Lorena menjalankan mobilnya dengan lesu. Dia bingung harus bagaimana hidup diibu kota tanpa uang sepeserpun. Uang tunai dan ATM juga handphone ada di tasnya semua. Apa yang harus dilakukannay sekarang? Diapun berfikir yang penting sampai ke rumah dulu saja, rumah kontrakan yang sudah dicarikan Laura. Untuk menelpon Laura saja tidak bisa, dia tidak hafal banyaknya nomor nomor handphone, nomor sendiri juga tidak hafal.
Dilihatnya di depan ada antrian panjang mobil dan motor, dia mengerutkan dahinya kenapa jalanan macet, diapun melongokkan kepalanya keluar jendela.
“Ada apa?” tanya Lorena pada pengendara motor yang berhenti di samping mobilnya.
“Ada razia,” jawab pengendara motor itu.
Lorena hanya ber ooh ria, ternyata razia motor, tapi kenapa macetnya sampai panjang begini? Mobil di depan mulai melaju, hingga sampailah mobilnya diberhentikan polisi.
Kaca jendelanya diketuk seorang petugas polisi, yang langsung memberi hormat saaat Lorena membuka jendela.
“Mohon diperlihatkan surat-surat kendaraan anda,” kata polisi itu, sambil melihat plat nomor mobil Lorena yang berkode dari luar kota.
“Tunggu sebentar,” jawab Lorena, dia akan mengambil tasnya, tapi tiba-tiba dia ingat kalau tasnya di jambret.
“Aduh,” keluhnya.
“Ada apa?” tanya polisi.
Lorena membuka dasboard tidak apa-apa disana.
“Apa anda tidak membawa SIM?” tanya petugas polisi.
“SIM saya ada didalam tas dan tadi tasnya dijembret,” jawab Lorena, sejujurnya.
“STNK?” tanya petugas polisi itu.
“STNK juga ada di dompet saya,” jawab Lorena dengan pucat, dia sudah merasa tidak nyaman.
“Maaf Nona, saya harus membawa anda ke kantor polisi dan menahan mobil anda karena tidak membawa surat surat apapun,” kata petugas polisi.
“Tapi pak, saya benar-benar dijambret tadi,” ucap Lorena.
“Nanti di jelaskan di kantor polisi. Bukankah anda dari luar daerah?” kata polisi itu.
“Iya pak,” jawab Lorena, mengagguk. Keringat dingin sudah membasahi keningnya.
Disinilah sekarang Lorena berada, dikantor polisi.
“Anda dari luar kota berkendara tidak membawa surat-surat, itu pelanggaran lalu lintas, jadi terpaksa kami menahan mobil anda,” kata petugas Polisi, yang duduk di meja pangaduan.
“Tapi pak, tas saya dijambret. Saya sama sekali tidak punya uang,” ucap Lorena.
“Apa ada yang bisa dihubungi? Yang bisa ditelpon? Yang memberikan jaminan buat anda?” tanya petugas polisi lagi.
“Saya tidak hafal nomor telponnya Pak,” jawab Lorena.
“Kalau begitu mobil anda tetap kami tahan,” kata petugas Polisi itu.
“Tapi pak,” Lorena mencoba meloby.
“Ini peraturan,” jawab petugas polisi itu dengan tegas.
“Aduh bagaimana ini?” gumam Lorena.
“Tujuan anda ke kota ini untuk apa?” tanya polisi itu.
“Untuk mengikuti kontes,” jawab Lorena
“Kontes menyanyi?” tanya Petugas Polisi.
“Bukan,” Lorena menggeleng.
“Kontes apa?” tanya petugas tadi.
“Kontes menjadi istri Presdir,” jawab Lorena.
“Hahhaha” petugas polisi itu langsung tertawa, begitu juga dengan polisi yang lain yang ada diruangan itu, saat mendengar jawaban Lorena.. Mereka langsung menoleh pada Lorena semua, menatapnya dari atas sampai bawah.
Apa tidak salah? Secantik ini tidak laku? Fikir mereka. Lorena sudah mengerti arti tatapan polisi-polisi itu.
“Ya sudah kalau begitu, nanti aku mencoba menghubungi pengacaraku,” ucap Lorena, supaya tidak jadi bahan tertawaan polisi diruangan itu lagi.
Diapun bangun dari duduknya lalu menoleh lagi pada petugas polisi itu.
“Ada apa lagi?” tanya petugas polisi.
“Aku tidak punya uang untuk bayar taxi, apakah bapak bisa meminjami aku uang?” tanya Lorena, membuat petugas polisi itu terkejut.
Tiba-tiba Lorena teringat kalau dia memakai satu cincin dijarinya. Dia langsung melepasnya.
“Ini aku jual cincin saja, harganya kira-kira sekitar 5 juta,” kata Lorena, mengira-ngira, karena diapun tidak tau berapa harga cincin itu karena biasanya yang mengurus perhiasan bagian designer keluarganya.
“Suratnya mana?” tanya petugas polisi.
“Tidak ada,” Lorena menggeleng.
“Bagaimana kalau itu palsu? KTP tidak ada, SIM tidak ada, STNK juga tidak ada,” keluh polisi. Lorena kembali memasukkan cincinya ke jarinya dengan kecewa.
“Kau akan kemana sekarang?” tanya petugas polisi itu.
“ Ke rumah kontrakanku di Grand Valley,” jawab Lorena.
“Ya sudah, aku pinjami buat ongkos taxi saja, cukup kalau ke Grand valley tidak terlalu jauh,” kata polisi itu sambil mengambil dompet disaku celana di belakangnya. Diambilnya uang kertas 100rb diberikan pada Lorena.
Lorena menatap uang itu. Tidak salah? Hanya seratus ribu?
“Apa tidak bisa tambah pak?” tanya Lorena.
“Ini sudah cukup, ongkos taxi paling 50rb,” jawab petugas polisi itu.
Akhirnya dengan berat hati, Lorena mengambil uang 100rb dari polisi itu. Diapun keluar dari kantor polisi dengan membawa 3 buah koper,lalu menyetop taxi.
“Grand Valley 36,” ucapnya pada supir taxi. Supir taxi memasukkan koper-koper ke dalam bagasi, itupun tidak muat, jadi satu koper disimpan di jok belakang.
Selama perjalanan, mulut Lorena cemberut saja, kenapa hari pertamanya ke ibu kota menjadi susah begini? Semua ini gara-gara penjambret itu. Awas kalau ketemu, dia masukkan penjara, umpatnya dengan kesal.
Akhirnya sampailah mereka di kompek perumaahan elite Grand Valley.
“Nomor berapa tadi rumahnya?” tanya supir taxi.
“Nomor 36” jawab Lorena.
Supir taxi melajukan mobilnya mencari rumah nomor 36. Tidak lama kemudian sampailah di rumah nomor 36.
Lorena menatap rumah bertingkat yang megah itu.
“Laura, pekerjaanmu memang bagus, kau memilihkan rumah kontrakan yang sanagt bagus,” gumamnya.
Melihat ada taxi berhenti didepan gerbang, satpam turun dari posnya, menghampiri ke gerbang.
“Aku yang ngrontrak rumah ini!” teriak Lorena pada satpam, tapi satpam itu tidak langsung membukanya, karena yang dia tahu, yang mengontrak rumah ini adalah Pak Sean, bukan seorang wanita.
“Hei kau dengar tidak? Aku yang mengontrak rumah ini! Aku capak! Lelah! Buka gerbangnya!” teriak Lorena dengan kesal.
Satpam tampak ragu-ragu, terus dia berfikir, mungkin Pak Sean mengontrak rumah tidak sendirian tapi dengan pacarnya. Cantiknya juga pacarnya tapi sangat galak, fikir pak satpam. Akhirnya gerbang itupun dibuka.
Saat taxi berheti di depan teras, dua orang pelayan dengan sigap menghampiri taxi, satu orang membukan pintu mobilnya lorena, menyapa ramah, yang lain mengeluarkan koper-koper dari bagasi dan jok belakang.
Lagi-lagi Lorena memuji Laura.
“Kerjamu sangat bagus Laura, kau juga menyiapkan banyak pelayan untukku,” batinnya, diapun melangkah masuk, kepala pelayan membukakan pintu rumah yang besar, mengucap selamat datang padanya.
“Dimana kamarku? Aku lelah!” tanya Lorena dengan ketus. Saat tiga orang pelayan wanita menghampirinya. Seorang pelayan wanita mengajaknya menaiki tangga.
Dua orang lagi berbisik pada kepala pelayan.
“Bukannya yang akan tinggal disini itu Pak Sean? Kenapa perempuan yang datang?” tanya pelayan itu.
“Mungkin dia pacarnya Pak Sean, kalian jangan berisik dan jangan bergosip,” kata kepala pelayan.
“Bukankah Pak Sean sedang membuat kontes mencari istri?” tanya pelayan yang lain.
“Bukan, yang membuat kontes itu Pak Sam. Sudah, kalian jangan banyak bergosip, ayo kerja, jangan ikut campur urusan majikan,” kata kepala pelayan lagi.
“Apa ada yang bisa memijatku?” teriak Lorena dari atas loteng.
“Ada Nona,” jawab Kepala pelayan, sambil memberi kode kepada salah satu pelayan wanita tadi
untuk segera ke atas, memijat Lorena.
Di dalam kamar utama itu benar-benar luas dan nyaman, perabotan juga sangat mewah dengan bahan yang berkualitas tinggi.
Lorena sedang dipijat oleh pelayan wanita diatas kasur yang big size, hanya menggunakan pakaian dalam. Dia tidak mengira kalau layanan di rumah kontrakan ini sangatmeksklusif. Laura benar-benar mengerti dirinya. Sepertinya dia bisa berlama-lama tinggal disini.
Setelah dipijat, akhirnya diapun tertidur.
**************
Sean melirik jam tangannya, lalu melihat ke jendela kaca kantornya, ternyata sudah gelap, dia lupa kalau sore ini dia akan ke rumah kontrakannya di Grand Valley.
Dilihatnya lagi alamat rumah itu, ada di secarik kertas yang ditulis Sam tadi.
“Grand Valley nomor 36,” gumamnya, lalu bangun dari duduknya, keluar dari kantornya. Mengendarai mobil mewahnya menuju Grand Valley.
Diapun sampai di depan rumah mewah no 36.
Petugas satpam turun dari posnya, menyapanya ke gerbang.
“Pak Sean?” tanya pak Satpam, soalnya diapun belum pernah bertemu dengan yang namnaya Pak Sean.
“Ya!’ jawab Sean dengan ketus.
Satpam membukakan gerbang. Mobilpun masuk ke dalam pekarangan rumah dan berhenti di depan teras.
Kepala pelayan sudah membukakan pintu utama rumah itu.
“Selamat malam Pak,” sapanya.
“Malam,” jawabnya tanpa menoleh dan berjalan menuju tangga.
“Pak!” panggil kepala pelayan.
“Ada apa?” tanya Sean masih terus saja berjalan menaiki tangga.
“Teman anda sudah tiba duluan dan ada di kamar,” lapor kepala pelayan.
“Teman? Oh iya, biarkan saja,” jawab Sean. Kenapa Sam tidak bilang kalau mau kesini? Fikirnya.
Kepala pelayan langsung mengangguk, dan pergi menjauh. Sean kembali menaiki tangga rumah itu menuju kamarnya.
Masuk ke kamarnya, Sean langsung membuka jasnya, melemparnya ke sofa, lalu merebahkan dirinya ke atas kasur, tidur terlentang. Dilihatnya sekeliling kamar itu, yang ternyata sangat luas. Diapun tersenyum. Sam memang tahu seleranya. Dia suka ruangan yang luas dan bercat putih. Diapun merentangkan kedua tanagnnya ke samping kiri dan kanan. Dan Buk!
Sean merasakan tangannya menyentuh benda keras diatas kasur itu. Dia melirik kearah guling yang digulung selimut putih itu. Kenapa gulingnya keras sekali? Diapun terkejut saat seperti ada helai-helai rambut keluar dari atas selimut itu.
“Apa itu?” tanyanya dengan keheranan, dan jantung yang berdebar-debar. Dengan perlahan tangan kanannya menyikap selimut itu dan diapun terkejut bukan main saat dilihatnya seorang wanita cantik berkuli putih dengan rambutnya yang hitam kecoklatan hanya memakai lingeri, memperlihatkan tubuhnya yang mulus.
“Apa ini?” tanyanya dengan kaget. Wanita itu sedang tidur dengan nyenyaknya. Buru-buru Sean menutup kembali wanita itu dengan selimut itu. Jantungnya langsung dag dig dug tidak karuan. Ada wanita cantik dalam kamarnya, tidur di tempat tidurnya, dengan memakai lingeri? Pakaian dalam wanita saja? Apa-apaan ini?
Diapun segera keluar kamar menuju ruangan lain dilantai atas lalu menelpon Sam.
“Halo! Halo!” Sam berteriak teriak. Terdengar suara disekelilingnya yang berisik.
“Kau ada dimana?” tanya Sean jadi ikut berteriak.
“Aku sedang melihat pendaftaran kontes!” teriak Sam.
“Apa yang kau lakukan?” teriak Sean.
“Melakukan apa?” tanya Sam masih berteriak.
“Kenapa kau mengontrak rumah dengan wanitanya sekalian? Kau ini apa-apaan?” teriak Sean.
“Apa? Wanita?” tanya Sam, tidak mengerti.
“Wanita itu tidur di kamarku!” teriak Sean.
“Oh mungkin hadiah dari yang punya rumah, layanan plus plus! Kau suruh dia pegi saja kalau tidak mau!” teriak Sam.
“Halo! Halo!” teriak Sam lagi.
“Halo!” Sapa Sean.
“Halo! Halo!” Sam masih berteriak.
“Aku sibuk! Tidak kedengaran!” teriak Sam lagi, lalu telponpun ditutup.
Sean menatap telponnya yang mati.
*****************
Maaf ya karya author telat upload semua, jaringan jelek aplikasi tidak bisa dibuka dari malam.
Jangan lupa like, vote dan komen ya.
Baca juga karya yang lain ya…
- “My Secretary” season 2( Love Story in London)
- “Billionaire Bride”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Alyn azzis
sangat menarik thoor 🤗🤗🤗
emang ya klo udah waktunya jodoh pasti ketemu walou dgn cara yg extrem sekalipun😅😅
2022-04-18
0
Nia Chiu
aduh ngakak banget part ni....untung lg pake masker kl ga diliat org dikira gila......wkwkwkwk
2022-02-26
0
tatik mufidah
bwahahaha.. peserta pertama...
2022-02-24
0