"Nih, pake!" Arsen menyodorkan paper bag kepada Mitha sebelum mereka meninggalkan kantin.
"Apa ini?" Mitha menerimanya dan melihat isinya sekilas. "Baju sama celana?"
"M. Tadi gue terpaksa naik motor biar cepet. Kalau naik mobil takut macet. Jadi gue pinjem baju Arsy. Buruan ganti sana! Lu udah ingkar janji nggak akan ganggu tidur gue."
Mitha mencebik, lalu menurut masuk ke toilet kantin.
Saat Mitha sedang berada di toilet, Arsen menelepon temannya. Randy.
"Gue mau tau dimana si Varel malam ini. Kabarin gue, Ran."
Randy adalah salah satu anggota gang Arsen yang tanpa sepengetahuan orang-orang merupakan kaki tangan serta mata-mata Arsen untuk hal-hal tertentu. Ayah Randy adalah seorang intel handal dan Randy sepertinya bercita-cita mengikuti jejak beliau. Sejak SMA dia sudah sering melakukan hal seperti yang diperintahkan Arsen barusan. Mencari data, posisi, tempat tinggal, masa lalu seseorang dan lain sebagainya. Dia terbilang cukup handal dan belum pernah meleset. Malam ini pun dia tidak akan mengecewakan Arsen. Mencari keberadaan seseorang tentulah tidak sulit.
"Ayo," Mitha sudah berdiri lagi di sebelah Arsen. Baju seksi dan rok mininya sudah masuk di dalam paper bag. Sekarang dia terlihat cantik dengan memakai kulot sepanjang betis dan kaos oblong milik Arsy. Tentu saja tetap dilapisi jaket Arsen di bagian luar.
"Lebih terlihat manusiawi... dari pada yang tadi" gumam Arsen pelan namun terdengar jelas di telinga Mitha. Sebuah pukulan pun sukses melayang di kepala pria itu.
"Lo! Lama-lama geger otak gue karna lo!" umpat Arsen sambil keluar dari kantin. Mereka berjalan bersisian ke arah parkiran.
"Itu pukulan untuk orang yang tadi pagi bilang gue cantik, tapi kayaknya bohong," jawab Mitha kesal. Kalau ternyata Arsen tidak suka penampilannya, kenapa pria itu tidak jujur saja tadi pagi? Jangan-jangan selama ini Arsen hanya ingin menyenangkan hatinya saja?
"Gue nggak bohong. Tapi harusnya gue jujur kalau bilang itu terlalu seksi. Tapi gue nggak mau bilang karena lo pasti jadi insecure dan bakalan minta balik. Sementara gue lagi ngejar kelas pagi. Puas?" Arsen mengambil helm cadangan dari dalam jok.
Mendengarnya, Mitha mengangguk-angguk. Alasan Arsen dapat diterima. "Kalau gitu, itu pukulan untuk orang yang katanya sahabat tapi nggak pernah cerita ke gue soal pacarnya," dia malah mengungkit soal 'si itu' yang dibahas Arsen bersama Hans tadi.
"Udah, lupakan. Masa lalu. Sini."
Arsen menarik Mitha untuk memasang helm di kepala gadis itu. Tidak lupa memastikan bunyi klik terdengar dari pengaitnya. By the way, Arsen sudah biasa melakukan hal tersebut setiap kali mereka naik sepeda motor. Mungkin kalau ada yang melihat, akan mengira mereka adalah sepasang kekasih.
"Selain si itu, ada berapa lagi mantan lo? Tiga? Lima? Atau berapa, hm?" masih belum puas, Mitha mencecar Arsen yang sedang memakai helm dan naik ke atas motor. Pria itu kemudian mengambil paper bag dari tangan Mitha tanpa permisi untuk dicantolkan di salah satu kemudinya.
"Naik!" perintah Arsen tanpa menjawab.
"Jawab ih! Orang nanya juga," gerutu Mitha sambil naik ke boncengan sambil memegang pundak Arsen.
"Kepo."
Pria itu pun mulai menjalankan motornya pelan. Keluar dari parkiran kantin, lalu keluar dari area fakultas Fashion. Seperti biasa, Mitha berpegang di sisi kiri dan kanan jaket pria itu.
"Cantik nggak si itu? Eh namanya siapa sih? Cantikan mana dari gue?" Mitha harus sedikit mencondongkan badannya ke depan dan berteriak kecil agar suaranya terdengar ke depan.
"Nggak ada."
"Dia pacar lo tahun berapa sih? Kok gue nggak pernah tau lo deket sama cewek??"
" Lupa."
"Apa??? Nggak dengerr!!"
"Bawel!!! Udahlah Mit!"
Oke, kali ini Mitha mendengar dengan jelas. Arsen sepertinya serius tidak ingin membahas tentang masa lalunya. Entah kenapa, Mitha sedikit kecewa. Dia baru tahu kalau Arsen tidak sepenuhnya percaya padanya. Dia jadi malu sendiri. Kalau bisa dihitung, sejak SMP dia sudah menceritakan sekitar lima belas pria pada Arsen.
Hening. Tidak ada yang berbicara setelahnya. Biasanya Mitha akan mengajak bicara tentang apa saja supaya dia tidak mengantuk. Tapi sepertinya Arsen sudah membuatnya bungkam. Seketika rasa bersalah menjalar di benak pria itu.
"Mit?" Arsen menoleh ke samping, mencoba mengajak Mitha berinteraksi lagi.
"M?"
Benar kan? Dia ngambek. Arsen mengutuk dirinya sendiri.
"Gue lapar, tadi buru-buru jemput lo. Makan sate yuk??"
"M..."
"Sate yang di mana maunya?"
"Terserah."
"Sate Padang atau Sate Madura?"l
"Terserah. Yang lapar kan situ."
"Gue apa aja bisa, nanti lu nggak suka lagi," Arsen memperpanjang. Bukannya dia tidak tahu kalau Mitha lebih suka Sate Madura daripada Sate Padang. Tapi dia sedang ingin melihat sampai sejauh mana Mitha tahan cuek padanya.
"Madura."
"Oke. Yang di depan gerbang kampus atau mau yang dekat mall X?"
"Serahhh..." Mitha mulai sedikit kesal.
"Kalau yang di depan gerbang kampus mungkin jam segini udah habis. Tapi kalau yang dekat mall X, rasanya kurang enak. Gimana dong?"
"Ya liat aja dulu."
"Kalau yang di depan kampus udah tutup, mau langsung ke mall X atau cari alternatif lain?"
"Bebas... "
"Tapi liat yang dekat mall dulu aja kali ya? Baru cari alternatif lain?"
Bug!!!!
Ini baru My Mitha, Arsen tersenyum saat akhirnya sebuah tinju mendarat di punggungnya.
"Lu mau makan susah amat sih??!! Mikir aja sendiri!!!" omel gadis itu di belakang punggungnya. Arsen semakin tersenyum.
.
"Sakit Mit! Lu benar-benar deh! Nggak kepala, nggak badan gue, habis semua sama lo!" Arsen pura-pura kesakitan. Padahal pukulan Mitha tidak berasa apa-apa baginya.
"Bodo! Mati aja sana sekalian!"
"Yakin? Nanti nggak ada yang jagain lo lagi dong?"
"Gue kan punya pacar. Emang situ, jomblo?"
"Mana pacar lo? Ujung-ujungnya selalu minta jemput gue. Cuihhhh..."
"Kepepet."
"Ah yakin lo? Emang lu maunya dijemput ama gue kannnn?"
"Apaan sih Arsen!! Kayak emak-emak deh!! Udah diem! Gue lagi malas ngomong!!"
Arsen tertawa lebar. Tanpa sengaja dia melepaskan tangan kirinya dari kemudi, lalu menjamah tangan kiri Mitha yang bertengger di jaketnya.
"Nanti ya, kapan-kapan gue cerita soal mantan gue. Kalau mood gue bagus."
Jujur, Mitha sedikit terkejut saat Arsen tiba-tiba menjamah tangannya dan mengelusnya sambil berjanji akan menceritakan soal mantan kekasihnya. Mitha sempat bergidik geli. Biasanya mereka berpegangan karena tidak sengaja, atau karena sesuatu seperti Arsen ingin memijitnya tadi. Kalau hanya untuk mengelus dengan sadar dan sengaja seperti ini, sama sekali belum pernah. Mitha tidak melewatkan jantungnya yang tiba-tiba melonjak kaget tadi, walaupun cuma sebentar.
"Ga usah. Udah basi. Gue bukan sahabat lo lagi."
Arsen lagi-lagi tertawa. Alangkah anehnya mahluk yang bernama pria. Mengapa mereka justru tertawa saat wanita sedang cemberut dan kesal?
"Iya iya. Malam ini doang tapinya ya. Besok balik lagi ya?" Arsen kini menggenggam tangan Mitha. Kali ini tanpa sadar. Mungkin karena dia sedang gemas pada gadis itu.
Arsen tidak tahu jika Mitha sedang bersusah payah menguasai dirinya agar tidak gemetar. Masalahnya sekarang jantungnya sudah kocar-kacir akibat ulah pria itu. Aneh sekali. Perasaan Varel selalu menggenggam tangannya tapi dia tidak sepanik itu.
"Iya. Tapi nggak harus pegang tangan juga kali!"
"Ah pelit!" Arsen langsung melepaskan tangannya dan kembali memegang kemudi.
Eh, kenapa Mitha mendadak merasa kehilangan?
*****
Jangan lupa feedback-nya ya guyss.
Like, comment dan vote-nya ditunggu 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
TePe
cie....cie....
2023-05-06
0
Rita
suka ceritanya
2023-01-06
0
Eko Wardiyanto
gumussshhh bgt cerita ini
2022-09-27
0