Setelah peristiwa di kost Dio, sikap Sofi berubah. Sofi lebih pendiam dan sibuk dengan persiapan wisuda yang akan dilaksanakan bulan depan. Dio merasakan perubahan yang drastis. Siang itu di kampus, Sofi pergi ke perpustakaan. Tak disangka Dio juga berada di sana. Saat Sofi asyik membaca di pojok perpustakaan.
Diam-diam Dio memperhatikan dari kejauhan. Setelah beberapa saat, Dio mendekati Sofi.
"Assalamualaikum, Sofi. Bagaimana kabar Ibu?"
"Eh, oh. Dio... Alhamdulillah ibu makin sehat."
see
Sofi terkejut dengan kehadiran Dio.
"Alhamdulillah, syukurlah. Maafkan, peristiwa kemarin."
"Untuk apa? Kamu gak salah kok. Aku yang salah. Ganggu kalian."
"Sof, sebenarnya, tidak seperti yang kamu pikirkan."
"Benarkah? Apakah sikapmu, bukan sebuah bukti. Kalian saling mencintai?"
"Sof, sebenarnya..."
"Assalamualaikum...eh, Sofi."
Tiba-tiba Rubby datang, langsung memeluk Dio. Sikap Rubby membuat Dio agak risih dan berusaha melepaskan pelukannya.
"Wa Alaikum salam, Rubby?" Sofi menjawab dengan cuek, dia sibuk membaca buku.
Rubby melepaskan pelukannya, dan mendekati Sofi.
"Sof, kamu sudah tahu belum. Kami sudah jadian lhoh..."
Rubby memamerkan keberhasilannya. Sofi mendengarkan dengan tenang. Meski perasaan dalam dadanya bergemuruh, Sofi tetap tenang. Mulutnya tak henti-hentinya berdzikir, menguatkan hati.
"Rubby, apa yang kamu sampaikan pada Sofi?"
"Gak papa, cuman bilang, kita sudah jadian kan?"
"Sof, sebenarnya..."
Rubby langsung menyerobot ke arah Sofi.
"Sofi, dengar. Kalau kamu sahabat yang baik, jauhi Dio. Dio sudah jadi milikku. Kamu jangan macam-macam."
Sofi tetap tenang. Semua kata-kata Rubby didengarkan dengan baik. Rubby semakin emosi, merasa diacuhkan.
"Selamat ya Rubby, aku bahagia. Maaf, aku sibuk. Pamit dulu ya."
Sofi pamit, meninggalkan Dio dan Rubby. Jujur. Hati Sofi hancur. Perasaannya hancur berkeping-keping. Dio mengejar Sofi, tapi Rubby menghalanginya.
"Sof...tunggu aku."
Sofi mempercepat langkahnya. Matanya lurus ke depan. Air mata mengembang di sudut matanya. Sofi tak ingin Dio melihat kesedihannya. Ah, Dio sudah jadi milik Rubby. Pikiran Sofi tidak tenang, dia langsung pulang ke kost.
Sesampainya di kost, Sofi merebahkan badannya. Rasanya lelah sekali. Pikirannya penuh. Setelah berganti pakaian, Sofi mengambil air wudhu. Adzan ashar berkumandang. Sofi menunaikan solat. Selesai solat, Sofi berdoa mohon keselamatan dan kesehatan. Hati Sofi lebih tenang.
Tiba-tiba teman sekamar Sofi datang memberitahu.
"Sof, ada tamu tuh."
"Makasih. Sebentar. Suruh nunggu di ruang tamu."
Sofi bangun dan merapikan rambut. Memakai kerudung warna merah mudah, abaya warna senada, menambah keanggunannya. Jam menunjukkan pukul 16.30. Siapa-siapa sore -sore begini datang ke rumah.
Sofi menuju ruang tamu. Seseorang sudah menunggu di sana. Dio? Ada apa datang
kemari?
"Eh Dio, tumben kemari. Mana Rubby kok nggak diajak?"
"Maaf Sofi, mengganggu istirahatmu. Sebenarnya... aku pingin ke rumah ibu. Kangen pada beliau."
"Kamu belum jawab pertanyaanku. Mana Rubby??"
"Aku nggak tahu. Aku tadi langsung ke sini kok."
"Oh, bagaimana hubunganmu dengan Rubby."
"Sebenarnya, aku sama Rubby tidak ada hubungan apa-apa. Rubby yang mengejar-ngejar aku."
"Kok bisa? Rubby sangat mencintai kamu Dio. Jangan sia-siakan dia."
"Tapi, aku menganggap dia hanya sebatas teman saja Sof."
"Masak sih, padahal Rubby sangat mencintai kamu Dio."
"Sudahlah, besok ada acara nggak. Aku kangen sama ibuku. Besok ke rumahmu yuk."
"Sepertinya Ndak ada jadwal, kemarin sudah selesai mengurus wisuda. Kamu sudah selesai Dio?"
"Alhamdulillah sudah kok. Kita bisa wisuda bareng."
"Eh, Rubby sudah selesai belum ya..."
"Sepertinya juga sudah."
"Alhamdulillah,. kita bertiga bisa wisuda bareng. Nggak nyangka ya, cepat sekali waktu berlalu."
"Iya Sof, tanpa kita sadari. Oh ya, setelah lulus mau ngajar dimana??"
"Em...mungkin pulang dulu, baru nyari peluang di sana. Sepertinya di sini kurang menjanjikan. Kalau di kampung masih banyak peluang."
"Mudah-mudahan ilmunya bermanfaat ya. Kudoakan sukses ya."
"Kalau kamu gimana Dio, sudah ada bayangan?"
"Entahlah, mungkin ke Jakarta."
"Semoga dapat pekerjaan yang terbaik, Dio."
"Aamiin, makasih Sof."
Tiba-tiba ada chat masuk. Dio membuka gawainya. WA dari Rubby, ada apa nih anak. Pasti marah-marah lagi.
"Dio, kamu dimana sih. Katanya mau ke rumah. Kapan??"
"Maaf, saya sedang di rumah Sofi."
"Di rumah Sofi?? Ngapain?? Kamu mau macem-macem sama Sofi?"
Rubby makin sewot. Kebencian ditujukan pada Sofi. Dia merasa terancam.
"Rubby, saya ada perlu sama Sofi. Kenapa kamu marah-marah gak jelas."
Klik
Gawai dimatikan Rubby. Gawai Sofi berdering.
Ting
Ting
Ting
"Dio, Rubby telepon aku, gimana ini."
"Santai aja. Jawab aja dengan jujur."
"Baiklah.”
Sofi mengangkat telepon dari Rubby. Belum sempat menjawab salam Rubby sudah mencecar dengan makian dan amukan. Amarahnya ditumpahkan pada Sofi. Telinga Sofi terasa panas. Telepon dispiker, sehingga Dio bisa mendengar dengan jelas.
"Biarkan dia puas melampiaskan kemarahannya. Kita jadi tahu siapa Rubby sebenarnya."
Sofi dan Dio mendengarkan semua amarah dari Rubby. Sofi tidak diberi kesempatan untuk menjawab atau menjelaskan semuanya. Setelah puas marah-marah Rubby mematikan gawainya.
Klik.
Sofi dan Dio saling pandang. Entahlah, apa yang dipikirkan mereka berdua. Hanya mereka yang tahu dan mengerti.
"Eh, kalian berdua koq diam-diam terus. Sedang marah ya."
Annisa teman sekamar Sofi keluar membawa dua gelas teh manis dan setoples cemilan.
"Eh, Nisa. Makasih ya. Kok repot-repot."
"Gak papa, daripada manyun, mending ngemil."
"Yuk, diminum dan disambi Dio."
Sofi menyilakan Dio minum dan makan hidangan. Nisa masuk dengan senyum bahagia. Sofi adalah teman satu kamar sejak awal kuliah. Sampai wisuda mereka tidak pernah pindah kost. Bagi Nisa seperti saudara sendiri. Saling bantu ketika membutuhkan.
"Eh, Sof, sudah malam, aku pamit dulu ya. Besok aku jemput jam 09.00 yah. Kita bareng ke rumah. Aku kangen sama ibu. Setelah pulang dari rumah sakit, belum pernah ketemu lagi."
"Iya, gimana dengan Rubby?"
"Udah, biarin aja. Nanti aku yang jelaskan ke dia. Lama-lama aku...."
Thin
thin
Sebuah Honda jazz warna putih belok ke halaman kost Sofi. Rubby keluar dari mobil. Wajahnya menunjukkan sikap tidak bersahabat. Sofi dan Dio saling pandang.
"Rubby..."
"Hahh, gak usah basa-basi. Kalian main belakang ya.!!!"
Mata Rubby berkilat-kilat penuh amarah. Rambutnya acak-acakan, celana jeans hitam dipadu kaos warna abstrak, menambah kesan sombong pada dirinya.
"Rubby, duduk dulu, biar aku jelaskan."
"Hah... aku gak butuh penjelasan."
"Rubby, sekarang kamu berubah." Sofi berusaha membujuk Rubby.
"Kamu yang membuat aku berubah. Kamu munafik Sof...". Rubby menunjuk Sofi penuh amarah.
"Apanya? Apa karena Dio?"
"Ya. Kamu tahu, aku suka sama Dio. Tapi kamu masih kecentilan, godain Dio. Hah...!!!"
"Rubby. Dengar, aku yang datang ke kost Sofi. Jadi gak ada hubungannya dengan Sofi. Lagian kamu terlalu cemburu. Buat apa???"
"Oh, jadi kamu belain Sofi?"
"Aku tidak bela siapapun. Aku bicara kebenaran Rubby. Mengapa persahabatan kita jadi berantakan seperti ini?? Apa untungnya coba. Kita besok sudah wisuda kan?? Terus berpisah dengan pekerjaan masing-masing. Buat apa kita bertengkar???"
Sofi, Rubby diam. Mereka saling pandang. Ada getaran aneh yang menggerakkan mereka.
"Sofi, maafkan aku. Aku jadi mati rasa. Maafkan aku Sof."
Sofi memeluk Rubby dengan penuh kasih. Air mata kedua gadis itu berderai. Mereka saling menumpahkan rasa hatinya. Selama ini mereka dibutakan oleh keadaan.
Dio melihat mereka berdua dengan rasa bahagia. Dua gadis yang sama-sama baik dan cantik. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing.
Sofi dan Rubby.
Bersambung
***
Makasih sudah baca tulisanku...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Miss GH
semangat up.
sal.dady danzel
2021-02-04
0
BELVA
dpt slm dari
#gadis imut diantara dua raja
mksh ya ka
2021-01-31
0
MyNameIs
kata orang, tidak ada persahabatan antara laki2 n wanita😂🤭🤭
2021-01-25
1