Sejak pertemuan ketiga orang itu, mereka selalu bersama. Di mana ada Dio pasti ada Rubby dan Sofi. Ketika di kampus saat tak ada perkuliahan atau sebelum kuliah.
Ahad pagi, Dio menghampiri Sofi dan Rubby. Mereka membuat rencana jalan-jalan ke car free day. Setibanya di rumah Sofi.
"Assalamualaikum."
Dio mengetuk pintu. Ibu kost keluar. Wajahnya sumringah, baju warna ungu wnada dengan kerudung warna ungu muda.
"Wa Alaikum salam, eh ada tamu. mari silahkan masuk. Mau cari siapa?"
"Eh, anu Bu. Sofi ada? Saya Dio teman satu kampus."
"Oh, sebentar. Sepertinya dia sedang keluar. Tunggu sebentar ya. Paling lima menit lagi dia balik."
Dio duduk di teras depan. Diambilnya gawai di tasnya.
Tring
Ada chat masuk.
[Pagi Dio, kamu lagi dimana? Aku sudah di TKP nih. Lama amat.]
[Sebentar, aku masih di rumah Sofi. Dia baru keluar. Bentar, paling lima menit lagi]
Dug dug dug... Ada langkah kaki mendekat dengan tergesa-gesa.
"Eh, maaf... maaf. Hari ini aku mesti pulang. ibuku... ibuku...."
Suara Sofi mengejutkan Dio.
"Eh, duduk dulu. ibumu kenapa??"
Sofi duduk di kursi sebelah Dio. Nafasnya memburu. Keringat bercucuran di balik kerudung warna pink. Tiba-tiba ibu kost keluar membawa teh manis.
"Eh, Sofi. Kamu kenapa? Ini minum dulu biar tenang."
Ibu kost mengangsurkan segelas teh pada Sofi. Matanya memandang ke arah Dio. Diterima segelas teh dari tangan ibu kost. Dicecapnya teh manis itu setengah.
"Ibumu kenapa Sof?"
"Ibuku masuk rumah sakit. Kata adikku beliau kritis."
Air mata Sofi tak terbendung lagi. Sofi memeluk ibu kost. Tubuhnya terguncang. Pikirannya sudah pulang ke rumah sakit, tempat ibunya dirawat.
"Kalau begitu aku antar kamu ke sana Sof."
Dio menawarkan diri. Ibu kost membujuk Sofi agar mau diantarkan Dio. Sofi memandang Dio, mencoba meyakinkan diri. Apakah Dio bisa dipercaya atau tidak.
"Terus kita naik apa? Rumahku jauh lho."
"Bawa motor ibu saja. Nanti beli bensin dulu."
Ibu kost menawarkan motornya untuk dipakai.
"Baiklah Bun, saya ikut aja. Maafkan Sofi Bun, selalu merepotkan."
Sofi melepaskan pelukannya. Ibu kost mengelus punggung Sofi.
"Sabar ya nduk. Semoga ibumu Ndak papa."
Sofi mengangguk takzim, kemudian masuk kamarnya untuk bersiap. Motor Honda Vario warna hitam putih dikeluarkan Dio dari garasi. Sementara nunggu Sofi siap, Dio memanaskan mesin. Sofi keluar kamar, Jean warna hitam, kaos merah hati dipadu jilbab warna pink menambah keanggunan Sofi.
Mata Dio membelalak. Cantik juga nih anak, anggun dan menawan, batin Dio.
"Yuk berangkat nanti keburu siang."
Suara Sofi mengagetkan Dio.
"Eh, anu. Kamu sudah siap."
Dio menjawab dengan gugup. Salah tingkah. Tiba-tiba degub jantung Dio berdebar kencang.
"Eh, sudah mau berangkat. Hati-hati di jalan ya. Dio, tolong jaga Sofi ya..."
Ibu kost mengantarkan mereka sampai pintu gerbang.
"Bismillahirrahmanirrahim, berangkat dulu Bun."
"Assalamualaikum Bun."
Sofi melambaikan tangan pada ibu kost. Sepeda motor melangkah pelan. Dio merasa kikuk. Baru pertama kali dia memboncengkan seorang gadis, setelah ibu dan kakak perempuannya.
"Aoww... pelan-pelan Dio. Konsentrasi dong."
"Maaf, maaf."
Motor melewati lubang yang cukup lebar. Untunglah tidak jatuh. Di sepanjang perjalanan mereka lebih banyak diam. Mereka asyik dengan pikirannya masing-masing.
Ting
Ting
Ting
Ada chat masuk. Sofi membuka gawainya.
[Sofi, kamu dimana? Kakak sudah di rumah sakit nih. Cepat. Ibu makin kritis. Beliau memanggil namamu terus.]
"Dio, bisa cepat dikit. Ibu makin kritis."
Seperti dikomando, Dio langsung tarik gas.
"Kamu pegangan yang kuat Sof."
Mata Sofi terpejam, tangannya melingkar di pinggang Dio. Jaket kulit yang membatasi tubuh Sofi dan Dio. Mulut Sofi tak henti-hentinya berdzikir mohon keselamatan.
Pssssssst.., tiba-tiba ban oleng karena bocor.
Braaakkk....
Sepeda motor ambruk di pinggir jalan. Dio dan Sofi jatuh terlempar.
"Astaghfirullahaladzim... ya Allah. Aow..."
Sofi menjerit. Kakinya terluka. Dio tersadar dia jatuh. Dicarinya Sofi.
"Sofi, kamu Ndak papa kan?"
"Alhamdulillah, gak papa. Cuman lecet dikit. Kamu Gana Dio."
"Alhamdulillah, gak papa. Maafkan aku ya."
"Kamu gak salah, bannya yang bocor. Untunglah Ndak ada mobil lewat."
Mereka berhenti di bawah pohon. Sudah setengah perjalanan. Masih setengah jam lagi.
"Kita istirahat sebentar ya."
Sofi mengangguk. Matahari makin tinggi. Jam menunjukkan pukul 10.00. Angin siang berhembus pelan.
Tring ada chat masuk.
Dio membuka gawainya.
[Dio, kamu dimana??? Saya nunggu sampai kering nih!!! Kalian pada kemana sih! Sebel.]
"Astaghfirullahaladzim, Sofi. Bukankan tadi janjian sama Rubby?"
"Ya Allah."
Sofi menutup mulutnya. Kaget setengah mati. Dio dan Sofi saling pandang.
"Rubby wa, aku jawab apa?"
"Jawab jujur aja. Kalau kita pergi. Ada hal penting."
Dio menjelaskan semuanya pada Rubby. Rupanya Rubby tidak bisa menerima alasan mereka. Semua chat Dio tidak dibalas. Dio berusaha menelpon, tapi Rubby bergeming.
"Gimana Rubby?"
Dio mengangkat bahunya.
"Biar aku yang jelaskan nanti. Kita lanjutkan yuk. Bentar lagi sampai."
Mereka melanjutkan perjalanan setelah menambahkan ban. Kebetulan ada tambal ban di dekatnya. Perjalanan dipercepat, tidak sampai setengah jam mereka sampai di rumah sakit. Mereka langsung menuju ruang ICU. Kakak Sofi mengabarkan ibunya dirawat di ICU.
"Sofi..."
Sofi menoleh, kakaknya mendekati sambil menangis. Mereka berpelukan sambil menangis. Dio melihat dari kejauhan.
"Gimana keadaan ibu mas?"
"Masih kritis. Namamu selalu disebut. Kamu cepat masuk sana. Semoga ibu tahu kehadiranmu."
Sofi melihat Dio. Dengan bahasa isyarat, Sofi mohon ijin masuk ruang ICU. Dio hanya mengangguk. Mas Noval mendekati Dio. Dia mengulurkan tangannya ke Dio.
"Kenalkan, aku Noval kakaknya Sofi."
"Dio, teman satu kampus Sofi. Tapi beda fakultas."
Noval dan Dio duduk berdekatan. Mereka ngobrol. Sementara Sofi sudah berada di ruang ICU. Bau khas rumah sakit menyeruak. Bau obat, pembersih ruang, AC yang sangat dingin, suara deteksi jantung silih berganti.
"Sofi.... Sofi...."
Sofi mendekati bad tempat ibu dirawat. Selang infus, selang oksigen, alat deteksi jantung dan tensi terpasang. Sayup-sayup terdengar suara ibu menyebut namanya.
Air mata Sofi tak terbendung. Dipegang tangan ibunya yang lemah. Diciumnya, sambil menyebut namanya.
"Ibu...ini aku, Sofi Bu.... Sofi...."
Tangan ibu bergerak-gerak, seakan tahu kehadiranku. Kelopak mata ibu bergerak-gerak. Mulut Sofi tak henti-hentinya berdzikir, berdoa. Pelan-pelan mata ibu terbuka. Matanya langsung melihat wajah Sofi.
"Sofi....Sofi....Sofi...."
"Ibu...."
Sofi memeluk ibunya. Tangisnya makin pecah. Perawat berusaha menenangkan.
"Mbak, biar Ibu istirahat dulu. Tadi kritis. Tidak sadarkan diri. Ini mukjizat. Ibu mbak sadar kembali."
Dengan berat Sofi melepaskan pelukannya. Matanya masih basah oleh air mata.
"Sofi.... Sofi... Sofi...."
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
hadir lagi
2021-01-25
1
Tamie
lanjuut..
2021-01-23
1
BELVA
mangatzzz
2021-01-21
1