Pagi-pagi sekali Lorena sudah bangun, tapi dia bingung, dia tidak memiliki uang lagi, hanya ada 50rb kembalian dari taxi itu.
Dilihatnya Pak Roby sedang ada di teras, memberi instruksi pada tukang kebun.
Melihat Lorena menghampirinya, dia menatapnya.
“Apa kau bisa membantuku?” tanya Lorena.
“Apa kau bisa meminjami aku uang? Aku punya cincin yang bisa kau jual. Aku tidak tahu harganya berapa,” kata Lorena, melepas cincinnya.
Pak Roby menerima cincin itu, dia mengerutkan keningnya, tapi kemudian dia mengangguk. Membuat Lorena senang, ternyata ada yang mau berbaik hati padanya.
“Bagaimana? Aku bisa minta tolong kau menjualnya kan? Karena aku tidak memegang uang sama sekali,” kata Lorena.
“Baik, tunggu sebentar,” kata Pak Roby, akhirnya memberikan sejumlah uang pada Lorena.
Dengan tergesa gesa, Lorena pergi ke tempat pendaftaran kontes di sebuah gedung.
Sean turun dari tangga lantai atas rumah itu, pak Roby tampak mengerutkan keningnya, kenapa majikannya itu tidak menggunakan jas seperti biasanya, dia hanya menggunakan kemeja. Tapi dia tidak berani bertanya apa-apa.
“Apa wanita itu sudah pergi?” tanya Sean.
“Sudah pak,” jawab pak Roby. Sean tidak bicara lagi. Mobilnya sudah terparkir di depan teras rumah itu. Tidak berapa lama diapun berangkat menuju tempat pendaftaran kontes. Hari ini dia ingin tau bagaimana antusias pendaftar untuk acara ini, sambil melihat-lihat apakah ada yang dia rasa cocok untuk menjadi istrinya?
Sekitar satu jam perjalanan, sampilah Sean di gedung pendaftaran kontes. Dia agak terkejut. Di depan gedung itu terdapat spanduk besar “Kontes Menjadi Istri Presdir”, fotonya Sam terpampang juga disana. Sebenarnya dia ingin tertawa, Sam memasang foto segala, sangat berlebihan.
Saat parkir, dia agak kesulitan karena parkiran sangat penuh. Dan Sam tidak memberikan tanda tepat parkir khusus buatnya. Akhirnya dapat juga parkiran, setelah petugas parkir menunjukkan lokasi yang cukup jauh.
Sean turun dari mobilnya melihat sekitar, dia tertegun melihat begitu penuhnya kendaraan terparkir, menandakan banyak sekali peminatnya yang ikut kontes.
Dia langsung menelpon Sam.
“Sam! Kau dimana?” tanya Sean.
“Aku di dalam, sedang melihat formulir pendaftaran! Ayo masuklah!” kata Sam.
Sean berjalan menyusuri parkiran itu masuki halaman gedung, benar saja pendaftar begitu banyak mengantri, padahal sudah ada beberapa loket terpisah.
Petugas loket yang diluar akan memberikan formulir yang nantinya akan mereka isi di dalam gedung dengan dibatasi jumlah orang sesuai quota kursi.
“Seperti daftar masuk perguruan tinggi saja,” gumam Sean. Sambil berjalan dia melewati barisan barisan yang mengantri, dia tersenyum senang, ternyata yang mendaftar rata-rata wanita yang cantik, tapi senyumnya hilang saat teringat, dia pasti akan sulit menyeleksinya. Dengan wanita cantik sebanyak ini bagaimana dia mendapatkan wanita yang bisa menggetarkan hatinya?
Di pintu masuk satpam menahannya.
“Aku asistennya pak Sam,” ucap Sean dengan berat hati, bukankah asisten yang sebenarnya Sam? Bukan dirinya?
Baru juga sampai pintu, Sam menghampirinya.
“Sean!” panggilnya, tanpa Pak.
Sean melihat ke dalam ruangan ada puluhan wanita sedang duduk di kursi-kursi yang terpisah sedang mengisi formulir, di depannya ada MC dan panitia yang lain, yang memberi pengarahan pengisian data di formulir.
“Silahkan mengisi data sesuai KTP. Nomor identitas di KTP, nama lengkap, alamat tanggal lahir, harus diisi lengkap!” Kata MC bicara di mic nya, sambil berjalan berkeliling mengelingi peserta.
Seseorang mengangkat tangannya.
“Pak! Nomor ktp bisa dikosongkan?” tanya seorang wanita. Sean dan Sam tidak bisa melihat wanita itu karena peserta duduk jauh di ruangan tengah gedung yang luas itu.
“Tidak bisa! Harus ada KTP atau anda di diskualifikasi!” kata MC.
Sean menoleh pada Sam.
“Kenapa yang tidak punya KTP bisa masuk?” tanya Sean.
“Aku juga tidak tahu, ini kan baru pendaftaran saja, nanti didiskualifikasi,” kata Sam.
“KTP ku hilang, tasku dijambret! Tololonglah pak! Aku datang ajuh jauh dari luar kota,” kata wanita itu.
Mendengarnya membuat Sean teringat wanita itu yang beralasan tasnya dijambret. Mudah -mudahan dia pulang nanti sore, wanita itu sudah tidak ada di rumah.
“Tidak bisa! Berarti kau didiskualifikasi!” kata MC.
“Silahkan keluar! Panitia! Panitia! Tolong masukkan satu peserta lagi untuk mengisi formulir!” kata MC.
“Tuh kan, peraturannya sangat ketat, tidak ada identitas langsung diiskualifikasi, bagaimana?” tanya Sam pada Sean.
“Bagus-bagus,” jawab Sean mengangguk angguk setuju. Memperhatikan wanita yang diiskualifikasi itu.
“Silahkan meninggalkan kursi ini!” kata MC.
“Baiklah,” jawab wanita itu dengan lesu. Diapun bangun, dan membalikkan badannya, tiba-tiba langkahnya tehenti saat matanya bertemu pandang dengan mata si pemilik rumah kontrakan. Merekapun sama-sama terkejut.
“Hei, Kau! Kau sedang apa disini?” teriak wanita itu yang tiada lain Lorena.
“Apa?” tanya MC, terkejut dengan teriakan peserta itu.
“Itu yang bersama, bukankah itu Pak Sam yang di foto?” tanya Lorena, melirik Sam yang berdiri dengan gagah disamping Sean.
“Iya benar,” jawab MC.
Lorena berlari menghampiri Sean dan Sam.
“Kau, kenapa kau disini?” tanyanya pada Sean lalu menoleh pada Sam kemudian tersenyum.
Cih! Sean berdecih dalam hati, wanita ini melihat Sam langsung tersenyum, batinnya.
“Dia asistenku,” jawab Sam dengan suaranya yang di wibawa wibawakan.
“Asistenmu?” seru Lorena terkejut, kemudian dia langsung menatap Sean.
“Iya aku asistennya, memangnya kenapa?” tanya Sean dengan ketus, dia tidak menyangka kalau Lorena ikut kontes ini.
Tiba-tiba ide cemerlang keluar dari kepala Lorena.
“Pak! Pak!” panggilnya pada MC sambil melambaikan tangannya. MC itu segera menghampiri.
“Aku tinggal di rumahnya asistennya pak Sam! Aku saudaranya yang jauh, jauh sekali,” kata Lorena. MC itu tampak kebingungan.
“Jadi tanpa KTP, aku bisa kan ikut mendaftar? Iya kan?” kata Lorena, lalu menoleh pada Sean, tersenyum ramah sambil menepuk nepuk bahunya Sean.
“Ayo ngomong, bantu aku,” bisik Lorena ke telinganya Sean.
“Apa?” Sean menatap wanita itu.
“Ya kan, bisa kan? Masa saudaranya asisten presdir tidak boleh ikut? Aku saudaranya dan aku tinggal dirumahnya,” kata Lorena lagi. MC menoleh pada Sam, yang kebingungan.
Lorenapun menoleh pada sam dan mengulurkan tangannya.
“Aku saudaranya Sean..saudara jauh ya saudara jauh. KTP ku hilang jadi aku tidak bisa mendaftar, kau bisa tahan KTPnya sean saja,” kata Lorena.
Sam menatap Lorena sambil menerima uluran tangan wanita itu, dengan bingung.
“Saudara, masa saudara melamar saudaranya? Saudara yang mana?” Fikirnya ah bingung.
“Ya sudah kau bisa ikut,” kata Sam. Lorena langsung tersenyum.
“Terimaksih pak Sam,” ucapnya pada Sam lalu menoleh pada Sean.
“Terimaksiah brother,” kata Lorena menepuk nepuk bahu Lorena.
“Ayo kau boleh melanjutkan mengisi formulirnya,” kata MC. Lorena pun segera mengikuti MC ke tempat duduknya tadi.
Sean menatap sam dengan bingung.
“Apa itu? Wanita itu mengaku saudaraku? Huh, yang benar saja,” kata Sean dengan kesal, wajahnya memerah.
“Dia, siapa dia itu? Masa saudara melamar saudaranya?” tanya Sam.
“Dia tidak tahu kau presdirnya?” tanya Sam lagi.
“Dia bukan saudaraku!“ kata Sean.
“Jadi? Siapa dia?” tanya Sam, menatap Sean, kebingungan.
“Itu wanita yang ada dirumahku itu!” jawab Sean.
“Apa? Kenapa jadi membingungkan begini? Wanita plus plus?” tanya Sam.
“Bukan, dia beralasan itu kontrakannya, dan dompetnya hilang dijambret, jadi dia menumpang semalam di rumah, hari ini harusnya dia keluar dari rumahku,” jelas Sean, dengan nada yang masih kesal. Sam tampak masih bingung.
“Harusnya kau diskualiifkasikan saja dia, malah boleh mendaftar,” gerutu Sean.
“Soalnya, aku melihat dari postur tubuhnya dia sangat cantik dan bodynya bagus, sepertinya blasteran, dia sangat cantik,” kata Sam.
“Hei, yang mencari istri itu aku, bukan kau,” gerutu Sean.
“Ya nanti kan ada seleksi lagi, belum tentu dia lolos dari ribuan yang mendaftar kan? Kau tenang saja!” kata Sam.
“Ingat, wanita itu harus tidak lolos di tes berikutnya! Melihatnya saja sudah membuatku pusing!” gerutu Sean, lau beranjak meninggalkan ruangan itu.
“Kau mau kemana?” tanya Sam.
“Mau ke kantor,” jawab Sean.
“Kau asistensku seharusnya kau mendampingiku,” kata Sam sambil tersenyum.
“Ah kau ini! Aku banyak kerjaan! Besok aku mau melihat hasil sortirannya,” kata Sean sambil berjalan keluar dari ruangan itu. Pagi ini mendadak jadi pagi yang menyebalkan karena wanita itu lagi. Yang mengaku ngaku saudara jauh lah, segala macam. Wanita itu juga menepuk nepuk bahunya sok akrab.
Sean menepis nepis bahunya yang bekas ditepuk tepuk Lorena.
Begitu sampai kantornya, dia bicara dengan sekretarisnya.
“Ambilkan kemeja! Aku mau ganti!” perintahnya.
“Baik pak,” jawab sekretarisnya, meskipun agak bingung, karena tidak melihat baju Sean yang kotor.
Seharian ini mood Sean benar-benar buruk,kenapa dia merasa kesal sekali pada wanita itu, selama hidupnya tidak ada wanita yang mengganggunya seperti ini.
Sampai pulang sore haripun dia masih menggerutu. Dia ingin tahu wanita itu sudah pergi dari rumahnya belum?
Pak Roby sudah berdiri disamping pintu yang sudah terbuka lebar ditemani dua pelayan wanita yang menunggu perintahnya.
Sean akan bertanya pada Roby apakah wanita itu sudah pergi atau belum, tapi pertanyaannya tertunda, saat memasuki ruangan dia mendengar suara permainan biola yang sangat indah. Siapa yang bermain biola? Diapun melangkah mengikuti suara alunan music biola itu, ternyata suaranya ada dilantai atas, diapun menaiki tangga rumahnya, dan dia melihat wanita itu sedang duduk di kursi bermian biola di lorong pemisah antara kamarnya dan kamar wanita itu.
Dia tertegun tidak menyangka wanita menyebalkan itu bisa bermain biola begitu indah. Tidak disadarinya dia hanya berdiri menikmati suara music biola itu.
Tiba-tiba permainan biola itu terhenti. Lorena menolah pada pria yang baru datang itu.
“Brother! Kau sudah pulang?” seru Lorena.
“Brother, brother, apaan? Aku bukan saduaramu!” kata Sean dengan ketus, wajahnya langsung masam, hatinya yang tersentuh music biola berubah jadi kesal lagi.
“Kau suka permainan biolaku? Bagus kan?” tanya Lorena, sambil menghampiri, tangannya masih menenteng biolanya.
“Biasa saja,” jawab Sean, berbohong.
“Nanti di kontes, akan ada perlombaan peserta untuk menampilkan keahliannya, dan aku pandai bermain biola, bagaimana menurutmu? Kira-kira pak Sam menyukainya tidak?” tanya Lorena.
San menatap wajah wanita itu.
“Tidak, dia tidak suka music!” jawab Sean, masih ketus.
“Benarkah? Masa sih? Hem, kau saja yang iri. Lihat saja nanti kalau aku jadi istri Presdir, jabatanmu akan ku turunkan!” kata Lorena dengan kesal, membalikkan badannya meninggalkan Sean, akan masuk ke kamarnya.
“E Eh tunggu!” panggil Sean, membuat Lorena menoleh.
“Ada apa?” tanya Lorena, juga ikutan ketus.
“Kenapa kau tidak pergi dari rumahku?” tanya Sean.
“Aku mengisi di formulir, tempat tinggal aku sekarang aku tinggal disini, Jadi aku tidak bisa pergi,” jawa Lorena, sambil membuka pintu kamarnya, dan masuk lalu menutupnya kembali.
“Apa? Kenapa bisa begitu? Ini kan rumahku,” ucap Sean, keheranan.
“Ada ya wanita seperti itu,” gumamnya. Lorena membuka pintu kamarnya.
“Nanti aku bayar sewanya kalau sudah jadi istri Presdir. Kau tenang saja!” jawab Lorena, kembali menutup pintunya.
Sean berdiri mematung. “Aku Presidrnya!” batinnya dengan kesal.
*******************
Jangan lupa like, vote dan komennya ya.
Komennya tambah sedikit, kurang seru ya? Meski tidak sempat balas satu satu, komenan tetep author baca kok, Gpp komen up up juga author suka. Terimakasih atas dukungannya.
Maaf ya up nya telat terus…Ngejar target dulu yang "My Scretary" dan "Billionaire Bride"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Alyn azzis
🤣🤣🤣🤣
sean kou bingung yaa..
sama..aq juga🤣🤣😅
2022-04-18
1
Alyn azzis
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣gokil
2022-04-18
0
Ririn
wkkwkkwk lanjuutttt
2022-03-11
0