“Kepada peserta nomor 127 silahkan kedepan, untuk mendapatkan Piala, piagam penghargaan dan sejumlah uang dari Presdir!” terdengar MC mengulang ulang memanggil peserta no 127.
Di depan forum sudah berdiri Sam juga Sean, dan panitia yang memegang piala, piagam dan sebuah amplop putih.
Sean benar-benar penasaran, siapa wanita yang memenangkan lomba masak kali ini. Hatinya benar-benar gelisah, menanti seperti apa gadis itu?
Tampak seseorang berjalan ke depan forum, dengan senyum mengembang di bibirnya, dia tidak menyangka hasil privat dari koki dirumah membuahkan hasil yang sangat tidak disangka-sangka.
Sean dan Sam tampak terkejut melihat siapa yang maju ke depan. Lorena menatap Sam yang meskipun terkejut, Sam bisa tersenyum manis padanya. Lorena senang melihatnya, ternyata sang Presdir Samuel menyukai pasakannya.
Sean yang melihat wanita penghuni kamar sebelah itu maju kedepan, lebih-lebih terkejut lagi, dia menoleh kearah deretan peserta mencari peserta nor 127. Tapi tidak ada lagi peserta yang maju ke depan selain Lorena.
Sean langsung menghampiri Lorena, menghalangi jalannya.
“Kau mau apa? Yang dipanggil peserta nomor 127! Bukan kau!” kata Sean, dengan suara pelan tertahan karena mereka disaksikan orang banyak.
Mendapat serangan dari Sean, Lorena jadi kesal.
“Aku peserta nomor 127!” serunya, menatap tajam pada Sean, yang dianggapnya selalu mengalangi jalannya memenangkan kontes ini.
“Kau peserta nomor 127?” tanya panitia. Lorena mengangguk dan menunjukkan nomor yang tertera di roknya.
“Selamat kau pemenangnya!” kata Panitia. Diikuti tepuk tangan riuh seluruh yang ada di ruangan itu.
“Apa?” Sean benar-benar terkejut, dia melihat angka yang menempel di roknya Lorena, angka 127.
Jadi menu yang dia suka itu ternyata pasakannya Lorena? Tidak mungkin! Dia sudah membayangkan wanita yang memasak itu akan menjadi istrinya, akan memasakkan makanannya setiap hari, akan membawakan makan siangnya ke kantornya, dan ternyata dia adalah Lorena? Yang benar saja! Kemarin wanita ini hampir membuatnya mati dengan cumi beracunnya.
“Kau yang memasak cah kangkung itu?” tanya Sean.
“Iya, memangnya kenapa?” jawab Lorena juga bertanya.
“Tidak mungkin! Kau tidak bisa memasak, kau pasti sudah berbuat curang,” tuduh Sean. Sontak semua ruangan menjadi ricuh. Ada peserta yang curang.
“Aku tidak curang!” bela Lorena.
“Kau tidak bisa memasak, kau pasti sudah membelinya dari restaurant,” tuduh Sean.
“Aku memasak sendiri tadi. Aku tidak curang,” sanggah Lorena, semakin sebal saja pada Sean.
Melihat suasana semakin panas, Sam mendekati Sean dan berbisik.
“Sean, keberatanmu kita bicarakan di belakang. Jangan membuat kacau acara ini,” bisik Sam. Sean baru tersadar dengan ucapannya Sam. Diapun menghela nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
“Kau benar!” ucap Sean, diapun menjauh dari Lorena. Lorena menatap Sean dengan sebal, lalu menoleh pada Sam dan berubah tersenyum manis.
“Aku senang Presdir menyukai pasakanku,” ucap Lorena sambil tersenyum.
“Pasakanmu sangat enak, sepertinya kau calon istri yang sempurna,” puji Sam.
Mendengar pujian Sam pada Lorena, membuat Sean semakin kesal. Buat apa Sam memuji muji wanita itu segala? Huh!
Akhirnya Lorena mendapat piala, piagam penghargaan dan sejumlah uang. Melihatnya membuat Sean semakin kesal dan beranjak meninggalkan ruangan itu. Sam yang melihat atasannya itu pergi, segera menyusulnya.
“Kau mau kemana?” tanya Sam.
“Ke kantor!” jawab Sean.
“Kau tidak akan melihat siapa-siapa saja yang lolos babak berikutnya?” tanya Sam.
“Tidak, moodku sudah hilang gara-gara wanita itu menang! Aku heran, kenapa dia yang menang. Aku yakin dia curang!” umpat Sean, sambil menghampiri mobilnya.
“Aku menyesal tadi memuji muji pasakannya. Harusnya tadi aku lihat dulu siapa namanya. Aku fikir dia masih masak cumi beracun itu, karena dia tidak bisa memasak,” keluh Sean.
“Aku juga bingung, tapi pasakannya memang enak. Daripada menu yang lain kan hampir sama, dibuat saos tiram atau asam manis pedas,” kata Sam.
Tiba-tiba ada yang memanggil Sam.
“Presdir! Presdir!” seru suara seorang wanita. Sam dan Sean menoleh kearah suara.
“Ya, ada apa?” tanya Sam.
“Maaf aku ingin bertanya, apa kau menyukai pasakanku? Aku lolos ke babak berikutnya hanya tidak mendapat juara,” kata wanita itu yang ternyata Indri, dia bicara pada Sam, tapi matanya melirik pada Sean.
Sam sudah mengerti sepertinya wanita itu bukan ingin bicara dengannya tapi dengan Sean. Sean yang melihat Indri meliriknya terus, semakin tidak suka, diapun buru-buru masuk ke mobil dan menutup pintunya dengan keras.
“Yang lolos babak berikutnya artinya pasakannya sangat enak,” ucap Sam tersenyum ramah pada Indri, dia hanya melirik sebentar pada Sam yang masih menggerutu di dalam mobil.
“Terimakasih Presdir!” ucap Indri, lagi-lagi matanya melirik pada pria yang sudah ada didalam mobil itu.
“Baiklah, sampai jumpa di lomba berikutnya,” kata Sam, masih dengan senyumnya lalu masuk ke dalam mobil disamping Sean.
Indri tersenyum senang lalu mengangguk dan berjalan mundur, memberi jalan untuk mobil itu melaju meninggalkan parkiran. Dia juga akan menuju mobilnya tapi matanya melihat sosok Lorena yang baru keluar dari gedung.
“Selamat ya kau menang!” seru Indri pada Lorena, yang segera menghampirinya.
Indri menatap piala lomba memasak itu. Siapa yang bisa mengumpulkan piala paling banyak ditiap lomba, dia yang akan menjadi istrinya Presdir.
“Terimakasih,” jawab Lorena.
“Sekarang aku tidak terlalu berminat mengikuti lomba,” ucap Indri tiba-tiba.
“Kenapa?” tanya Lorena.
“Karena sepertinya aku lebih tertarik pada asistennya,” jawab Indri, membuat Lorena terkejut.
“Kau serius menyukai asistennya Presdir?” tanya Lorena tidak percaya.
“Iya, dia terlihat sangat tampan dari dekat tadi, sangat menawan,” jawab Indri. Membuat Lorena ingin mencibir tapi ditahannya.
“Ya dia juga sangat tampan,” jawab Lorena dengan terpaksa memuji pria itu.
“Bahkan sebenarnya dia lebih tampan dari Presdir! Kau lihat waktu wawancara itu, dia memakai stelan jas brandednya, dia sangat keren!” kata Indri. Memang kalau ke acara kontes, biasanya Sean hanya memakai kemeja saja, masa asistennya lebih keren dari Presdirnya?
Lorena jadi teringat saat wawancara itu memang Sean menggunakan stelan jas mahalnya dan Indri benar, dia sangat tampan waktu itu, dia saja hampir mengira Seanlah sang Presdirnya kalau tidak ingat kalau Sean adalah asistennya Sam.
“Kau lolos juga kan?” tanya Lorena pada Indri.
“Iya,” jawab Indri.
“Kalau begitu sampai jumpa di lomba berikutnya,” ucap Lorena.
“Lomba berikutnya mencuci pakaian, mencuci manual menggunakan tangan,” kata Indri.
“Iya,”jawab Lorena.
“Aku tidak bisa mencuci,” ucap Indri dengan sedih. Lorena tidak menjawab, dia juga tidak bisa mencuci.
“Tapi aku akan berusaha supaya tetap selalu ikut kontes karena aku ingin melihat asisten Sean, si tampan itu,” ucap Indri, membuat Lorena sebal saja, buat apa menyukai pria yang reseh itu yang sirikan begitu, batinnya.
“Baiklah, aku akan pulang, sampai jumpa beberapa hari lagi di lomba berikutnya,” ucap Lorena sambil melambaikan tangan meninggalkan Indri.
“Apa kau membawa mobil juga?” tanya Indri.
“Tidak, aku pakai taxi,” jawab Lorena.
“Bagaimana kalau aku antar?” ajak Indri.
“Tidak, terimakaih, aku ada urusan lain dulu,” jawab Lorena. Dia tidak mau kalau sampai Indri tahu dia serumah dengan Sean, bisa-bisa Indri main terus ke rumah ngecengin Sean, bikin ribet aja.
“O ya sudah, dadah!” ucap Indri.
“Daah!” Lorena berjalan menjauh, meninggalkan Indri.
***************
Sean duduk di kursi kerjanya dengan wajah masih memberengut kesal.
“Kau tidak perlu terus-terusan marah seperti itu, kau juga jangan terlalu menyolok di depan peserta, kalau mereka pada tahu kau Presdirnya kau akan sulit mendapatkan wanita yang kau sukai,” kata Sam, dia duduk di sofa yang letaknya berjauhan dengan Sean.
“Rencanamu mendapatkan wanita yang benar-benar membuatmu jatuh cinta akan gagal, kau harus bersabar, memperhatikan mereka, menilainya, jangan marah-marah terus,” lanjut Sam.
“Entah kenapa setiap melihat wanita itu, mengingatkanku dia selalu membuat keonaran, membuatku jengkel saja!” jawab Sean.
Sam tidak menjawab, dia menyandarkan punggungnya, berusaha santai.
“Kenapa tidak kau keluarkan saja dia? Dari awal aku sudah bisa melihat gelagat tidak beres pada wanita itu!” seru Sean dengan nada yang menggebu gebu.
“Tidak beres bagaimana? Dia cantik, berbakat, senyumnya juga sangat manis,” puji Sam.
“Manis darimananya? Dia itu parasit!” gerutu Sean.
Sam tidak menjawab.
“Aku tidak percaya dia bisa memasak seenak itu,” gumam Sean.
“Kau benar-benar menyukai pasakannya ya? Rasanya sesuai seleramu,” ucap Sam.
“Tidak lagi sekarang. Kangkung itu terasa pahit dan membuatku sakit perut dan sebentar lagi pasti aku mencret-mencret!” sanggah Sean. Sam tidak bicara apa-apa lagi, dia malah tiduran di sofa, sudah tidak tahu lagi harus bicara apa pada Sean.
“Lomba selanjutnya mencuci pakaian kan? Ha. Dia pasti tidak lolos! Tangannya sangat halus, jadi dia pasti tidak pernah mencuci, dia pasti gadis yang sangat manja di rumahnya,” kata Sean.
Sam langsung bangun mendengar perkataan Sam.
“Kau tahu darimana tangannya sangat halus?” tanya Sam.
“Dia pernah memegang tanganku waktu itu,” jawab Sean, dia teringat saat Lorena mengajaknya ke ruang makan.
“Ternyata kau pernah berpegangan tangan dengannya?” tanya Sam.
“Bukan berpegangan, hei kenapa kau malah menggodaku? Itu dia yang memegangku, bukan berpegangan!” sanggah Sean, wajahnya langsung memerah.
Sam kembali merebahkan badannya ke sofa.
“Kau benar, saat bersalaman juga tangannya sangat halus,” gumam Sam.
Sean terkejut kenapa Sam lagi-lagi memuji wanita itu?
“Aku akan melihat dia gagal di lomba mencuci! Pasti gagal!” kata Sean. Sam tidak menjawab lagi, dibiarkannya teman juga bosnya itu menggerutu terus.
Malam harinya saat makan malam, Sean makan sendirian. Sepulang tadi dari kantor tidak ada aktifitas yang istimewa di rumahnya itu. Bakkan wanita itu tidak terlihat batang hidungnya, dia masa bodoh.
Tampak Koki dan beberapa pelayan begitu sibuk menyiapkan menu di meja.
Pak Roby berdiri tidak jauh dari tempat meja makan itu. Seperti biasa dia memperhatikan pekerjaan pelayan-pelayan di rumah ini.
“Nona…” ucap Pak Roby, tapi perkataannya dipotong oleh Sean.
“Jangan lapor apa-apa soal dia, aku tidak peduli,” kata Sean.
“Baiklah,” jawab Pak Roby. Sean tampak cemberut saja.
Sean menatap menu di meja makan, koki datang membawa mangkuk cah kangkung. Cah kangkung lagi, fikirnya. Dia jadi ingat pada Lorena, dia tambah sebal saja, tapi diapun tetap memakan menu cah kangkung di depannya itu sampai habis.
“Bagaiamna rasanya?” tanya koki. Sean mengerutkan keningnya tumben sekali koki bertanya seperti itu.
“Rasa apa?” tanya Sean.
“Cah kangkung,” jawab koki.
“Enak, sangat enak, aku suka, jadi aku masih bisa makan cumi tanpa rasa asam manis pedas,” kata Sean.
“Baguslah kalau suka. Tidak sia-sia aku mengajarkan nona Lorena memasak cah kangkung buat lomba. Dia juga juara, dan uang hadiah lomba itu diberikan padaku dan pelayan-pelayan yang lain,” kata koki.
Mendengar perkataan koki membuat Sean kaget.
“Apa maksudmu bicara begitu? Ini…ini cah kangkung dari lomba tadi?” tanya Sean.
“Iya pak. Tadi supir yang membawanya, katanya memang sengaja dibungkus untuk makan Bapak di rumah,” jawab koki.
Sean menatap mangkuk cah kangkung yang kosong. Kepalanya langsung pusing matanya berkunang-kunang.
“Pak, anda baik-baik saja?” tanya Pak Roby.
“Apakah ada obat sakit kepala?” tanya Sean.
“Ini Pak, saya sudah menyiapkannya,” jawab Pak Roby sambil memberikan obat sakit kepala.
*****************
Jangan lupa like, vote dan komen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Ratna Sari Dewi
😅😅😅
2022-03-05
0
tatik mufidah
wkwkwkwk
2022-02-24
0
joel
kocaak🤣🤣🤣🤣🤣
2022-02-10
0