Stella langsung terbangun dari tidurnya ketika menyadari jika ia tidur bukan berada di kasurnya. Ia menghela napasnya lega saat mengetahui pakaiannya utuh seperti sebelum ia tidur hanya saja sepatu boatnya sudah di lepas dari kakinya.
Terdengar suara pintu kamar terbuka membuat Stella menoleh ke arah sumber suara, ternyata Allferdlah yang masuk sambil membawakan makanan di atas nampan.
Perasaan Stella kini setengah senang dan setengah khawatir. Senang karena ia baik-baik saja dan ia akan memakan masakan dari chef idolanya, khawatir karena takut Allferd mencampurkan zat berbahaya di makanannya itu.
Astaga, bagaimana bisa jiwa menyukai idolanya itu muncul di saat-saat seperti ini?!
"Aku kira kau mati. Apa kau sangat lelah hingga tidur sangat lama?" Allferd menyodorkan nampan makanan itu kepada Stella.
Dahi Stella mengerut, "memang sekarang pukul berapa?"
Allferd melirik jam tangan mewahnya. "Pukul 11 malam. Kau tidur selama 10 jam,"
"Astaga, pasti Jade mencariku. Aku baru ingat jika aku tidak membawa ponsel, bisakah kau meminjamkanku ponsel? Aku harus menghubungi manajerku,"
Allferd berdecak namun tak urung juga ia memberikan ponselnya kepada Stella. "Kau sungguh merepotkan,"
"Halo Jade!"
"Stel, kau kemana saja? Semua orang hari ini sibuk mencarimu,"
Stella terkekeh ringan, "Tenanglah, aku baik-baik saja. Aku berada di.."
Allferd yang di tatap oleh Stella menaikkan kedua alisnya pertanda ia tidak mengerti apa maksud Stella, tak perlu menunggu lama untuk Allferd berpikir, pria itu mengatakan
"Dimana Stel?" suara Jade di sebrang sana membuat Stella semakin bingung hendak menjawab apa.
"Di rumah kekasihku," jawab Allferd pelan.
"Di rumah kekasih.. Apa?!" Stella hampir berteriak saat menyadari jika ia hendak menirukan jawaban Allferd.
"Kekasihmu? Za-"
"Maksudku di rumah kekasih temanku, ada temanku juga di sini." Jawab Stella cepat sambil sesekali melirik Allferd.
Bisa tamat ia sekarang juga jika Jade menyebutkan nama yang di maksud tadi.
"Apa besok aku memiliki jadwal?"
"Kau masih memiliki adegan terakhir, ingat? Bersama pemain pengganti Andrew dan mungkin scriptnya akan berubah,"
Alis Stella terangkat, "benarkah akan berubah?"
"Mungkin, karena adegannya di ubah menjadi sore hari."
"Baiklah, besok siang datang ke apartementku. Kalau begitu sudah ya, aku tutup. Dah!" Stella menutup panggilan setelah mendengar jawaban Jade lalu mengembalikan ponsel kepada pemiliknya.
"Aku tidak akan mengucapkan terima kasih karena kau menculikku ke sini," ketus Stella.
Allferd mengedikkan bahunya tak acuh, "siapa yang peduli, cepat makan."
Stella menatap Allferd dengan curiga, "kau tidak menaruh sesuatu yang aneh bukan?"
"Misalnya?"
"Mana ku tahu, siapa yang tahu jika ternyata kau memasukkan racun ke dalam makananku."
Allferd berdecih sinis kemudian berdiri kemudian mengatakan sesuatu sebelum keluar kamar, "dari pada menggunakan racun, aku lebih senang menggunakan pisau atau pistol."
Sella menggelengkan kepalanya tak percaya mendengar ucapan Allferd sebelum pria itu keluar. Kini satu pertanyaan terlintas di benaknya, apakah di kehidupan sebelumnya ia telah melakukan dosa besar sehingga di kehidupannya sekarang ia terjebak bersama pria berbahaya yang nyawanya bisa hilang kapanpun pria itu inginkan.
"Dia bukan malaikat penjagaku namun dia malaikat pencabut nyawaku."
***
Stella melirik jam dinding kemudian menghela napasnya, sekarang waktu sudah menunjukan pukul 1 dini hari dan ia tidak bisa kembali tidur. Sudah lama ia tidak tidur selama itu karena sibuk dengan pekerjaannya yang tiada henti.
Rasa penasaran mulai menghantui Stella seputar privasi Allfed. Bagaimana ia tidak penasaran jika Allferd bisa mengetahui segala tentangnya, sedangnya dirinya sendiri tidak mengenal Allferd sedikitpun. Akhirnya karena penasaran, Stella mengelilingi kamar Allferd yang terdapat satu buah kasur berukuran king size, dan satu buah buffet, kamar mandi juga terdapat di dalam kamar Allferd.
Sebenarnya Stella ingin mengelilingi rumah Allferd, namun jujur saja karena sosok Allferd begitu menyeramkan di matanya membuat nyali Stella menciut untuk keluar dari kamar.
Buffet 3 laci itu mebuat Stella penasaran akan isinya, mungkin mengintip sedikit tidak apa-apa, pikir Stella.
Stella membuka laci pertama, ia membelakakan matanya melihat isi laci itu. Biasanya isi sebuah laci adalah buku-buku atau peralatan yang lazim, tapi isi laci pertama Allferd adalah sarung tangan hitam, pisau lipat kecil dan pisau berukuran biasa serta dua buah pistol.
Stella meneguk salivanya dalam, 'dia memang malaikat pencabut nyawa'. Lagi pula untuk apa seseorang menyimpan benda-benda tajam seperti itu di dalam kamar?
Rasa penasaran Stella tak hanya sampai di situ saja, ia membuka laci kedua dan terdapat sebuah kotak hitam saja. Ketika Stella hendak membukanya dengan hati-hati, pintu kamar di buka dan suara Allferd membuatnya terkejut
"Sedang apa kau?" nada dingin itu seakan siap menusuk Stella.
Stella hampir melompat dari tempat saking terkejutnya, ia gelagapan dan tatapan tajam Allferd semakin membuat nyali Stella menciut.
"Aku tidak suka jika ada seseorang yang mengusik privasiku. Keluar!" usir Allferd tak tanggung-tanggung.
Stella menegakkan posisi tubuhnya, bersiap untuk melawan sosok Allferd. "Kau gila? Kau mengusirku pada jam dini hari?!" balas Stella tak kalah kencang.
"GET FUCKING OUT FROM MY ROOM, *****!" bentak Allferd, karena Stela yang tak kunjung bergerak meninggalkan posisinya terpaksa Allferd mencengkram pergelangan tangan Stella dengan kencang dan menyeret wanita itu keluar dari rumahnya. Tidak peduli jika Stella tak memakai mantel dan harus melawan udara dingin kota New York pada dini hari di luar ruangan.
Stella menarik napasnya dalam-dalam, meskipun Stella adalah seorang model seksi dan aktris yang selalu berciuman dengan lawan mainnya dalam film romansa, tapi seumur hidupnya belum pernah ada yang mengatainya '******' dan hari ini akan menjadi rekor dalam hidupnya.
Pertama kali ia di panggil ****** dan yang kedua ini adalah pertama kali Stella di usir pada dini hari melawan dinginnya kota New York tanpa penghangat sedikitpun. Apakah Allferd tidak berpikir jika Stella bisa saja mati membeku di luar sana?
"AKU BISA MATI MEMBEKU BRENGSEK!" Stella melepaskan cengkraman Allferd dengan sekali sentak.
Bukannya membentak Stella kembali, tanpa Stella duga Allferd mengeluarkan pistol dari saku celananya dan langsung menempelkan moncong pistol ke kepala Stella.
"Berhenti merengek atau pistol ini yang akan berbicara," desis Allferd, sorot matanya yang setajam silet sekan semakin emberitahu Stella jika Allferd sedang serius.
DOR!
Suara letupan pistol yang melengking di telinganya berhasil membuat Stella terkejut setengah mati dan bergetar ketakutan. Untung saja yang di tembak Allferd adalah pagar yang menjulang tinggi nan kokoh di belakang Stella menimbulkan suara bising alarm otomatis menayala. Ternyata pistol itu terdapat pelurunya dan tadi Allferd menembak pagar tepat di sebelah kepalanya.
Telunjuk Allferd mengangkat dagu Stella, menyuruh perempuan itu untuk menatap nya karena sejak tadi Stella menundukan kepalanya karena takut. Ekspresi dingin Allferd yang mematikan seakan sedang berlomba-lomba dinginnya dengan cuaca kota New York saat ini.
"Are you scared, *****?" tanya Allferd penuh penekanan di setiap katanya, ralat Allferd lebih lebih menekankan di akhir kalimatnya.
Stella hanya terdiam, berusaha menetralkan rasa takutnya saat ini juga. Kemudian ia mengadahkan kepalanya, menatap Allferd dengan tatapan menantang.
"Kau mengusirku? Tanpa kau suruhpun aku akan pergi! Aku akan pergi dari hidupmu! Aku harap aku tidak pernah bertemu denganmu lagi," desis Stella kemudian berlari keluar rumah Allferd, meninggalkan Allferd yang tertohok karena ucapan Stella.
Stella berjalan seorang diri melawan dinginnya kota New York pada dini hari, dalam hati ia tak berhenti merutuki rumah Allferd yang berada di daerah sei akan penduduk dan ia juga merutuki pemiliknya. Bahkan Stella tidak tahu dirinya ada di mana sekarang, tidak ada kendaraan yang lewat satupun dan yang terpenting Stella tak tahan dengan udara dingin tanpa penghangat karena tadi Allferd langsung menariknya begitu saja membuat Stella tak sempat untuk menggunakan mantel serta sepatu boatnya terlebih dahulu. Stella merasakan kakinya sudah membeku sekarang.
Tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna kuning terhenti membuat langkah kaki Stella juga ikut terhenti. Kemudian pintu mobil mewah itu terbuka otomatis, dan Stella dapat melihat Allferd yang sedang duduk tenang di kursi kemudi.
"Cepat masuk, kau akan mati membeku bodoh! Aku akan mengantarmu pulang,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Khu Jaenab
menyadari sih, seorang psycho emang kayak gtu
2021-10-01
1
🌹Milea 🖤
uhg seru seru 👏👏 serasa lg nnton film laga romantis 🥰
2020-09-01
1
Παλωα ανγωαρμαση ζηλανω
takut uiii. 😱😱😱😱😱😱
2020-06-02
1