“Kau bisa menjawabnya sekarang,” terdengar pewawancara mengulang perkataannya.
“Apa yang akan kau lakukan untuk membuat Presdir jatuh cinta?” tanya pewawancara itu lagi.
Sean dan Sam tampak tidak sabar mendengar jawaban Lorena.
Lorena melirik kearah Sam yang berdiri dibelakang Sean, memiringkan kepalanya menatap Lorena, kemudian Lorena menatap si pewawancara.
“Yang akan aku lakukan untuk membuat Presdir jatuh cinta adalah.." Lorena menghentikan bicaranya sebentar, kemudian bicara lagi.
" Aku hanya akan berusaha untuk mencintainya sepenuh hatiku,” jawab Lorena.
Seketika ruangan menjadi hening.
“Dan aku juga berharap Presdir juga akan tulus mencintaiku,” lanjut Lorena. Ada nada keseriusan dari kata-kata itu. Kini dia tertunduk, ada sedih dihatinya, mengingat kegagalan-kegagalan jalinan kisah cintanya dengan mantan mantannya, padahal dia sudah berusaha untuk mencintainya dengan tulus siapapun pria yang menjadi kekasihnya.
Sean tampak tertegun mendengarnya, juga Sam.
“So Sweet Lorena, aku juga mencintaimu Lorena..” gumam Sam dengan pelan, Sean langsung menoleh ke belakang dan menutup mulut Sean dengan telapak tangannya.
“Ada lagi yang ingin kau katakan?” tanya Pewawancara. Lorena hanya menggeleng.
“Baiklah Lorena, wawancara kita selesai, kau akan kita hubungi jika kau lolos tahap berikutnya, selamat siang,” kata pewawancara.
“Siang,”ucap Lorena, dia bangun dari duduknya, tanpa menoleh pada Sean maupun Sam. Dia melangkah keluar dengan lesu. Dia terbawa perasaan saat mengatakan itu, adakah pria yang akan benar-benar mencintainya? Kenapa mendapatkan cinta yang tulus begitu sulit? Sampai-sampai dia harus mengikuti ajang kontes seperti ini? Hatinya menjadi sedih.
Sean buru-buru menuju jendela, melihat ke ruang tunggu. Dilihatnya wanita itu meninggalkan ruang tunggu itu, kenapa hatinya jadi merasa sedih, melihat wanita itu sepertinya bersedih.
“Dia sangat manis,” tiba-tiba terdengar suara Sam dibelakang Sean.
“Jangan menguntitku Sam,” ucap Sean, tanpa menoleh pada Sam yang berdiri melihat keluar jendela seperti yang dilakukan Sean.
“Apa dia tulus mengatakan itu?” tanya Sean.
“Sepertinya tulus. tapi sayang dia harus didiskualifikasi,” jawab sam.
“Jangan!” teriak Sean, menoleh pada Sam, sampai temannya itu terkejut.
“Kenapa? Kau kan yang menyuruh tidak meloloskannya setelah wawancara,” tanya Sam, keheranan.
“Aku ingin tau dia bisa lolos tahap berikutnya tidak?” kata Sean.
“Baiklah Brother, kau bosnya,” jawab Sam.
“Jangan memanggilku Brother! Geli aku mendengarnya,” keluh Sean.
“Selanjutnya!” terdengar suara panitia memanggil peserta yang lain.
Selama mengikuti wawancara selanjutnya, Sean hanya memikirkan ucapannya Lorena itu. Kenapa dia merasa terhipnotis dengan kata-kata itu? Kata-kata itu seakan tulus diucapkan dari dalam hati wanita itu. Sepertinya dia berbeda dengan wanita-wanita lain yang mengikuti kontes ini yang umumnya mereka juga punya
tujuan lain yaitu ingin mendapatkan suami yang kaya, tidak dengan wanita sebelah kamarnya ini, ada ketulusan di hati wanita ini.
Sore haripun tiba, Sean buru-buru pulang meskipun wawancara masih berlangsung, dia ingin tahu apa yang dilakukan wanita itu sekarang.
Tiba dirumahnya, seperti biasa, Pak Roby sudah siap dengan pintunya yang terbuka, menyambutnya dengan ramah, tapi sean mengabaikannya. Matanya langsung beredar ke dalam ruangan. dilihatnya dalam ruanganan itu sangat sepi, tidak seperti kemarin-kemarin pelayan-pelayannya berkumpul melihat penampilan wanita itu. Hanya terdengar lantunan music biola samar-samar.
Sean melangkah menuju arah suara, melangkahkan kakinya menaiki tangga rumah itu, saat tiba diatas, alunan music biola itu semakin jelas terdengar dari dalam kamarnya Lorena. Music yang sentimental yang Lorena mainkan sekarang. Sean berdiri sebentar lalu masuk ke dalam kamarnya. Membuka jasnya, dasinya, membuka beberapa kancing kemaja atasnya, menggulung kedua lengan kemejanya sampai siku.
Masih terdengar suara music itu mengalun merdu. Sean berbaring di tempat tidur itu dengan menopang kepalanya dengan kedua tangannya. Fikirannya melayang kemana-mana. Apakah wanita itu sedang bersedih sekarang? Music biolanya terdengar sangat menyayat hati. Apakah wanita ini pernah mengalami patah hati?
Jam menunjukkan pukul 7 malam, terdengar suara pintu kamar Sean diketuk. Diapun membukakan pintu itu. Pak Roby sudah berdiri disana.
“Makan malam sudah siap,” kata Pak Roby.
“Ya nanti aku turun,” jawab Sean. Pak Robypun meninggalkan tempat itu. Sean melirik jam di dinding, memang waktunya makan malam. Di kamar sebelah sudah tidak terdengar lagi suara biola. Diapun keluar kamarnya, saat melewati lorong ke kamarnya Lorena, langkahnya terhenti, dilihatnya pintu kamar itu tertutup, mungkin Lorena sudah duluan ke ruang makan, fikirnya. Diapun melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.
Begitu sampai di ruang makan, ternyata Lorena tidak ada disana. Kemana dia? Tapi seperti biasa Sean tidak akan bertanya apa-apa tentang wanita itu. Diapun duduk dikursinya, pelayan langsung membantunya mengambilkan menu makanan di meja itu diisikan ke piringnya.
Satu suap dua suap, Pak Roby hanya diam mematung tidak jauh darinya, hanya memperhatikan pelayan-pelayannya bekerja. Tumben sekali pak Roby tidak memberi laporan, apa dia harus bertanya saja pada pak Roby? Tidak ah, gengsi harus menanyakan wanita itu.
Empat suap, lima suap, wanita itu tidak juga datang, dan Pak Roby aneh sekali tidak memberikan laporan apa-apa. Diapun berdehem.
“Mm, Pak Roby!” panggilnya.
“Iya, Pak,” sahut Pak Roby.
“Kemana wanita itu?” tanya Sean, akhirnya bertanya.
“Nona ijin istriahrat lebih awal, karena dia akan pulang kampung besok,” jawab Pak Roby. Sekatika Sean terkejut mendengarnya.
“Apa? Pulang kampung? Kenapa?” tanya Sean, menoleh pada pak Roby yang berdiri dibelakangnya.
“Iya katanya mengundurkan diri tidak jadi mengikuti kontes, dia akan pulang kampung besok pagi,” jawab Pak Roby.
“Kenapa? Bukankah dia lulus wawancara?” tanya Sean.
“Saya juga kurang tahu Pak,” jawab Pak Roby.
Sean tidak bicara lagi. Ternyata Lorena akan pulang kampung? Kenapa? Selera makan Sean langsung hilang. Kenapa dia berubah fikrian tidak jadi mengikuti kontes? Padahal kemarin dia bersemangat ingin memenangkan kontes ini.
“Apa dia ada dikamarnya?” tanya Sean.
“Iya Pak, mungkin sedang istirahat,” jawab Pak Roby.
“Bisakah besok kau beritahu aku kalau dia sudah bangun?” pinta Sean.
“Baik Pak,” jawab Pak Roby.
Sean kembali makan dengan lesu, dia tidak habis fikir apa alasan Lorena mengundurkan diri dari kontes ini? Kenapa?
Setelah makan malam, dia tidak bisa tidur di kamarnya. Suara biola itu tidak terdengar lagi, kenapa malam ini terasa begitu sepi tanpa alunan music biola itu?
Keesokan harinya…
Terdengar suara ketukan di kamarnya Sean. Sean segera membuka pintu itu. Pak Roby sudah berdiri disana.
“Nona sudah bangun,” lapor Pak Roby. Tanpa bicara apa-apa lagi, Sean langsung keluar dari kamarnya, dibiarkannya Pak Roby yang terbengong melihat sikapnya.
Sean langsung ke kamarnya Lorena. Mengetuk pintu itu beberapa kali. Lorena membukakan pintu kamarnya, dilihatnya Sean berdiri disana.
“Ada apa? Kau tahu dari Pak Roby aku akan pergi?” tanya Lorena. Diapun masuk ke kamarnya, Sean mengikutinya. Wanita itu sedang memasukkan pakaiannya ke dalam kopernya. Sean melihat selebaran kontes yang tertancap di bunga hiasan di meja.
Lorena menatap Sean, kemudian mengambil sebuah amplop yang ada di atas tempat tidurnya.
“Ini uang sewa rumah, jasa pelayan dan yang lainnya, aku rasa sudah cukup. Pak Roby sudah menjualkan cincinku, ternyata harganya lumayan tinggi, jadi aku bisa membayar sewa kamarku padamu,” kata Lorena, mengulurkan amplop itu pada Sean.
Sean menerima amplop itu, dlilihatnya isinya uang yang cukup banyak, dia sampai mengerutkan keningnya.
“Kau akan pergi?” tanya Sean.
“Iya, aku mengundurkan diri dari kontes itu,”jawab Lorena.
“Tapi kenapa?” tanya Sean.
“Karena aku juga tidak tahu apa ajang ini akan membuatku mendapatkan pria yang akan mencintaiku atau tidak, sepertinya sebaiknya aku pulang saja,” jawab Lorena, masih mengepak bajunya.
“Kenapa kau patah semangat begitu?” tanya Sean.
“Kau lihat kan pesertanya sangat cantik cantik, aku rasa aku tidak akan memenangkan hatinya Presdir, aku hanya buang-buang waktu saja mengikuti kontes ini,” jawab Lorena.
“Kau jangan pesimis dulu, mungkin saja Presdirnya menyukaimu, kan kontesnya belum selesai,” kata Sean.
Kini Lorena menatap Sean, yang seketika menjadi gugup mendapat tatapan dari wanita itu.
“Apakah Presdir menyukaiku?” tanya Lorena.
“Mmm ya mungkin saja,” jawab Sean. Tiba-tiba senyum mengembang di bibirnya Lorena.
“Kenapa kau tidak bilang kalau Pak Sam menyukaiku? Aku jadi semangat lagi sekarang,” seru Lorena. Sean tidak menjawab.
“Baiklah kalau begitu, jadi aku punya harapan lolos ke babak berikutnya?” tanya Lorena pada Sean.
“Ya sepertinya begitu,” jawab Sean.
“Kenapa kau tidak bilang dari kemarin?” gerutu Lorena. Dia melihat amplop yang dipegang Sean, lalu diambilnya.
“Kembalikan amplopku!” ucapnya.
“Kenapa kau ambil lagi?” tanya Sean.
“Bukankah katamu Pak Sam menyukaiku? Jadi aku punya kesempatan memenangkan kontes ini kan? Jadi sesuai perjanjian kita kemrain, kalau aku bisa membuat Pak Sam jatuh cinta padaku, jadi aku tidak perlu bayar sewa rumah ini, jadi uangnya aku ambil lagi, oke?” kata Lorena, membuat kepala Sean kembali berdenyut denyut, ini wanita sepertinya sudah tidak waras kembali seperti kemarin kemarin.
“Bukankah sekarang waktunya sarapan? Hari ini kan jawal wawancara buat yang lain, jadi aku ada kerjaan di restaurant. Ayo kita sarapan, kau juga belum sarapan kan?” kata Lorena. Belum juga Sean menjawab, tangan Lorena meraih jemarinya Sean, memegang tangan itu, menariknya keluar dari kamar itu. Sean tampak terkejut, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya selain mengikuti langkah wanita itu yang menuntunnya menuruni tangga rumah, dia hanya bisa menatap tangannya dipegang wanita itu yang berjalan menuju meja makan.
“Brother, kau duduklah, makan yang banyak ya,” ucap Lorena saat sampai dimeja makan. Sean tidak menjawab, dia hanya menurut duduk dikursi yang biasa dia duduki.
Lorena duduk di sebrangnya. Pak Roby tampak memberi perintah pelayan-pelayan untuk bekerja.
Lorena mengambil sendoknya, lalu memukul piring Sean yang ada di sebrangnya.
Treng treng treng! Terdengar bunyi sendok dan piring.
Sean menatap wanita itu.
“Brother, kau harus membantuku,” kata Lorena.
“Soal apa?” tanya Sean.
“Kau harus memberitahuku apa kesukaan Pak Sam, Hobynya apa, kesehariannya bagaimana, jangan berbohong lagi soal Pak sam yang playboy, aku tidak percaya Presdir Playboy,” kata Lorena.
“Presdir bukan playboy tapi bergonta ganti pacar,” jawab Sean, membicarakan dirinya sendiri.
“Apa? Gonta ganti pacar? Ya sama saja playboy,” kata Lorena.
“Ya bukan, itu karena dia belum menjatuhkan hatinya pada wanita itu,” bela Sean.
Lorena menatap Sean sambil mengerutkan keningnya.
“Katamu kemarin Pak Sam Playboy, sekarang kau mati-matian membelanya kalau Presdir bukan playboy, tapi belum menjatuhkan hati pada wanita itu, kau membingungkan,” jawab Lorena sambil menyantap menu sarapannya.
**********************
Jangan lupa like vote dan komen
Baca juga karya author yg lain
- “My Secretary” season 2(Love Story in London)
- “Billionaire Bride”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
tatik mufidah
duuh,, lorena,, sean,, cocok banget,, lucuuu
2022-02-24
0
Herlina
toor visual dl dok🥰🥰
2021-06-22
0
Wiji Bajay
semakin seruuuu😍😍😍
2021-06-16
0