Kerinduan dua anak manusia akan terobati dengan adanya pertemuan. Kesibukan telah melenakan mereka.
Pertemuan Dio dengan Sofi meninggalkan kesan yang begitu mendalam. Hati keduanya sudah tertaut, meskipun belum ada kata pernyataan. Bahasa tubuhnya mengungkapkan, sebenarnya saling mencintai. Tapi entahlah, Dio belum punya keberanian untuk menyatakan.
Sore itu sepulang kantor, Dio berencana menjemput Sofi untuk ke rumah Rubby. Jam menunjukkan pukul 16.00. Setelah salat ashar, Dio bergegas menuju parkir.
"Dio... aku ikut ya... pliss...."
Tiba-tiba Alexa muncul dan menghalangi sepeda motornya.
"Duh, mbak... maaf..maaf. Aku buru-buru nih, mau jemput adikku. Nanti keburu malam. Maaf ya mbak..."
"Aku ikut sampai halte depan ya... plissss...."
Alexa merajuk...
"Baik mbak. Tapi sampai halte depan ya.."
Alexa langsung naik di belakang Dio.
Duh biyung... Ini mak Mak...ngeyel banget... Mana buru-buru lagi. Tapi, gak papa lah. Bismillah, niat menolong teman kerja...
"Suit...suit...cie...cie... pacaran niyee...."
Suara bersahutan, menghiasai perjalanan mereka. Para pegawai yang kebetulan pulang menggoda mereka. Dio tak menghiraukan mereka.
Duh, ini apalagi... Pakai pegangan lagi.
"Mbak, lepasin tangannya mbak. Malu..."
"Eh, maaf...maaf...lupa.... he he he... saya kira pacar saya..."
Blaaaaaaar....
Bagai petir di siang bolong... menyambar.... Dio berhenti tepat di depan halte.
"Sudah ya mbak, turun sini. Saya buru-buru nih. Mau jemput adik."
Alexa turun dengan muka bahagia. Bibirnya tersenyum. Dia turun.
"Makasih ya . besok lagi nunut lagi....."
"Sama-sama mbak, saya pamit dulu ..."
Dio malas menjawab ajakan Alexa, besok mau nunut lagi. Oh...tidak.....
Dio memacu motornya dengan kecepatan agak cepat keburu malam. Dua puluh menit sudah sampai di rumah Sofi.
"Assalamualaikum Sofi..."
Sofi sudah menunggu di depan rumah rupanya.
"Wa Alaikum salam Dio. Masuk sebentar, ibu mau bertemu."
Dio masuk rumah dan menemui ibunya Sofi.
"Assalamualaikum Buk, apa kabar??"
Dio mencium tangan ibunya Sofi.
"Wa Alaikum salam, Alhamdulillah ibuk sehat nak. Nak Dio gimana?? Kok lama nggak ke rumah."
"Maafkan Dio Buk, banyak kerjaan. Ini tadi habis dari kantor mau jemput Sofi. Mau ke rumah Rubby."
"Oh, gitu. ya sudah...cepat berangkat sana. Nanti keburu malam."
"Kami pamit dulu ya Buk."
Dio dan Sofi mencium tangan iBu.
"Salam buat nak Rubby ya.."
"Iya Buk, nanti saya sampaikan."
Dio dan Sofi berboncengan. Sofi tetap menjaga jarak, duduknya miring tidak mendekat Dio. Tangannya memegang jog motor. Dalam perjalanan mohon perlindungan semoga selamat sampai rumah Rubby.
Sore yang indah. Sepanjang perjalanan dihiasi bunga-bunga bermekaran. Mungkin karena perasaan dua insan yang mencintai dalam diam.
Ah, seandainya Sofi sudah menjadi istriku, pasti aku akan lebih bahagia. Tapi, sayang, aku belum punya keberanian untuk melamarnya.
Dug dug dug.... pssssssst....
"Duh, kenapa ini. kok...."
Sepeda motor Dio berhenti. Sofi turun dari motor. Dilihatnya ban belakang.
"Dio, banya bocor."
"Astaghfirullahaladzim...ya Allah. Padahal sudah dekat rumah Rubby. Gimana kalau aku telepon Rubby, suruh jemput kamu Sof."
"Biar aku aja yang telepon dia ya... Kamu cari tambal ban."
Sofi menghubungi Rubby. Tak berapa lama, sopir Rubby datang.
"Masya Allah, Sofi... gimana? Mana Dio."
"Dio menambal ban, itu tak jauh dari sini."
Rubby melambaikan tangannya. Dipeluknya Sofi. Mereka bercakap sebentar, kemudian pulang.
"Dio, kami pulang dulu ya. Kamu nanti nyusul. Ditunggu papah di rumah."
Rubby mengirim pesan ke Dio. Mobil melaju pelan meninggalkan Dio dengan motornya.
"Rubby, gimana kabar papahmu??"
"Alhamdulillah, sudah baik. Tapi semenjak opname dari rumah sakit, semua urusan kantor diserahkan saya sama Dio. Makanya sekarang Dio sibuk banget."
"Oh, pantesan, Dio tak pernah ke rumah."
"Gimana keadaan ibu, sehat kan?"
"Alhamdulillah sehat, tapi semenjak sakit itu, saya terus menemani. Makanya saya belum ngajar, cukup di TPA masjid dekat rumah. Saya bisa melayani ibu setiap saat."
"Alhamdulillah Sof, kamu masih mempunyai ibu. Aku sejak masih SD sudah ditinggal ibu."
"Kamu juga bahagia, papahmu masih mendampingi. Kita sama-sama kehilangan orang-orang yang kita sayangi."
Sofi dan Rubby berpelukan. Air bening menetes di di kedua pipi gadis itu.
"Duh, neng kok pada nangis sih. Jadi baper nih...."
Mang sopir menggoda mereka berdua.
"Ah, mang sopir. Kami sama-sama merindukan ayah dan ibu mang...."
Akhirnya mobil sampai di rumah Rubby. Hari masih agak terang. Jam menunjukkan angka 17.00.
"Masuk yuk..".ajak Rubby.
"Assalamualaikum."
"Wa Alaikum salam, ayo masuk Sof ..."
Om Rudy menyambut Sofi dengan hangat. Sofi menghormat dengan takzim. Tangannya ditangkupkan di dada.
"Terima kasih Om, gimana kabarnya Om, katanya habis dari rumah sakit?"
"Alhamdulillah, sudah baik Sof. Tapi ya harus istirahat total ini..."
"Iya Om, biar yang muda yang berkarya. Om sebagai pelindung dan penasehat saja..."
"He he he...iya Sof. Makasih...makasih...."
"Pah, kami ke kamar dulu ya..." ajak Rubby.
"Lho, Dio mana ?? koq nggak ikut?"
" Tadi naik motor sama Sofi, terus bannya bocor. Dio sekarang sedang nambal kan ban. paling sebentar lagi datang pah."
"Oh, gitu ya. Biar papah tunggu ... kalian masuk aja..."
Rubby dan Sofi masuk kamar. Sepertinya Rubby ingin bicara sesuatu yang penting.
Rubby merebahkan badannya di tempat tidur.
Kamar yang nyaman, warna dinding merah muda dengan gradasi. Tirai menghiasi jendela yang menghadap taman yang asri. Sebuah meja rias yang terbuat dari kayu jati, diisi dengan peralatan make up yang lengkap.
Rubby memang anak orang kaya. Semua perabot serba Lux. Tapi meskipun anak orang kaya, Rubby tidak sombong.
"Sof, kok bengong sih, sini... duduk sini. Aku mau cerita."
Rubby menarik tangan Sofi. Sofi terduduk di pinggir tempat tidur.
"Eh, maaf...maaf.... baru kali ini, aku masuk kamar yang begitu indah. Ternyata dalam kehidupan nyata ada. Saya pikir hanya di negeri dongeng."
"Huh, kamu Sof, suka baca cerita Cinderella... jadinya ya gitu deh..."
Rubby mencubit hidung Sofi.
"Aoww...sakit Rubby. Nih...kamu aku gelitikin..."
"Aoww... geli... Sof...geli...."
Mereka berdua bercanda seperti saudara kandung. Rubby yang anak tunggal merasa punya saudara kembar. Begitu juga Sofi, dia sayang banget sama Rubby.
Saat mereka berhenti bercanda. Tiba-tiba Rubby bicara serius.
"Sof, akhir-akhir ini, aku sering banget mimpi."
"Mimpi apa? Biasalah, mimpi adalah bunga tidur. Kamu suka baca novel, makanya terbayang-bayang."
"Enggak Sof, mimpinya itu sama... setiap hari. Aku itu seperti berada di sebuah tempat yang indah sekali. Di situ banyak sekali wanita-wanita yang memakai hijap seperti kamu. Pakaiannya berwarna putih. Semua tubuhnya tertutup rapat, kecuali wajahnya."
Rubby berhenti bercerita, air bening mengembang di sudut matanya.
"Terus..." Sofi mendengarkan cerita Rubby dengan serius.
"Mereka memasuki sebuah ruangan yang sangat indah. Terlihat dari luar. Ketika masuk harus melewati sebuah pintu yang terbuat dari kaca yang tebal. Ketika aku akan memasukinya, mereka mengusirku. Aku tidak boleh masuk, karena ... aku tidak memakai pakaian seperti mereka."
"Terus, apa yang kamu lakukan???"
"Aku berusaha menerobos masuk ke ruangan itu. Tapi, mereka selalu menghalangiku. Mereka sangat kuat. Mereka mendorongku sampai aku terjatuh."
Rubby memeluk Sofi. Tangisan Rubby pecah. Sofi menenangkan sahabatnya. Hijab Sofi basah oleh air mata Rubby. Suasana jadi mengharukan.
"Apa arti semua ini Sof...???"
Bersambung
🍃🍃🍃🍃🍃
Apa yang terjadi selanjutnya?
Nantikan kisah berikutnya.
Terima kasih sudah membaca tulisanku...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Om Rudi
sama2 rindu, sama2 nangis
MUSLIMAH TANGGUH
2020-12-09
0
Kiva trepes
aku mampir lagi...
2020-11-23
0
Bagus Effendik
like this yes
2020-11-10
0