Peristiwa wisuda adalah sesuatu yang membahagiakan. Dio, Sofi merasakan itu. Tapi tidak untuk Rubby. Perasaannya hancur. Papah yang dicintainya dan diharapkan mendampingi saat wisuda tidak bisa. Meski budenya mendampingi, tidak bisa menggantikan sosok papahnya.
Pikiran yang tidak mood. Rasa tidak bahagia, itulah penyebabnya. Rubby jatuh.
Saat dibawa pulang, kaki Rubby yang terkilir lama-kelamaan bengkak. Rubby mengerang kesakitan. Budenya, kak Iqbal, Dio dan Sofi kebingungan. Akhirnya diputuskan langsung dibawa ke rumah sakit.
Badan Rubby bersandar di bahu Sofi. Iqbal dan Dio berada di depan. Mamahnya Iqbal menghibur Rubby, dengan mengelus kakinya.
"Sabar, Rubby. Sebentar lagi sampai kok."
"Aww.... sakit bude... hhuuuuu..."
Rubby meringis menahan sakit. Bibirnya mendesis. Sofi hanya bisa menenangkan, sambil mengelus pundak Rubby. Mobil berbelok memasuki halaman rumah sakit.
"Alhamdulillah, sudah sampai rumah sakit."
Rubby langsung masuk UGD dengan dibawa pakai bad. Iqbal dan Dio menuju bagian pendaftaran.
"Mbak perawat, pasien baru. Rubby Maharani, usia 23 tahun. Alamat. Jalan mangga dua. Perum Indah Asri."
Petugas IGD mendaftar. Rubby langsung ditangani dokter dan perawat. Rubby masih mengerang kesakitan.
"Mamah... Papah..." Rubby menangis menyebut mamah dan papahnya
"Rubby, bude ada di sampingmu... Sabar ya Nduk."
Bude Rubby mengelus Rubby. Sofi dan Dio menunggu di luar. Wajahnya cemas. Selesai mendaftar, Iqbal mencoba menghubungi Papah Rubby.
Ting
Ting
Ting
Telepon papah Rubby belum tersambung. Berkali-kali Iqbal mencoba menghubungi, tapi hasilnya nihil. Tidak ada respon.
Suasana di ruang IGD sepi, hanya beberapa pasien yang dirawat, menunggu kamar perawatan. Termasuk Rubby. Tindakan pertama yang dilakukan adalah foto Rontgen pada kaki. Rubby langsung dibawa ke ruang radiologi. Dio, Sofi, Iqbal dan Mama Iqbal mengantarkan.
Sampai di ruang radiologi, Rubby langsung masuk. Selang lima menit, selesai. Rubby langsung dibawa ke ruang perawatan. Kamar Flamboyan 3 no. 17A. Rubby masih mengerang kesakitan. Wajahnya pucat.
"Dio, kamu temani aku ya, biar bude, mas Noval dan Sofi pulang. Nanti kalau papah datang, kamu boleh pulang. ya..."
"Iya Dio, kamu nunggu Rubby sebentar. Nanti kalau Om Rudy datang. Kamu boleh pulang."
Tanpa minta persetujuan Dio, mereka memaksa. Dio tidak bisa menolak. Sofi hanya menyimak. Dio melihat Sofi, berharap memberikan tanggapan.
"Rubby, kami pulang dulu ya. Besok, aku ke sini temani kamu." seru Sofi.
Rubby tersenyum, sambil menahan sakit. Iqbal, mamahnya Iqbal dan Sofi pulang. Tinggal Rubby dan Dio.
"Dio, tolong ambilkan HP dalam tas."
Dio menyerahkan tas pada Rubby. Diambilnya HP dalam tas. Belum sempat Rubby menghubungi Papahnya, ada telepon masuk.
Terlihat nama papah. Rubby langsung mengangkat.
"Assalamualaikum, papah. cepat ke sini. Nggak pakai lama."
"Rubby, kamu dimana??"
Rubby meletakkan gawai di meja. Suara papa terdengar. Rubby tidak peduli. Dia pura-pura tidur. Dio hanya melihat, tidak berani ikut campur.
"Rubby, jangan begitu dong. Kasihan papa."
"Biarin. Aku sebel...sama papa."
"Boleh aku pinjam hp kamu, buat hubungi papa."
"Nggak usah. Biarin."
Dio tak kehilangan akal. Dia menghubungi Iqbal. Rubby terlihat lelap. Dio beristirahat di kursi sebelah. Dari pagi belum ganti baju, rasanya gerah. Dio menggulung Hem panjangnya. Jas dan jubah wisuda sudah dilepas dari tadi.
"Dio, jangan tinggalkan aku Dio. Aku sangat mencintaimu..."
Sayup-sayup terdengar suara Rubby. Dio melihatnya, mata Rubby tertutup rapat. Bibirnya bergetar. Dio memegang dahi Rubby.
Badannya panas. Apakah ada efek lain selain kakinya yang patah?
Dio mencoba menekan bel ke perawat jaga. Beberapa saat kemudian perawat datang.
"Ada apa Pak?"
"Pasien ini panas sekali suster. Bisa ditanyakan ke dokter. Ada apa ya??"
"Baiklah, tunggu sebentar ya. Saya hubungi dulu."
Perawat telah kembali. Rubby masih mengigau memanggil-manggil mamahnya. Jam menunjukkan pukul 19.00, panas Rubby makin tinggi. Dio menemani dengan sabar.
Perawat masuk, memeriksa Rubby. Kemudian memberikan obat penurun panas. Badan Rubby berangsur-angsur membaik.
Jam 19.45, Papah Rubby datang. Masih memakai seragam kantor. Rupanya tadi dihubungi Iqbal. Dia mengabarkan semuanya.
Pak Rudy langsung mendekati Rubby yang masih lemas. Diciumnya tangan Rubby.
"Rubby, maafkan Papah ya nak. Kamu sakit gara-gara papah."
Rubby masih demam. Matanya terpejam. Bibirnya gemetar. Pak Rudy mendekati Dio.
"Dio, terima kasih ya. Sudah menjaga Rubby."
"Sama-sama om. Kebetulan tidak ada kegiatan. Jadi bisa."
"Kamu wisuda bareng Rubby ya. Selamat ya.."
"Iya Om. Terima kasih."
"Oh ya. Setelah lulus, sudah ada bayangan mau kerja dimana?"
"Belum Om. Saya belum tahu."
Ketika mereka asyik ngobrol.
"Papah..."
Rubby terbangun dan mencari papahnya. Pak Rudy bergegas mendekati Rubby.
"Ada apa sayang.. gimana?"
"Sakit pah...badanku sakit semua..huhu...."
Rubby tergugu. Air matanya berderai. Rubby kangen sama mamanya.
"Dio, kamu pulang dulu, istirahat. Biar saya yang jaga Rubby."
"Baiklah Om... saya pamit dulu."
"Dio, nanti balik ke sini lagi ya...plisss... Dio..."
Rubby merajuk. Wajahnya memohon.
"Rubby, biarlah Dio pulang dan istirahat. Kamu sama papah."
"Nggak! Pokoknya Dio harus balik."
Dio memandang Pak Rudy.
"Baiklah, nanti saya kembali."
"Janji ya... pokoknya aku tidak tidur. kalau kamu belum kembali."
Dio mengangguk. Ah Rubby. Kamu manja sekali.
Dio berpamitan pulang. Rubby bersama papanya. Mereka ngobrol. Rasanya sudah lama sekali mereka ngobrol berdua. Rubby sibuk kuliah. Pak Rudy sibuk dengan pekerjaannya. Musibah Rubby membawa berkah. Mendekatkan kembali hubungan ayah dengan putrinya.
"Pah, menurut papah Dio itu gimana?"
"Hem, papah belum begitu kenal. Tapi, dari sikap dan cara bicaranya, Dio orangnya baik, cerdas ganteng. Rubby sukanya???"
Pak Rudy menggoda putrinya.
"Ih...papah. Papah kok tahu sih..."
"Papah lihat dari bahasa tubhmu tadi."
"Kalau Rubby suka, menurut Papah gimana??"
"Dio anak baik, cerdas dan berpendidikan. Hemmm... papah setuju. Sangat setuju."
Ketika mereka asyik ngobrol, ada yang datang.
"Assalamu'alaikum, Om... Rubby. belum pada istirahat."
"Wa Alaikum salam, eh Dio. Belum nih, lagi kangen-kangenan. Lama nggak ngobrol berdua."
"Oh, maaf. Saya ganggu ya.."
"Nggaklah, Rubby nungguin kamu."
"Dio, besok Papa kerja. Tolong jagain Rubby ya. Kalau ada apa-apa, kabari saya secepatnya. Iqbal besok saya suruh nunggu juga."
"Insya Allah Om. Om istirahat saja. Biar saya yang jagain Rubby."
"Iya, papa pulang aja. Rubby sudah baikan kok."
"Baiklah, papa pulang dulu. Besok kesini lagi. Dio... makasih ya."
Akhirnya pak Rudy pulang, bersama sopir. Rubby bersama Dio. Malam beranjak. Jam menunjukkan angka 11.00.
"Rubby, tidurlah. Aku jagain kamu."
Rubby mengangguk kecil. Senyumnya menghiasi wajahnya. Dia terlihat cantik dan mempesona.
Deg deg deg
Tiba-tiba jantung Dio berdetak kencang. Hatinya berdesir. Dio mencoba membuang perasaan itu. Bayangan Sofi berkelebat. Senyumnya melambai-lambai. Ah. Rubby atau Sofi yang lebih kucintai???
Rubby terlelap. Dio istirahat juga di sofa. Malam semakin larut. Purnama telah kembali ke peraduannya. Rubby bermimpi indah.
Dio bermimpi bertemu Sofi. Tapi, Rubby menggandeng tangannya.
Pertanda apa ini ???
Bersambung
****
Terima kasih sahabat NT
kalian sudah membaca tulisanku
mohon kritik dan sarannya
terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
BELVA
absen pagi datang lg
2021-02-02
1
MyNameIs
Mimpi buruk yes,,🤭🤭
2021-01-25
0
Irma Yana
rerenya mn ni
2021-01-15
0