Suasana rumah sakit siang itu masih lengang. Mungkin karena belum jam bezuk. Rubby masih menemani papahnya. Setiap hari selalu ada. Sudah seminggu papah Rubby dirawat.
Kondisi papah Rubby sudah membaik. Siang itu dokter visit.
"Selamat siang, gimana keadaannya Pak?"
Dokter memeriksa detak jantung papah. Dia mengangguk-angguk.
"Alhamdulillah, sudah baikan Dok. Tidak seseg lagi."
"Gimana makannya? "
"Sudah lumayan banyak."
"Sudah bisa jalan?"
"Tadi sudah latihan ke kamar mandi."
"Okey, denyut jantung sudah normal. Hasil lab sudah baik. Besok boleh pulang."
"Tidak hari ini Dok?"
"Obatnya masih satu kali lagi. Sabar ya Pak. Besok boleh pulang. Jangan kerja berat-berat. Kelola pikiran juga ya Pak."
"Terima kasih Dok."
Dokter dan perawat keluar, untuk visit pasien berikutnya.
"Alhamdulillah Pah, besok boleh pulang. Rubby bahagia banget."
"Rubby, Dio mana??"
"Paling sebentar lagi datang. Tadi sudah kukabari, kalau besok papah pulang."
Tok
tok
tok
"Assalamualaikum,"
Dio akhirnya datang. Membawa buah-buahan segar.
"Gimana Om, sudah sehat?"
"Alhamdulillah, kamu lihat sendiri. Kalianlah yang jadi semangat papah. "
Om Rudy menatap Dio dan Rubby bergantian. Tangan keduanya disatukan. Dio dan Rubby saling pandang.
Ya Allah. Om Rudy begitu baik. Apakah aku akan mengecewakan beliau? Rasanya begitu berat. Sejak awal mengenal belaiu. Aku sudah dianggap seperti anak sendiri. Perlakuan terhadap keluarga begitu besar.
" Eh kok malah melamun?"
Suara Rubby mengagetkan Dio.
"Kita ke bagian administrasi dulu yuk. Perawat tadi menyuruh membereskan."
"Eh, iya... iya. Maaf..."
"Pah, saya tinggal dulu ya. "
Om Rudy mengangguk kecil. Beliau tersenyum ramah.
Rubby dan Dio bergegas menuju bagian administrasi untuk mengurus semuanya.
"Dio nanti ke rumah kan??"
"Iya..."
Suasana ruang administrasi agak sepi, hanya beberapa saja yang antri. Rubby dan Dio duduk bersebelahan.
"Sebenarnya kamu kerja dimana sih Dio?"
"Papahmu Ndak pernah cerita??"
"Enggak..."
Rubby menggelengkan kepalanya. Memandang Dio penuh penasaran.
"Sudah setahun ini, aku bekerja di bagian maintenance Rubby. Aku sangat nyaman bekerja di sana. Di bawah pimpinan Pak Anton, aku bisa bekerja sama."
"Oh, baguslah. Aku nggak nyangka kalau kamu bekerja di perusahaan papah. Papah juga Ndak pernah bercerita tentang kamu."
"Papahmu sangat baik, beliau memberikan kepercayaan kepadaku."
"Syukurlah kalau kamu nyaman di tempat kerja."
Petugas administrasi memanggil nama Rudy.
Rubby bergegas menuju bagian administrasi dan membereskan semuanya. Mereka kembali ke kamar papahnya.
Rubby menata barang-barang yang akan dibawa pulang. Dio membantunya. Setelah semuanya siap, mereka memanggil perawat untuk membawa keluar. Di luar sopir sudah siap mengantar pulang.
Suasana rumah sakit masih ramai. Banyak para pembezuk. Tak makan waktu lama, mereka sampai di rumah.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai rumah."
Om Rudy dipapah Dio. Rubby mengikuti dari belakang. Sopir membawa barang-barang. Dio mengantarkan Om Rudy di kamar untuk beristirahat.
Ruangan kamar yang luas, bersih dan rapi. Di sudut ruangan ada kursi goyang. Di depan kursi terdapat jendela kaca yang lebar. Sehingga bisa melihat keindahan taman di luar.
"Dio, tinggallah sebentar, Om ingin bicara."
Dio duduk di tepi ranjang. Sedangkan Om Rudy berbaring.
"Iya Om, ada apa ?"
Sedangkan Ruby masih di luar, sepertinya membuat teh manis. Suasana kamar sunyi.
"Dio, Om sudah tua, sering sakit."
Om Rudy menghela nafas agak berat. Wajah Dio dipandang penuh kasih.
"Om ingin kamu menikah dengan anakku Rubby."
Blaaaar...
Hati Dio bergetar. Bagaikan disengat kalajengking. Dio menatap om Rudy dalam-dalam.
"Dio, Om sangat percaya padamu. Kamu pasti bisa mencintai Rubby."
Dio masih terdiam. Bayang Sofi berkelebat. Senyumnya melintas.
Sofi, apa kabar kamu. Aku berada di persimpangan jalan. Aku bingung. Satu sisi menghormati Om Rudy. Sisi yang lain, aku mencintai Sofi.
Dio perang batin. Om Rudy ditatapnya lekat-lekat.
"Om..."
"Pah... minum dulu. Rubby sudah buatkan teh hangat."
Rubby masuk membawa tiga cangkir teh hangat dan sepiring pisang goreng.
"Yuk, dimakan."
Om Rudy menyesap teh hangat buatan Rubby. Pisang goreng di piring diambilnya.. Dio juga mengambil secangkir teh hangat kemudian menyesap ya.
"Alhamdulillah, seger. Papah kangen dengan teh buatanmu Nduk. Sini duduk dekat papah."
Rubby duduk di pinggir ranjang. Om Rudy meraih tangan Rubby dan Dio. Kedua tangan ditautkan.
"Papah akan bahagia kalau kalian secepatnya menikah."
Deeeeeg
Jantung Rubby dan Dio seakan berhenti. Permintaan papah aneh. Dio dan Rubby masih terdiam.
"Apakah kalian akan menuruti keinginan papah???"
"Pah, papah istirahat dulu. Jangan mikir berat dulu. Ingat pesan dokter pah."
Rubby mengingatkan Papahnya.
"Iya Om, kami pasti memikirkan itu. Yang penting sekarang, Om Rudy harus sehat dulu."
"Om akan bertambah sehat, kalau kalian secepatnya menikah."
"Pah..."
Rubby berusaha menenangkan papahnya.
Dio berada dalam situasi yang sulit. Keputusan yang sangat besar dalam hidupnya tidak bisa diputuskan begitu saja.
"Om, Dio minta waktu untuk berpikir. Dio tidak ingin membuat keputusan yang keliru. Tapi, percayalah Om, Dio akan siap membantu Om kapanpun dibutuhkan."
Om Rudy memegang tangan Dio erat-erat, seakan tak ingin dilepaskan.
"Om, Dio mohon ijin pulang dulu. Sudah malam ini."
"Iya Dio. Makasih banyak sudah bantu Om. Rubby, antar Dio ke depan."
"Iya Pah..."
Dio dan Rubby keluar. Mereka saling diam. Ada rasa yang mereka pikirkan dalam hatinya.
Bagaimana cara membahagiakan Papah Rubby. Apakah harus dengan cara menikah dengan Rubby??? Padahal hatinya tertaut pada Sofi. Apa yang harus dilakukan???
"Rubby, maafkan aku yah. Aku belum mengambil bisa keputusan."
Dio berkata lirih, seakan tak terdengar.
"Dio, aku akan sabar menunggu keputusanmu."
Rubby memandang Dio dengan lembut. Badan Dio yang gagah perkasa dipeluknya. Bahasa tubuhnya mengatakan. Rubby tak ingin melepaskan Dio.
Dio berusaha tidak membalas pelukan Rubby. Pelukan Rubby makin erat.
"Rubby, aku pamit dulu. Besok, insya Allah aku ke sini lagi."
"Kamu janji Dio. Aku akan menunggumu."
Dio menggangguk. Suasana terasa haru. Antara sedih dan bahagia. Rubby melepaskan pelukannya. Malam itu jadi saksi. Dua anak manusia yang bingung menentukan sikap.
"Eh, motormu kan di rumah sakit???"
"Astaghfirullahaladzim...ya Allah. Iya ya.. sampai lupa."
Dio menepuk jidatnya. Rubby tertawa.
"Kamu bawa motorku aja."
"Baiklah, aku pakai dulu ya."
"Atau bawa mobil???"
"Gak usah, aku bawa motor aja."
Dio mengambil motor di garasi. Pelan-pelan Dio meninggalkan rumah Rubby. Rubby mengantarkan sampai pintu gerbang. Lambaian tangan Rubby mengantarkan Dio pulang.
Ya Allah, keputusan apa yang akan kuberikan pada Om Rudy. Ya Allah, beri petunjuk-Mu untuk mengambil keputusan berat ini.
Di sepanjang perjalanan, pikiran Dio sangat kalut, kacau dan bingung. Azan magrib berkumandang. Dio menghentikan motornya di sebuah masjid terdekat.
Setelah parkir motor, Dio mengambil air wudhu. Bersiap-siap salat jamaah magrib.
Bersambung
🍃🍃🍃🍃🍃
Bagaimana kelanjutannya kisahnya??
Tunggu episode selanjutnya ya...
Makasih sudah berkunjung di sini.
Jangan lupa, like dan komen ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Om Rudi
Ini serius? Om kok dimasukin? 😂😂
Ayo MUSLIMAH TANGGUH
2020-12-09
0
ᴬᴿᵂSunShine🌞
aku mencicil 5 like semoga bs saling support yaaa🤗🤗🤗
2020-11-11
0
Sri Banyu Bening
Dio di persimpangan jalan, mau ke kanan atau ke kiri?
Hiksss kasihan sofiii....
semangat Up kakak
2020-11-08
1