Mendengar di dalam kamar ada yang bercakap cakap, Lorena membuka matanya, diapun bangun, menggosok-gosok matanya, dan melihat dua pasang mata menatapnya.
“Kau sudah bangun rupanya,” kata Lorena, balas menatap Sean yang sedang menatapnya. Pria itu sekarang sedang duduk bersandar di tempat tidurnya.
“Kau menungguiku semalaman?” tanya Sean.
“Ah tidak, aku ketiduran,” jawab Lorena berbohong. Nanti bisa-bisa Sean geer merasa diperhatikan.
Seorang pelayan wanita datang membawa nampan yang berisi semangkuk bubur, segelas airputih dan piring obat.
“Waktunya sarapan Pak,” ucap Pelayan itu. Lorena langsung bangun dan mengambil nampan itu.
“Biar aku yang menyuapi,” ucapnya pada pelayan itu, yang akhirnya keluar bersama Pak Roby.
Lorena menyimpan nampan itu dimeja lalu mengambil mangkuk buburnya, berjalan mendekati Sean dan duduk di sampingnya.
“Ayo makanlah,” kata Lorena, menyiukkan sesendok bubur, disodorkan pada Sean.
“Biar pelayan saja,” kata Sean.
“Biar pelayan bagaimana? Ayo makan, aaa,” ucap Lorena.
“Aku sendiri saja,” kata Sean.
“Kau kan sedang sakit, tidak apa-apa, aku menyuapimu,” kata Lorena, memaksa. Akhirnya Sean mau juga disuapi.
“Trimakasih kau menungguku semalaman,” ucap Sean dengan tulus.
“Ah tidak perlu berterimakasih, kita kan saudara, iya kan Brother?” jawab Lorena. Mulai lagi memanggil Sean dengan Brother, tiba-tiba Sean merasa ada yang diinginkan Lorena dibalik kebaikannya. Tapi karena kepalanya masih pusing, dia tidak mau berdebat dengan wanita itu.
“Aku minta maaf karena membuat berisik di rumah, kau pasti tidak bisa tidur jadi kau sakit,” kata Lorena, kembali menyuapi Sean.
“Tidak apa-apa aku memang sedang banyak pekerjaan saja,” ucap Sean.
“Sebenarnya aku bisa membuat jadwal siang tapi kan kalau siang anak-anak sekolah!” kata Lorena.
“Kalau begitu nanti aku menyuruh orang untuk membuatkan ruang khusus dan kedap suara, supaya tidak berisik,” ucap Sean, membuat Lorena terkejut.
“Kau serius?” tanya Lorena tidak percaya, dia menatap pria yang wajahnya pucat itu. Sean mengangguk.
“Kau sangat baik, Brother, aku jadi terharu dan ingin memelukmu!” ucap Lorena.
“Jangan, jangan, jangan memelukku!” tolak Sean.
“Kenapa?” tanya Lorena, mengerutkan dahi.
“Pokoknya jangan!” teriak Sean, membuat Lorena terkejut. Tiba-tiba dia berseru.
“Oh iya kau tahu, aku ini kan calon istri Presdir, atasanmu, memang kurang bagus kalau aku memelukmu,” ucap Lorena, membuat Sean sebal, wanita ini mulai lagi menyebalkan.
“Ayo ayo makan lagi!” kata Lorena, kembali menyuapi.
Sean menatap wanita yang sedang mengaduk aduk bubur di mangkuk itu. Meskipun belum mandi, dia terlihat masih cantik alami tanpa riasan. Tidak disadarinya Lorena menoleh dan terkejut melihat pria itu sedang menatapnya. Sean buru-buru mengalihkan pandangannya.
“Jangan katakan kau sedang memandangku! Tadi aku sudah bilang aku ini calon istri Presdir, kau jangan menyukaiku, kau faham?” kata Lorena.
Sean terdiam, kadang dalam hatinya merasa lucu, Lorena selalu menyebut dia calon istri Presdir, bagaimana kalau dia tahu kalau Presdir sebenarnya dirinya? Dia pasti shock, dan langsung pulang kampung. Tidak terasa bibirnya tersenyum.
Duk! Bahunya disenggol Lorena bikin Sean kaget saja.
“Jangan senyum senyum sendirian!” seru Lorena. Sean tidak menjawab.
“Kata Pak Roby ayahmu sudah meninggal ya? Tapi ibumu masih ada hanya saja ada di Luar negeri, benar begitu?” tanya Lorena.
Sean mengangguk.
“Kau juga seharusnya mencari calon istri juga, supaya kau cepat-cepat menikah dan ada yang menjagamu jika sakit begini,” kata Lorena. Sean terdiam.
“Ngomong-ngomong kau punya pacar tidak? Apakah pacarmu tahu kalau kau sakit? Apa dia akan menengokmu?” tanya Lorena. Sean tidak menjawab.
“Kau tidak mau cerita ya? Ya sudah tidak perlu cerita,” ucap Lorena lagi, karena Sean tidak menjawab pertanyaannya.
“Kau bicara terus membuatku tambah pusing,” keluh Sean.
“Ya ya aku minta maaf, aku tidak akan banyak bicara lagi,” ucap Lorena, kembali menyuapi pria disampingnya itu.
“O ya kan nanti ada lomba mencuci, nah yang dicuci itu kan pakaian pria lengkap dengan jasnya, bolehkan aku meminjam pakaianmu untuk belajar mencuci?” tanya Lorena, mengejutkan Sean, sampai dia terbatuk-batuk. Lorena segera mengambilkan minumnya.
“Kau mau meminjam baju-bajuku untuk kau cuci, begitu?” tanya Sean menatap Lorena.
“Iya,” jawab Lorena, mengangguk.
“Hanya beberapa stel saja, aku akan membeli berbagai macam deterjen, mencari deterjen yang cocok untuk mencuci Jas yang bagus dan mahal. Aku lihat jas-jasmu bagus-bagus,” kata Lorena.
“Kau membuka-buka lemariku?” tanya Sean, semakin terkejut.
“Maaf, tadi malam, aku iseng sambil menunggu panasmu turun. Boleh ya? Hanya beberapa stel saja,” jawab Lorena, menatap Sean dengan serius.
“Jadi benar dugaanku, kau baik begini pasti ada maunya,” keluh Sean.
“Kau ini pelit amat, kita kan saduara. Sesama saudara harus saling membantu,” ucap Lorena.
Sean langsung memberengut. Saudara dari Hongkong? Batinnya. Diapun berfikir, sudah bisa diduga hasilnya, pasti baju-bajunya yang mahal itu akan hancur dan rusak oleh Lorena. Diapun menghela nafas panjang. Ya sudahlah, bajunya kan banyak, nanti dia beli lagi yang baru.
“Ya sudah, aku pinjamkan,” ucap Sean. Lorena langsung berseru senang.
“Terimakasih Brother!”serunya sambil menepuk-nepuk bahu Sean, pria itu hanya meringis, tersenyum terpaksa.
“Sekalian sama pakaian dalamnya juga ya?” kata Lorena.
“Apa? Pakaian dalam?” tanya Sean, terkejut bukan main.
“Iya, kan harus lengkap, pakaian yang biasa dipakai oleh Presdir, berarti dengan celana dalam dan singlet juga,” jawab Lorena.
Wajah Sean langsung memerah, masa Lorena harus tahu ukuran celana dalamnya segala? Nanti saat mencuci jangan-jangan wanita itu membayangkan isi celana dalamnya! Ah tidak tidak!
“Tidak, tidak mau, aku tidak mau meminjamkan celana dalam! Kau beli saja di toko!” kata Sean, menggelengkan kepalanya.
“Kau ini! Aku sedang berhemat, sayang uangnya!” kata Lorena.
“Tidak, tidak, aku tidak mau!” ucap Sean.
“Iih kau ini! Boleh ya. Kau tenang saja, aku tidak akan membayangkan isi celana dalammu! Jangan khawatir! Aku juga tidak ingin membayangkannya!” kata Lorena, bersikeras.
Wajah Sean semakin memerah. Bagaimana mungkin seumur hidupnya ada yang menucikan celanan dalamnya apalagi secara manual, yaitu mencuci dengan tangan. Tidak bisa dibayangkan, celana dalamnya dikucek kucek oleh wanita disampingnya ini.
“Tidak bisa! Aku tidak akan meminjamkannya!” kata Sean bersikeras.
“Cuma di cuci doang tidak diapa-apakan. Aku berjanji saat mencuci tidak akan membayangkan isinya,” ucap Lorena.
“Kau fikir aku suka kau membanyangkan isi celana dalamku?” bentak Sean, kepalanya langsung terasa pusing lagi.
“Hiih, kau ini, aku sudah baik padamu, aku menunggumu semalaman, menyuapimu, masa kau tega padaku?” keluh Lorena, sambil menyimpan mangkuk buburnya diatas meja, dan mengambilkan gelas, disodorkan pada Sean. Juga obat yang ada di piring kecil.
“Sebenarnya aku juga tidak mau mencuci celana dalammu, tapi ya bagaimana lagi? Aku harus menang dikontes itu, aku harus bisa mencuci dengan bersih dan kain tetap bagus, aku butuh semua pakaian termasuk celana dalam yang berkualitas tinggi. Aku lihat dilemarimu, celana dalammu bermerk semua,” kata Lorena.
Sean langsung terbatuk-batuk lagi, Lorena segera memberinya minum.
“Kau melihat-lihat celana dalamku juga?” tanya Sean, tidak percaya.
“Maaf, aku melihatnya,” jawab Lorena. Wajah Sean semakin merah. Itu sangat privasi, kenapa wanita itu mengacak-acak privasinya?
“Boleh ya? Tidak usah malu, aku juga sebenarnya tidak mau melihatnya, aku terpaksa, demi menang di lomba ini. Tidak usah ditutup tutupi, aku jadi tahu ukuranmu, tidak masalah,” kata Lorena lagi.
Rasanya Sean ingin pergi dari hadapan wanita itu. Kenapa wanita itu mengatakan itu semua tanpa rasa malu?
“Ya sudah, terserah kau saja,” kata Sean, akhirnya menyerah. Lorena langsung tersenyum.
Setelah menyimpan gelas dan Sean sudah meminum obatnya, Lorena pergi ke lemari pakaian Sean yang sangat besar dan lumayan tinggi, yang letaknya di ujung kamar itu.
Dia mulai membuka lemari itu dan mengeluarkan baju-bajunya Sean, termasuk pakaian dalamnya. Lorena memperlihatkannya pada sean.
“Nih aku pinjam beberapa kemeja, jas, celana panjang, dengan berbagai merk!” kata Lorena, menyimpan baju baju itu diatas kasur. Sean melihat pakaian pakaiannya itu yang bertumpuk.
Kemudian Lorena datang lagi, dengan mencubit celana dalamnya Sean, menggantung di dua jarinya.
“Kenapa kau memegang celana dalamku seperti itu?” tanya Sean dengan kesal, karena Lorena memeganngnya hanya dengan ujung dua jarinya, seperti jijik saja.
“Aku tidak pernah memegang celana dalam laki-laki!” kata Lorena, dan Pluk! Calana dalam itu dijatuhkan diatas tumpukan baju itu. Berulang-ulang dia melakukannya. Pluk lagi pluk lagi, celana dalam itu dijatuhkan diatas tumpukan pakaian yang tadi.
Kepala Sean terasa pusing, harga dirinya terkoyak-koyak melihat cara Lorena menyimpan celan dalamnya seperti itu, matanya langsung berkunang-kunang, sepertinya dia benar-benar akan pingsan lagi gara-gara ulah wanita ini.
“Baju-bajumu sangat bagus, rumah dan mobilmu juga bagus, gajimu pasti besar ya? Aku tahu dari indri, peserta kontes,” kata Lorena.
“Indri?” tanya Sean, mengerutkan dahi.
“Iya, namanya Indri, dia malah menyukaimu daripada Presdir Samuel. Dia ikut kontes karena ingin melihatmu, dia yakin dia tidak akan menang, tapi setidaknya dia bisa melihatmu saat lomba,” ucap Lorena.
Sean terdiam, dia sudah bosan dengan wanita-wanita yang tertarik padanya. Kemudian dia menatap Lorena.
“Jadi Indri itu menyukaiku?” tanya Sean.
“Iya,” jawab Lorena.
“Apa katanya?” tanya Sean jadi ingin tahu.
“Katanya kau lebih tampan dari Presdir Samuel, apalagi kalau kau menggunakan jas branded ini, kau sangat tampan,” jawab Lorena, sesuai dengan yang Indri ucapkan.
“Jadi begitu?” gumam Sean. Lorena mengangguk.
“Terus menurutmu? “ tanya sean, jadi ingin tahu pendapat Lorena tentang dirinya.
“Entahlah, aku tidak tahu, karena aku melihatmu setiap hari dan aku hanya memikirkan Presdir Samuel saja,” ucap Lorena membuat Sean kesal mendengarnya.
Terdengar ada beberapa langkah mendekati kamar. Lorena dan Sean menoleh ke arah suara, ternyata Pak Roby datang dengan seseorang. Lorena langsung kaget saat melihat orang itu, dia Presdir Samuel. Wajahnya langsung merah karena malu, dia belum mandi dan hanya menggunakan pakaian tidur, untung baju tidurnya setelan baju panjang, bukan pakai lingeri!
*********************
Jangan lupa like, vote dan komen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Ceu Euis Awank
makin seru thor tiap bca kryamu sllu senyum dn ktawa* sndri smpe diliatn sm anaku🤭🤩😃
2021-07-26
0
Iin Dong_dong
ngakak thour 😂
2021-06-23
0
widya nindya
ngekek dw
2021-06-14
0