu menunggu lama, Stella sudah kembali ke hadapan Allferd sambil membawa tasnya.
Allferd tersenyum manis dan mengulurkan tangannya kepada Stella. "Ayo,"
Dengan senang hati Stella membalas uluran tangan Allferd. Tidak peduli nanti, ia hanya ingin menikmati masa-masa kini. Tidak ada yang tahu kapan Allferd akan kembali menjadi sosok yang menyeramkan dan misterius?
***
"How are you Stel?" Sapa Jade ketika Stella tiba di gedung stasiun televisi.
"Halo Jade," Stella membalas pelukan singkat Jade.
"Oh gosh! Ada apa dengan pipimu? Kenapa kau bisa terluka?" Jade melirik Allferd yang berdiri di sebelah Stella, "kau bersama Allferd? Kalian berkencan?" Jade menyipitkan matanya, menatap Stella dengan penuh tatapan menyelidik.
"Dia hanya menemaniku. Sudahlah, aku harus ke dalam untuk pembacaan naskah," ucap Stella acuh tak acuh kemudian meninggalkan Jade dan Allferd di depan ruangan.
Jade beralih menatap Allferd dengan tatapan curiga setelah Stella masuk ke dalam ruangan. Sedangkan yang di tatapnya hanya duduk santai di kursi tunggu.
"Kalian berkencan?" Jade tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Allferd menatap Jade sekilas. "We are,"
Jade melipat tangannya di depan dada. "Aku tidak mengerti. Bukankah terakhir kali aku melihat Stella sedang menangisi kepergian Zach? Kenapa sekarang dia bisa denganmu?" Jade begitu terang-terangan dan tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya membuat Allferd jengah.
"Kau begitu ingin tahu,"
"Tentu saja! Aku sudah mengurus Stella selama lebih dari 8 tahun!"
Allferd memutar bola matanya dengan malas. "Jika kau tak berguna, aku sudah menghabisimu saat ini juga." Gumamnya.
Jade melotot. "Kau mengatakan apa barusan!?" Suara Jade meninggi karena merasa Allferd sudah mengumpat di hadapannya saat ini. Meskipun ia tak mendengar dengan jelas apa yang barus saja Allferd katakan.
Allferd mengedikan bahunya tak acuh, menghiraukan ocehan Jade. Wanita itu melangkahkan kakinya mendekati Allferd dan duduk di samping pria itu.
Beberapa menit suasana loby begitu hening, hanya ada beberapa orang sibuk yang berlalu lalang keluar masuk ruangan. Begitu pula dengan Jade dan Allferd tidak ada yang kembali memulai pembicaraan di antara mereka.
Baru saja Jade membuka mulutnya hendak menanyakan 'sesuatu' kepada Allferd, tiba-tiba Stella sudah keluar dari ruangan di sertai dengan senyuman khasnya.
"Aku sudah selesai. Hari ini hanya pembacaan naskah, syuting di mulai besok." Stella melangkahkan kakinya menghampiri Jade dan Allferd, Stella memiliki postur tubuh indah yang di idam-idamkan para wanita.
Stella menyipitkan matanya menatap Jade dan Allferd bergantian. "Apa aku memiliki jadwal lain hari ini?" Sedangkan Allferd sedang memicingkan matanya menatap ujung loby.
Jade mengecek ponselnya sambil bergumam. "Tidak. Aku sengaja mengosongkan jadwalmu hari ini untuk persiapan syuting panjang besok," Stella tersenyum senang, Jade memang wanita pengertian.
Allferd bangkit dari tempat duduknya kemudian menarik Stella pergi dari gedung stasiun televisi tanpa mengatakan apapun. Stella hanya melambaikan tangannya sebagai tanda pamit yang tak tersampaikan karena Allferd langsung menariknya pergi.
"Tunggu, tunggu, tunggu! Aku bisa jalan sendiri!" Berontak Stella setengah memekik.
Allferd semakin mengencangkan tarikan tangannya dan semakin cepat melangkah membuat Stella kesulitan untuk mengimbangi langkah kaki Allferd yang lebar nan cepat itu.
"Just shut up and follow me!" Desis Allferd dengan suara pelan.
"What happened Allferd?!" bisik Stella setengah panik karena Allferd membawa Stella menuju tangga darurat.
"Aku rasa ini satu-satunya tempat tanpa cctv," Allferd tidak melepaskan tangan Stella sedikitpun.
"Apa maksudmu?" Stella tidak mengerti, namun langkah kakinya tetap berusaha mengimbangi langkah Alferd.
"Kita di ikuti, dan kau ikuti saja perintahku."
BRAK!
Terdengar bunyi gebrakan pintu di buka, benar saja ada sosok pria berpakaian serba hitam mengikuti mereka berdua.
Kesal, Stella menarik tangan Allferd bermaksud untuk berhenti berlari. Suara high hells Stella sungguh tak enak untuk di gunakan berlarian seperti ini.
"Aku tidak bisa berlari menggunakan hak tinggi!" Sentak Stella, sontak wanita itu melepaskan kedua high heelsnya sebelum melanjutkan berlari bersama Allferd.
"Berikan sepatumu," pinta Allferd tanpa menghentikan langkah kakinya.
Stella melotot menatap Allferd. "Untuk apa!?"
"Berikan saja, kita tidak punya banyak waktu."
Allferd langsung melemparkan high heels Stella mengenai sosok pria yang mengejar mereka. Berhasil mengenai target, tapi bukan itu yang Stella pikirkan. Itu adalah sepatu yang hanya ada 5 di dunia! Tidak tahukan Allferd berapa harga sepatu fantastis itu?!
"Sepatu itu hanya ada 5 buah di dunia!"
"Aku bisa menggantikannya,"
Langkah kaki Stella terhenti saat mereka tiba di atap gedung stasiun televisi. "Bukankah kita harus ke bawah?" Tanya Stella setengah takut.
Allferd mengeluarkan dua buah pistol dari sakunya dan di berikan kepada Stella.
"Arahkan pistolmu ke pintu tadi," perintah Allferd, bermaksud untuk langsung menembak sosok yang mengejar mereka tadi.
Sedangkan Allferd sibuk mengikat tali ke pinggangnya serta sebuah tiang kuat, melihat Allferd yang sibuk seperti itu membuat Stella semakin panik.
"What the hell are you doing?"
"Tembak saja siapapun yang muncul dari balik pintu itu." Jawab Allferd tanpa menatap Stella sedikitpun.
Stella meneguk salivanya dalam, kemudian terdengar bunyi pintu di buka secara kasar. Tanpa membuang waktu lagi, Allferd langsung menarik pinggang Stella menggunakan tangan kanannya dan tangan kiri Allferd merebut pistol dari tangan Stella. Allferd menarik pelatuk pistolnya berulang kali sebelum turun dari atap gedung dengan Stella di dalam pelukannya.
Sungguh, rasanya jantung Stella ingin copot seketika. Terjun dari atap hanya dengan pinggang di peluk oleh Allferd, membuat kemungkinan jika tangan Allferd di lepaskan dari pinggangnya akan membuat Stella jatuh begitu saja. Refleks, Stella membuang pistol yang di genggamnya dan memeluk Allferd seerat mungkin. Gedung stasiun televisi ini terbilang sangat tinggi, gedung ini terdiri atas 59 lantai!
Stella masih menempel dalam pelukan Allferd meskipun mereka berdua sudah mendarat dengan sempurna, tidak langsung memijak tanah, tetapi Allferd menarik tali yang menggantung lainnya sebelum mendarat dengan sempurna di tanah.
Allferd terkekeh melihat ekspresi Stella yang begitu ketakutan. "Calmdown babe, kita sudah sampai."
Stella menjauhkan kepalanya dari bahu Allferd meskipun belum melepaskan pelukannya.
"I hate you bastard!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Lilis Ferdinan
kasian Stella tuh jantung jd aerobik mlulu,,, resiko dekar ma psychopath,,, 😁😁jng bilang benci trs stell,,, ntar jd beneraan cinta loh,,
2021-10-04
2
pembaca dalam hati
kaya adegan itu ya action di film film haha
2021-03-12
1
Kuswati Kuswati
wkwkwk... keren wooiii...
2020-08-13
1