Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, Sean memasuki ruang makannya, dia terkejut melihat wanita itu yang tidak pernah dia tahu namanya itu sudah ada di meja makan.
Lorena menoleh pada Sean.
“Brother! Ayolah cepat kemari. Kita makan, aku sudah lapar,” kata Lorena. Sean menghentikan langkahnya, kenapa jadi wanita itu yang mengatur, lagi-lagi menyebutnya Brother, menyebalkan.
“Kau, kenapa kau ada dimeja makanku?” tanya Sean dengan ketus.
“Jangan rewel, ayo makan, aku sudah lapar,” jawab Lorena lagi. Tangannya langsung menunjuk nunjuk menu makan di meja itu. Pelayan langsung mengambilkannya dan diisikan ke piring Lorena.
Sean menatap pelayan pelayannya yang berdiri berkeliling di sekitar meja makan yang besar. Kenapa pelayan-pelayannya mau saja disuruh-suruh oleh Lorena? Bukankah dia majikannya? Sebenarnya dia ingin protes, tapi karena diapun sudah lapar, akhirnya dia juga duduk di kursi untuk makan.
“Sean, bagaimana kalau kita membuat perjanjian soal rumah ini?” usul Lorena.
Sean tidak menjawab. Pelayan-pelayannya sedang mengisikan menu makanan ke piringnya.
“Aku akan membayar sewa dan juga membayar pelayan-pelayanmu nanti setelah kontes ini berakhir, aku tidak mungkin pulang sekarang, aku tanggung sudah mendaftar kontes,” kata Lorena.
“Kau fikir kau yakin menang?” tanya Sean, tanpa menoleh, males dia melihat wajah wanita itu, melihatnya membuatnya emosi saja.
“Kenapa tidak? Apa kau tidak lihat, cara pandang pak Sam? Sepertinya dia menyukaiku,” kata Lorena, tersenyum dengan percaya diri.
“Apa? Sam menyukaimu?” tanya Sean.
“Iya,apa kau tidak melihat tatapan matanya tadi?” kata Lorena.
“Dia itu pria yang playboy,” kata Sean, tiba-tiba punya ide untuk membuat Lorena mundur.
“Apa? Benarkah? Playboy?” tanya Lorena terkejut, dia tidak mau punya suami yang playboy, bisa bisa nantinya akan terus berselinguh darinya.
Melihat Reaksi Lorena seperti itu, hati Sean senang. Diapun mengompori lagi.
“Pacarnya ada dimana-mana,” lanjut Sean.
“Be benarkah?” Lorena mulai terpancing, wajahnya langsung lesu. Sean semakin senang melihatnya.
“Dia tidak pernah setia pada satu wanita,” lanjut Sean.
“Seperti itu?” tanya Lorena semakin sedih.
“Benar, dia memang kaya dan selalu menghadiahi wanita dengan barang barang mewah tapi setelah itu dia mencampakkannya!” jawab Sean, semakin menakuti Lorena.
Lorena menatap Sean yang masih menyantap makanannya.
“Benarkah? Dia tipe laki-laki seperti itu?” tanya Lorena lagi.
“Benar. Jadi lebih baik kau pulang kampung sana, tidak usah ikut kontes ini, buang-buang waktu, kau juga tidak akan lolos!” hasut Sean.
“Kenapa aku harus tidak lolos? Kan baru juga daftar, kontes belum dimulai,” kata Lorena.
“Karena banyak wanita cantik lain yang mendaftar. Kau lihat saja tadi, ribuan. Paling-paling Sam juga sudah melupakanmu,” kata Sean. Lorena tidak menjawab. Dia menyantap makanannya dengan lesu, dia kecewa ternyata Sam tipe pria yang tidak setia.
“Syukurin, pergi pergi sana!” batin Sean.
Lorena bangun dari duduknya, mengakhir makannya, lalu menoleh pada Sean yang sedang tersenyum dalam hati.
“Aku tidak percaya padamu!” ucap Lorena tiba-tiba sambil menyimpan serbet.
“Kau hanya iri saja karena Pak Sam lebih tampan dan keren darimu!” lanjut Lorena, membuat Sean terkejut, dan menatap wanita itu.
“Apa katamu? Lebih tampan dan keren?” tanya Sean, mendengarnya seperti penghinaan baginya.
“Tentu saja, kau hanya iri saja padanya jadi menjelek jelekkannya. Dengar ya, aku tidak akan mundur. Aku yakin aku akan menang kontes. Nanti kalau aku sudah menjadi istri Presdir, aku akan mencopot jabatanmu dari asistennya, kau tahu itu? Huh!” ucap Lorena. Dia akan beranjak saat Pak Roby memasuki ruang makan itu, menghampiri Sean.
“Maaf pak, di ruang tamu sudah ada beberapa tamu wanita yang sedang menunggu,” kata pak Roby.
“Tamu wanita?” tanya Sean keheranan.
Lorena langsung menoleh pada Sean, tersenyum sinis pada pria itu.
“Terbukti kan? Ternyata yang playboy itu kamu sendiri, bukan pak Sam. Kau hanya menjelek jelekkan dia saja kan? Supaya aku mundur! Kau hanya iri saja, Kau tidak mau kan aku menang kontes jadi istri Presdir? Aku sudah menebaknya!” kata Lorena.
Sean menatap wanita itu.
“Kau ini bicara apa? Aku bukan pria playboy!” bentak Sean dengan kesal.
“Buktinya? Tuh wanita-wanitamu menunggumu!” sindir Lorena. Sean jadi tambah kesal. Diapun berdiri menatap Lorena.
“Dengar, kalau aku playboy, aku sudah ngapain ngapin kamu kemarin! Tidur sembarangan di kamar pria hanya menggunakan pakaian dalam saja, wanita apa itu?” kata Sean. Membuat Lorena terkejut, jadi Sean benar-benar melihatnya hanya pakai lingeri saja kemarin? Sangat memalukan.
“Aku baru dipijat, aku tidak tahu itu kamar pria. Hei, tunggu tunggu, kau tahu aku hanya menggunakan pakaian dalam? Jadi..jadi kau melihatku?” tanya Lorena, wajahnya langsung merah. Dia merasa malu Sean melihatnya tidur hanya menggunakan lingeri saja.
“Tentu saja, dan aduh sayang sekali tidak menarik!” kata Sean, sambil menepuk jidatnya.
“Ap…apa katamu? Tidak menarik? Kau…kau katakan aku tidak menarik?” tanya Lorena terkejut.
“Tentu saja, bagaimana Sam mau melirikmu, aku saja tidak tertarik,” kata Sean, sambil berjalan meninggalkan ruang makan itu.
Lorena menatap kepergiaannya Sean dengan tidak percaya pria itu akan mengatakan hal itu.
Pak Roby yang mendengar percakapan mereka hanya senyum senyum saja. Lorena menatap pak Roby.
“Pak aku dibilang tidak menarik! Seumur hidupku baru ada pria yang bilang aku tidak menarik! Apa dia buta? Bukankah aku sangat cantik?” tanyanya pak Roby.
“Nona sangat cantik, jangan khawatir,” ucap Pak Roby, sambil tersenyum.
“Pria itu benar-benar menyebalkan! Awas kau ya jika aku jadi sitri Presdir nanti, jabatan mu langsung aku copot! Lihat saja!” gerutunya.
Pak roby hanya senyum saja, dia akan beranjak meninggalkan ruangan itu saat Lorena menghentikan langkahnya.
“Eh pak tunggu!” kata Lorena.
Pak Roby menoleh.
“Siapa wanita-wanita itu?” tanya Lorena.
“Saya juga tidak tahu,” jawab pak Roby. Lorena tidak bicara lagi. Dibiarkannya pak Roby keluar dari ruangan itu.
Lorena jadi penasaran dengan tamu-tamu wanitanya Sean.
“Si Playboy itu sepertinya harus dikerjain,” gumamnya.
Diapun melangkah menuju ruang tamu, mengintip di balik pintu, ingin tahu apa yang mereka lakukan.
Empat wanita cantik tampak duduk berjejer di sofa. Mereka sangat cantik cantik dan sexi.
“Waduh, cantik-catik dan sexi. Ternyata ini selera si asisten itu,” gumamnya, mengintip di balik pintu.
“Ada apa kalian kemari?” tanya Sean. Duduk di sebrang wanita-wanita itu.
“Pak Sean, maaf kami mengganggu,” kata salah seorang dari wanita itu.
“Hem,” Sean hanya mengangguk sedikit, menatap wanita-wanita itu tanpa senyum.
“Namaku Putri, ini Tery, ini Sania, dan ini Anjani,” kata Putri, sesuai namanya, dia secantik putri, gaunnya sangat indah menempel ditubuhnya yang ramping, rambutnya ikal mayang, tergerai di sisi bahu kanannya.
Beda lagi dengan Tery, dia menggunakan gaun dengan bahu yang terbuka, memperlihatkan kulit bahunya yang putih. Kalau Sania, gaunnya berlengan panjang tapi bawahnya hanya setengah paha, dia duduk dengan menopang kakinya sebelah, semakin memperlihatkan kulit pahanya yang mulus. Kemudian Anjani, dia terlihat menggunakan gaun yang lebih sopan, gaun terusan yang panjang, tapi saat kakinya menopang salah satu, belahan sisi gaunnya hampir mencapai pantat.
Sean tampak tidak bergeming dengan keseksian wanita-wanita di depannya itu.
“Jadi apa keperluan kalian? Aku sangat sibuk, tidak ada banyak waktu,” jawab Sean.
Lorena yang mendengar perkataan Sean tampak mencibir.
“Sok sibuk, pura-pura jual mahal, padahal anteng tuh melihat yang bening-bening sebanyak itu,” cibirnya, kepalanya dimiringkan supaya bisa melihat mereka dengan jelas.
“Pak Sean, kami kesini membawakan cindra mata untukmu,” kata Putri.
Sean tampak mengerutkan keningnya.
“Cindra mata? Untukku?” tanya Sean, langsung berfikir kedatangan wanita-wanita ini pasti ada maksudnya. Wanita-wanita itu menyimpan beberapa kotak yang entah apa isinya, Lorena tidak bisa melihatnya.
“Langsung saja, apa yang kalian mau?” tanya Sean, menatap mereka dengan tajam. Dia sangat tidak bersahabat.
Putri menoleh pada teman-temannya.
“Jadi begini pak Sean, kami kan ikut kontes menjadi istri Presdir, jadi kami minta bantuannya dari bapak, supaya kami bisa menang diacara kontes itu,” kata Putri.
Lorena menajamkan telinganya, berusaha mendengarkan percakapan mereka.
Ternyata mereka itu peserta kontes! Saingannya benar-benar berat! Dari melihatnya saja, mereka sangat cantik dan menarik, kenapa dia merasa paling cantik sendiri?
“Jadi maksud kalian ingin menang kontes?” tanya Sean, mulai mengerti maksud kedatangan mereka.
Keempat wanita itu mengangguk.
“Tapi kalian berempat, apa harus empat empatnya menang?” tanya Sean, masih bersikap dingin.
“Kami tidak keberatan berbagi!” seru mereka bersamaan.
“Kami berjanji akan akur,” kata mereka lagi saling pandang.
“Pokoknya kalau kami jadi pemenangnya, kau bisa minta apa saja,” seru putri dengan semangat.
Lorena yang mendengar perkataan mereka langung terkejut.
“Waduh, mereka mau dipoligami! Hebat bener pak Sam! Aku sih ogah,” gumamnya.
Sean tampak diam. Kemudian Lorena melihat dua wanita mendekati Sean dan berusaha merayunya, mengusap usap bahu Sean, sengaja memperlihatkan bagian tubuh mereka lebih dekat.
Sean tidak bergeming, dibiarkannya mereka beraksi merayunya. Kemudian dia bicara lagi.
“Kedatangn kalian sia-sia, aku tidak bisa membantu. Lebih baik kalian ikut kontes dengan sportif,” kata Sean.
“Si Playboy menolak, ga salah nih?” gumam Lorena.
“Pak Sean, tolonglah! Kami pasti akan memberikan imbalan yang layak atas bantuanmu,” kata Putri lagi mewakili teman-temannya.
Mendengarnya benar-benar membuat Sean tidak ingin berlama-lama bicara dengan mereka.
“Maaf, aku tidak bisa membantu. Silahkan bawa lagi bingkisan kalian,” kata Sean, sambil berdiri. Putri dan teman-temannya tampak kecewa. Mereka menatap Sean dengan tajam, lalu mengambil bingksian bingkisan itu. Pak Roby sudah berdiri di dekat pintu yang terbuka, dia seperti sudah menduga apa yang akan terjadi.
“Sok ganteng!” gerutu Putri, mendelik pada Sean, diikuti yang lain, merekapun keluar dengan wajah yang cemberut. Pak Roby kembali menutup pintunya.
Lorena melihat pria itu terdiam setelah kepergiaan wanita-wanita itu.
“Sok genteng, hihi…”gumamnya menahan tawa, mengulang perkataan putri tadi.
Sean berjalan menaiki tangga akan menuju kamarnya. Lorena mengikutinya dengan langkahnya yang pelan dan mengendap endap, dia juga akan ke kamarnya.
Dilihatnya Sean mengambil handphone disakunya dan menelpon seseorang.
“Halo! “ sapa Sean pada orang yang disebrang, sambil berbelok ke kanan arah menuju kamarnya, sedangkan Lorena berjalan ke sebalah kiri menuju kamarnya.
Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Sean berhenti melangkah dan bicara dengan si penelpon.
“Aku ingin mendiskualifikasi 4 wanita. Namanya Putri, Sania, Anjani dan siapa tadi, Tery. Iya! Mereka mencoba menyuapku,” kata Sean.
Lorena mendengarkan, wah ternyata Sean sangat berwibawa kalau sudah serius begitu, fikirnya. Diapun akan membuka pintu kamarnya, tapi terhenti lagi saat mendengar Sean bicara lagi.
“Satu lagi, wanita yang ada dirumahku, aku tidak tau namanya,” kata Sean, membuat Lorena terkejut. Sean mendiskulifikasi dirinya.
Sean menutup telponnya, dia merasa seperti ada yang berdiri dibelakangnya, diapun berbalik, dan dia terkejut saat melihat wanita di kamar sebelah itu berdiri menatapnya dengan tajam.
************************
Jangan lupa like, vote dan komen ya…
Ikuti terus kelanjutannya ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
tatik mufidah
waduh...
2022-02-24
0
Ahmad Sahibul Ilmi
sape hati kamu sean
2021-11-17
0
Waty Alea
😂😂😂
2021-10-22
0