POV
Namaku Lorena Ayala, aku blasteran Inggris dan Belanda. Wajahku cantik dan aku keturunan bangsawan yang kaya raya.
Selain wajahku cantik, aku juga memliki riwayat pendidikan yang bagus, karir yang cemerlang, aku adalah gadis yang sempurna.
Tapi jangan salah, dengan segala kelebihanku ternyata aku memiliki satu kekekurangan. Apakah itu? Aku adalah jomblowati sejati. Aku tidak punya pacar! Apa ada yang salah dalam diriku? Gadis sempurna ini tidak punya pacar? Mustahil! Tapi itu kenyataannya. Ternyata dengan segala kelebihanku itu justru membuat pria-pria pergi menjauh, mereka merasa minder padaku, mereka hanya menyukaiku cuma dalam hati saja.
Usiaku sudah 26 tahun dan sudah bertahun tahun ini aku nyaris tidak punya pacar. Pacarku yang terakhir hanya bertahan satu minggu, karena di hari ulangtahunku, ayahku memberi hadiah mobil mewah, dan pacarku hanya menghadiahi aku sebuah cincin, setelah itu dia menghilang begitu saja.
Beberapa hari ini, saudariku, Laura, memberikan tumpukan surat undangan pernikahan dari teman kami. Aku hanya menatap tumpukan itu. Kapan aku menikah? Hingga datanglah Laura untuk ke sekian kalinya ke kantorku.
“Surat undangan lagi?” tanyaku waktu itu.
“Bukan,” jawab Laura, menggeleng, sambil memberikan selembaran kertas bergambar.
“Apa itu?” tanyaku, sambil menerimanya dan membacanya. Mataku langsung terbelalak kaget.
“Kontes Menjadi Istri Presdir!” ucapku, membaca selebaran itu.
“Bagaimana kalau kau ikut acara ini saja? Sepertinya seorang Presdir tidak akan minder jika bersanding denganmu, dan kau tidak akan takut pria itu memutuskanmu lagi,” kata Laura.
“Aku tidak suka acara seperti ini, buat apa?” keluhku tidak berminat.
“Masa kau tidak akan menikah menikah? Aku juga sebentar lagi akan menikah dengan Anton,” kata Laura.
“Kau benar,” aku mengangguk.
“Kalau kau diam saja menunggu pria yang datang melamarmu, kau keburu tua. Apa salahnya kau ikut kontes ini,” kata Laura, sambil duduk di depan meja kerjaku.
“Coba lihat apa persyaratannya,” kataku waktu itu.
“Pesyaratan : Harus cantik,” Laura mulai membaca.
“Aku cantik,” jawabku.
“Manis,” ucap Laura.
“Aku manis,” jawabku, meski agak bingung kenapa harus cantik dan manis juga?
“Belum menikah.”
“Aku belum menikah.”
“Tidak punya pacar,” baca Laura.
“Aku tidak punya pacar. Wah bisa-bisa banyak peserta kontes yang memutuskan pacarnya dulu buat ikut kontes kalau begini persyaratannya, bisa-bisa para pacar yang diputuskan melakukan demo pada acara ini!” kataku.
“Yang punya acara bebas bebas saja mau bikin persyaratan apa,” ucap Laura.
“Ya sudah lanjutkan,” kataku, duduk bersandar, mendengarkan Laura membaca.
“Harus bisa memasak, mencuci pakaian, menyetrika, menyapu dan mengepel lantai, bersih bersih rumah,” baca Laura. Membuatku mendekatkan wajahku padanya.
“Ini buat calon istri apa asisten rumah tangga?” tanyaku, keheranan.
“Ini kan cuma kontes, nanti kalau kau sudah menikah dengan Presdir, masa sih kau harus mengerjakan itu semua, pasti tidak,” kata Laura.
“Ini untuk menilai sisi keistrian kita,” lanjut Laura.
Aku menatap Laura.
“Masalahnya aku tidak bisa melakukan itu semua. Mana pernah aku memasak menyapu, semua ada asisten yang mengerjakannya,” kataku.
Laura balas menatapku.
“Seharusnya kau juga belajar supaya kau nanti jadi istri dan ibu yang baik,” kata Laura.
“Kalau begitu aku tidak ikut, aku gagal, aku tidak bisa itu semua,aku akan gagal.” Aku menggeleng waktu itu.
“Jangan begitu. Ini kesempatan satu-satunya, mumpung ada Presdir yang mencari calon istri!” Laura terus mendesak.
“Apa lagi persyaratannya?” tanyaku.
“Menyukai anak-anak,” jawab Laura.
“Menyukai anak-anak? Aku tidak suka anak-anak! Mereka berisik, nakal,suka berlari-lari yang tidak jelas, mereka juga melompat lompat di kursi, aku tidak suka anak-anak!” seruku, menggeleng-gelengkan kepala.
Laura menatap ku lagi.
“Ini kan Cuma kontes, ikuti saja, tidak masalah,” kata Laura.
“Ya ya baiklah, kalau tidak lulus juga tidak apa-apa,” kataku. Kemudian aku teringat sesuatu.
“Eh Presdirnya tampan tidak? Jangan-jangan tua dan jelek,”tuduhku.
“Sangat tampan! Nih ada fotonya,” Laura menunjukkan gambar seorang pria yang tampan.
“Kau benar, dia lumayan tampan,” jawabku.
“Bukan lumayan lagi, dia sangat tampan dan keren!” seru Laura.
“Kalau aku tidak terlanjur mau menikah dengan Anton, aku akan ikut acara ini,” lanjut Laura.
“Hemmm..kau begitu…” cibirku pada Laura yang malah tertawa.
“Mana alamatnya? Acaranya mulai kapan?” tanyaku.
“Ini alamatnya. Kau harus mendaftar dulu mengisi formulir, dan sebagainya,” jawab Laura, sambil memberikan selembaran itu, akupun meraihnya.
Aku melihat lagi selembaran itu dan foto pria itu. Lumayan tampan, tidak ada salahnya dicoba. Maka bersiap-siaplah aku ke ibu kota untuk berburu pria itu, ups, bukan berburu, mengikuti kontes.
**********************
Di ruang kerjanya Sean.
Tok tok tok
Terdengar seseorang mengetuk pintu, tanpa ada jawaban dari Sean, dia langsung masuk. Sam langsung menghampiri meja kerjanya Sean. Disimpannya sebuah selembaran kontes dan sebuah kunci.
Sean melihat ke atas meja. Diraihnya selembaran itu, lalu dibacanya.
“Kau memasang fotomu juga?” tanya Sean.
“Tentu saja, aku tampankan? Seperti foto model,” jawab Sam dengan bangga.
“Buat apa kau memasang foto segala?” tanya Sean.
“Tentu saja biar menarik peserta. Kalau tidak dipasang mereka akan bertanya-tanya itu Presdirnya tampan tidak? Jangan jangan tua dan jelek, tidak akan ada yang mau ikut daftar,” jawab Sam.
Sean mengangguk angguk.
“Kau benar,dan ini kunci apa?” tanya Sean.
“Itu kunci rumah kontrakan buatmu,” jawab Sam.
“Rumah kontrakan buatku?” tanya Sean, tidak mengerti.
“Sementara kau harus pindah rumah. Kau tidak mungkin tinggal di rumahmu, kan Presdirnya aku. Bagaimana kalau ada yang menguntitku pulang? Jadi terpaksa sebagai asisten kau tinggal dirumah kontrakan itu,” jawab Sam.
Sean menatap Sam.
“Kau malah menyusahkanku!” gerutu Sean.
“Eits jangan marah dulu. Kau kan sudah menyerahkan semuanya padaku, kau harus ikut aturannya, kau menilai peserta dari belakang kan? Biar kau bisa menjiwai pekerjaanmu sebagai asisten,” jawab Sam, membuat Sean semakin bingung.
“Kau tenang saja, segala fasilitas lengkap, juga pelayan pelayan lengkap, kau tidak akan kekurangan apapun, kau hanya pindah rumah saja,” kata Sam.
“Ya ya baiklah,” gerutu Sean.
“Tapi ingat persyaratanku kan?” tanya Sean.
“Ya aku tahu, wanita yang menggetarkan hatimu,” jawab Sam.
“Kapan aku melihat rumah itu? Aku sibuk,” jawab Sean.
“Nanti sore saja, kalau meeting kita sudah beres, kita langsung melihat rumah itu. Atau kau mulai bisa menempati rumah itu,” kata Sam.
Terdengar suara pintu diketuk. Sean dan sam menoleh pada ke arah pintu. Sekretarisnya Sean masuk.
“Pak Samuel, anda jadi mengikuti Workshop karyawan nanti sore?” tanya sekretaris Sean pada Sam.
“Oh iya, aku ada workshop,” kata Sam, lalu menoleh pada Sean.
“Pak Sean, sepertinya aku tidak bisa mengantar anda melihat rumah itu. Aku ada jadwal workshop karyawan nanti sore. Kau bisa sendiri melihat rumah itu kan?” kata Sam, yang memanggil Sean dengan sebutan Pak jika di depan karyawan lain.
“Ya sudah, kau simpan saja alamatnya!” kata Sean.
Sam duduk di kursi dan menulis sebuah alamat, sambil membuka handphonenya, lalu menyimpannya di meja Sean.
“Ini alamatnya,” kata Sam. Sean mengambilnya dan membacanya.
“Grand Valley nomor 36,” baca Sean. Lalu dia menatap Sam.
“Sam!” panggilnya.
“Apa?” tanya Sam, balas menatapnya.
“Apa aku harus benar-benar membuat kontes ini?” tanya Sean.
“Ya harus bagaimana lagi, kau harus sudah menikah di usia 30 dan mempunyai keturunan. Kau harus segera menikah,” kata Sam.
“Masalahnya aku juga ingin menikah dengan wanita yang aku cintai,” ucap Sean.
“Kau jangan khawatir, dari sekian ribu peserta yang mendaftar pasti ada yang kau sukai, kau harus yakin,” kata Sam memberi semangat.
“Baiklah, aku akan mencobanya,” jawab Sean.
*****************
Menjelang sore hari…
Lorena menghentikan mobilnya dipinggir jalan pertokoan. Ditangannya sudah ada secarik kertas yang bertuliskan sebuah alamat.
“Grand Valley nomor 63,” bacanya.
“Sepertinya aku harus bertanya, dari sini arahnya kemana lagi menuju Grand Valley,” gumamnya. Diapun melihat sebuah mini market di depannya.
“Ah coba bertanya pada satpam itu, sekalian membeli minuman,” ucap Lorena, diapun kembali menjalankan mobilnya menuju mini market itu.
Setelah memarkir mobilnya, diapun menyelipkan kertas itu didalam tasnya, lalu turun dari mobilnya.
Satpam mengangguk ramah saat dia menghampirinya.
“Permisi pak, saya mencari alamat Green valley, kearah mana ya?” tanya Lorena.
“Oh Green Valley? Tidak jauh, tinggal beberapa kilo lagi,” jawab satpam.
Saat mereka berbicara tiba-tiba ada seseroang yang berlari dan menarik tas slempangnya Lorena,membuat Lorena terkejut.
“Jambret!” Teriaknya.
“Pak! Tasku dijambret!” teriaknya lagi pada satpam. Diapun mencoba mengejar bersama satpam. Orang itu berlari sangat cepat. Orang orang sekitar tampak ikut membantu berlari tapi sepertinya penjambret itu sudah mengenal lokasi tempat itu, dengan cepat si penjambret itu menghilang.
Lorena menghentikan kakinya dengan kelelahan. Dompet dan handphone ada di dalam tas itu semua, semuanya raib oleh penjambret itu.
Sedang terengah engah karena cape mengejar jambret, satpam sudah kembali dari pengejarannya dan menghampirinya.
“Maaf, penjembretnya tidak terkejar,” ucap satpam.
“Tidak apa-apa pak, terimakasih,” jawab Lorena.
“Apa kau akan lapor polisi?” tanya satpam.
“Ya mungkin nanti, aku akan ke Green Valley itu dulu,” jawab Lorena.
“Kau masih ingat alamatnya?” tanya satpam.
“Iya, Green Valley nomor 36,” jawab Lorena, sambil mengatur nafasnya yang terengah engah kecapean.
********************
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Jangan lupa like, vote dan komen
Baca juga karya author yang lain ya…
- "My Secretary" season 2 (Love Story in London)
- "Billionaire Bride"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Laila Muflihah
hahaha ketukarrr dahhh tu.63vs36
2022-01-29
0
May Tanty
cerita nya kerreen2 author nya hebat, cara penulisannya juga bagus,
2021-12-02
0
Ahmad Sahibul Ilmi
seru kyk nya.
ni baru nofel
lain pd yg lain.menarik
2021-11-16
0