Tidak ada yang dilakukan Sean di meja makan. Dia hanya duduk dan melihat pria dan wanita itu berbicara.
“Ehm!” Lorena berdehem, yang melirik Sean. Mau apa wanita itu berdehem dehem segala, batinnya.
“Ehm!” Lorena berdehem lagi, Sean semakin meliriknya. Apaan nih? Wanita ini mau menggoda Sam, kayanya.
Sam yang sedang makan jadi menoleh pada wanita cantik itu.
“Mm Pak Sam, Pak Sam selain suka seafood, suka makanan apa lagi?” tanya Lorena, sambil tersenyum manis.
“Aku suka segala macam masakan, mau daging,mau sayur, aku suka,” jawab Sam.
Okho okho! Ada yang batuk. Lorena menoleh pada Sean yang batuk.
“Brother, kau kan sedang sakit, lebih baik kau tidur saja beristirahat,” kata Lorena dengan lemah lembut, tersenyum manis. Itu karena di depannya ada Sam, kalau tidak ada dia sudah ngomel-ngomel pada Sean karena mengganggunya. Lorena sudah bisa menebak kalau keberadaan Sean di meja makan hanya untuk menganggu kebersamaannya dengan Sam.
“Aku mau istirahat atau tidak, terserah aku,” jawab Sean dengan ketus.
Lorena mencondongkan tubuhnya mendekati Sean dan berbisik.
“Ssst, jangan mengajak bertengkar, ada Presdir Samuel, malu, jaga wibawa sedikit,” ucap Lorena dengan pelan supaya tidak terdengar oleh Sam. Perkataannya membuat Sean melotot menatapnya, yang benar saja, dia disuruh jaga wibawa, seenaknya saja bicara.
“Kau betah tinggal disini?” tanya Sam pada Lorena yang kembali menegakkan tubuhnya. Dia hanya melirik sekilas pada pria yang duduk dengan berselimut itu.
“Sebenarnya sih tidak betah, soalnya ada kucing di rumah ini yang terus mengeong,” jawab Lorena, sudut matanya melirik pada Sean.
Sean yang mendapat lirikan dan mendengar kata-kata Lorena langsung saja mengira kalau yang Lorena maksud adalah dirinya. Dia langsung menyahut.
“Kau benar, kucing itu terus mengeong bahkan ingin menerkammu,” kata Sean.
Lorena mendelik lagi pada Sean, mengerucutkan bibirnya. “Ih!” batinnya.
“Benarkah? Kenapa kau tidak usir kucing itu?” tanya Sam, menatap Lorena lalu pada Sean.
“Kucingnya kucing garong, sangat menyeramkan,” jawab Lorena.
Sean mulai menahan kesalnya, masa dia disamakan dengan kucing garong?
“Benar, bahkan saking menakutkannya sampai-sampai dia akan pulang kampung secepatnya,” sahut Sean, sudut matanya melirik Lorena.
“Apa? Pulang kampung karena kucing?” tanya Sam kebingungan.
Sean cepat-cepat mengangguk. Lorena cemberut. Sam menoleh pada Pak Roby.
“Pak Roby, kenapa ada kucing garong di rumah ini tidak kau usir? Lorena pasti takut pada kucing garong itu,” ucap Sam, sok perhatian pada Lorena.
Yang diperhatikan merasa berbunga-bunga tersenyum senang, ternyata dari gelagat-gelagatnya sepertinya Sam menyukainya. Kesempatan menjadi pemenang kontes terbuka lebar.
“Maaf Pak Sam, disini tidak ada kucing garong,” ucap Pak Roby tidak mengerti, dia sibuk memperhatikan pelayannya supaya sigap jika majikannya butuh sesuatu.
“Ada satu!” seru Lorena dengan keras.
“Dua!” kata Sean, tidak mau kalah. Bahkan mereka saling tatap penuh permusuhan.
“Dua?” tanya Lorena, Sam dan Pak Roby bersamaan, mereka menoleh pada Sean.
“Yang benar Sean, kucing garongnya ada dua?” tanya Sam.
“Yang satu kucing garong betina,” jawab Sean. Sam dan pak Roby langsung menahan tawa.
Lorena langsung menendang kakinya Sean dibawah meja. DUK!
“Aduh!” Sean mengaduh dengan keras, karena tendangan Lorena sangat keras.
“Ada apa?” tanya Sam dan Pak Roby bersamaan menatap Sean.
“Kucing garong betina menendangku!” jawab Sean hampir berteriak dan mehanan sakit yang lumayan bernyut- nyutan.
“Apa? Ada kucing di bawah meja? Pelayan! Cari kuicng itu bawa keluar!” teriak Pak Roby, tangannya langsung memberi isyarat kepada dua pelayan supaya mengusir kucing di bawah meja. Kenapa kucing itu bisa masuk ke dalam rumah? fikirnya. Para pelayan pun pada berjongkok melihat ke bawah meja. Mereka hanya melihat tiga pasang kaki disana.
“Tidak ada kucing, Pak!” kata Mereka, kembali berdiri.
“Mungkin sudah keluar kucingnya! Coba kau lihat pintu dapur barangkali terbuka!” perintah pak Roby, yang langsung diikuti oleh salah satu pelayan.
Sam melanjutkan makannya, Lorena juga, dibiarkannya Pak Roby dan pelayannya mencari kucing.
Sean tampak mempererat selimutnya, dia terlihat menggigil kedinginan.
“Sean, kau mau pindah ke kamar saja?Aku bantu,” tanya Sam pada Sean. Lorena tersenyum dalam hati, Presdir Samuel ini selain tampan begitu perhatian pada karyawannya, dia semakin terpesona karenanya.
“Tidak, aku tidak apa-apa,” jawab Sean. Lorena hanya melirik dengan ujung bola matanya kearah Sean.
“Hem, nyari-nyari perhatian,” batinnya.
“Kenapa kau menatapku begitu?” tanya Sean pada Lorena.
“Tidak apa-apa. Pak Presdir benar, kau harus istirahat,” jawab Lorena. Dia benar-benar ingin pria itu pergi dari meja makan.
“Tidak, aku mau disini saja,” jawab Sean dengan ketus.
Sam meneguk minumnya lalu menoleh pada Sean.
“Sean, kalau kau lebih baik, aku akan kembali ke kantor,” kata Sam. Belum juga Sean menjawab, Lorena sudah memotong.
“Pak Sam, kau mau kemana?” tanya Lorena.
“Aku masih ada pekerjaan,” jawab Sam.
“Kau bisa tinggal dulu sebentar?” tanya Lorena.
“Kenapa?” tanya Sam. Sean memberengut, nih wanita mau apa lagi?
“Apa kau suka musik? Aku bisa bermain piano, aku akan memainkan sebuah lagu sepesial untukmu, kau suka lagu apa?” tanya Lorena sambil tersenyum.
Belum juga Sam menjawab, tiba-tiba Lorena menjerit.
“Ada apa?” tanya Sam, juga pak Roby.
“Ada kucing garong menendang kakiku!” jawab Lorena.
“Kucing itu masuk lagi? Pelayan!” teriak Pak Roby, sambil menyuruh pelayan yang lain untuk melihat ke kolong meja. Merekapun berjongkok mencari kucing.
“Tidak ada pak,” jawab mereka, sambil kembali berdiri.
“Sepertinya kucing garong itu keluar masuk dapur,” kata Sam, sambil berdiri.
Lorena juga berdiri, kakinya masih terasa sakit akibat tendangan dari Sean.
“Kucing garongnya reseh,” jawab Lorena. Mendelik pada Sean. Lalu Diapun mengikuti Sam keluar dari ruang makan itu.
Di ruang tamu, Lorena dan Sam mendekati piano.
“Kau bisa bermain piano juga?” tanya Sam.
“Iya, kau suka musik? Kata Sean kau tidak suka music,” kata Lorena sambil duduk di kursi depan tuts piano.
“Aku suka musik. Yang tidak suka musik itu Sean. Dia tidak suka yang berisik berisik,” kata Sam.
Lorena menatap Sam. Jadi Sean berbohong soal itu? Kenapa Sean bilang Presdir tidak suka musik? Buktinya Sam bilang dia suka music. Dasar si tukang usil.
“Aku akan memainkan sebuah lagu khusus untukmu,” kata Lorena. Sam mengangguk dan tersenyum, dia berdiri di dekat piano.
Lorena menatap tuts piano itu, baru juga jarinya menyentuh tuts piano, tiba-tiba ada suara yang mengejutkan.
Gombrang-gombrang! Gombrang! Suara berisik itu dari ruang makan, membuat Lorena menghentikan gerakannya dan menoleh kearah suara, begitu juga Sam.
“Ada apa itu?” tanya Sam, menoleh kearah Lorena sebentar lalu kearah suara di ruang makan.
“Sepertinya kucing garongnya menjatuhkan panci-panci,” jawab Lorena.
“Kenapa pak Roby tidak segera mengeluarkannya? Masa kucing garongnya tidak tertangkap?” kata Sam.
“Kucing garong berselimut,” gumam Lorena, kembali menunduk melihat piano.
“Apa?” tanya Sam, tidak mengerti.
“Ah tidak apa-apa, ayo kita lanjutkan,” kata Lorena. Sam menganguk setuju.
Jari-jari Lorena, mulai menyentuh tuts piano. Teng teng teng. Baru juga beberapa nada, tiba-tiba suara itu ada lagi dan semakin keras.
Gombrang! Gombrang! Gombrang! Sangat berisik.
Sam mengerutkan keningnya, dia keheranan.
“Sebentar aku lihat suara apa itu?” kata Sam, meninggalkan Lorena, membuat Lorena kesal, ini pasti ulah Sean yang terus menggganggunya.
Sam masuk ke ruang makan lagi diikuti Lorena yang kesal karena tidak jadi main piano. Di ruang makan dilihatnya Sean masih duduk di kursi meja makan itu, ada beberapa panci yang berjatuhan di lantai, beberapa pelayan sedang merapihkannya.
“Ada apa?” tanya Sam.
“Pak Sean hampir terjatuh tadi, saat cuci tangan menabrak panci-panci,” jawab salah satu pelayan, entah kemana Pak Roby tidak terlihat di ruang makan itu, sepertinya dia sedang ikut mencari kucing garong yang bersembunyi di suatu tempat di rumah itu.
Sam menoleh pada Sean.
“Sepertinya kau harus istirahat, ayo aku bantu ke kamar,” kata Sam sambil mendekati Sean. Pria itu hanya mengangguk.
Lorena menatap Sean, dia sudah menduga pasti Sean sengaja menjatuhkan panci-panci itu untuk menggangggunya bersama Sam.
“Kucingnya sudah ketemu belum? Cepet usir kucingnya!” kata Sam pada pelayan itu.
“Ya Pak, nanti kita cari kucingnya,” jawab Pelayan.
“Hemmm, kucingnya sedang mencari perhatian,” gumam Lorena, membuat Sam menoleh, dia buru-buru tersenyum.
Sam mendekati Sean membantunya berdiri, menuntunnya menuju kamarnya. Lorena terpaksa mengikuti dua pria itu.
“Heueuh!” cibirnya dibelakang Sean.
Setelah membantu Sean tidur kembali ke kamarnya, Sam menatap Sean.
“Sean, aku harus kembali ke kantor. Kau jangan lupa meminum obatnya,” kata Sam, lalu menoleh pada Lorena.
“Kau bantu Sean minum obat ya,” pinta Sam. Lorena mengangguk dan tersenyum tapi senyumnya hilang saat Sean menyelanya.
“Tidak, tidak, dia akan meracunku nanti!” seru Sean, membuat Lorena melotot pada pria yang berbaring itu.
Sam menatap temannya itu.
“Tidak, masa dia meracunimu, kau aneh-aneh saja. Aku pergi Sean,” kata Sam.
Lorena menoleh pada Sean, kenapa pria itu begitu menyebalkan dan usil?
Sam menoleh pada Lorena.
“Aku permisi dulu, lain kali aku akan mendengarkan kau memainkan piano,” kata Sam.
“Benar ya Pak, maaf ya sekarang banyak gangguan gara-gara kucing garong itu, memang kucing garong itu suka usil,” kata Lorena, sambil melirik pada Sean.
Sam hanya tersenyum, dia akan keluar kamar.
“Biar aku antar pak!” kata Lorena.
Tiba-tiba Sean batuk-batuk. Sam menoleh kearah Lorena.
“Tidak usah, kau jaga saja Sean,” kata Sam, membuat Lorena cemberut.
Dia sudah gereget pada pria usil itu. Akhirnya Sam keluar dari kamar itu sendiri.
Lorena membalikkan badannya menatap Sean.
“Hei Kucing garong usil, sebenarnya kau mau apa sih? Kau tidak suka aku dekat-dekat dengan pak Sam, begitu?” semprot Lorena.
“Apa maksudmu? Siapa yang usil, aku tidak peduli kau dekat dengan Sam atau tidak,” kata Sean.
“Terus kau selalu mengganggu kami kenapa?” tanya Lorena, menatap tajam.
“Mengganggu bagaimana? Aku tidak menganggu kalian, itu sih perasaanmu saja yang suka berfikir buruk pada orang lain,”jawab Sean, tidak mau kalah.
“Iiih!” gerutu Lorena, dia benar-benar kesal, rasa kesalnya sepertinya sudah sampai ubun-ubun.
“Kau lihat kan? Sekarang pak Sam pergi?” ucap Lorena.
“Dia banyak pekerjaan, lagi pula buat apa dia berlama-lama disini mendengarkan musik pianomu? Buang buang waktunya saja!” kata sean.
“Kau benar, aku juga membuang buang waktuku saja di kamar ini. Aku mau belajar mencuci pakaian, biar Pak Sam tahu, aku calon istri yang serba bisa,” ucap Lorena.
Sean tidak menjawab, dia mempererat selimutnya berbaring membelakangi Lorena.
Lorena semakin kesal saja pada Sean. Rasakan pembalasanku, batinnya. Tapi mulutnya tidak berkata apa-apa lagi, diapun keluar dari kamarnya Sean dan menutup pintunya dengan keras. Brugh!
Sean hanya tersenyum dan memejamkan matanya, dia sudah bisa menebak wanita itu pasti sangat kesal padanya.
*******************
Jangan lupa like vote dan komen
Readers, author memang tidak membuat tema yang ribet ya..kita yang ringan ringan saja.
Maaf baru up. Dari siang gagal upolad terus sampai harus ganti kartu segala, baru bisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Ratna Sari Dewi
tom and jery
2022-03-05
0
EndRu
ngakak Thor 😀😀😍
2022-02-01
0
Mystera11
ngakak🤣🤣🤣 bisa2nya pak robby ngga ngeh😆😆😆
2022-01-03
0