Seharusnya Varel datang sekitar pukul sembilan pagi. Harusnya begitu, karena Mitha sudah merencanakan Delia akan berduaan dengan Arsen dan dia tidak mau jadi jomblo sendiri. Kemarin Varel sudah mengiyakan, tapi hingga Mitha selesai berlari dua putaran, pria itu tak kunjung datang.
Mitha memutuskan untuk menyingkir dan berteduh di bawah pohon yang ada di pinggir track. Dia kelelahan karena tidak terbiasa olahraga. Sambil mencoba mengatur kembali pernapasannya, dia mencari keberadaan Delia dan Arsen.
Kedua orang itu sedang berlari beriringan sambil mengobrol. Arsen sepertinya berhasil membuat Delia selalu tertawa. Bahkan temannya itu sesekali memukul lengan Arsen karena sesuatu. Mitha tersenyum kecut. Sedikit cemburu karena sekarang dia justru jadi sendirian.
Semilir angin menyejukkan seluruh tubuh Mitha yang berkeringat. Rambutnya yang tadinya dikuncir kuda sengaja digerai karena mulai lepek karena keringat. Dia memilih menyibukkan diri dengan memilah rambutnya satu per satu daripada melihat Arsen berduaan dengan Delia di track lari.
Apa gue cemburu?? Tiba-tiba pertanyaan itu menyerang batin Mitha. Cemburu? Ke Delia? Karena apa? Mana mungkin. Gue hanya kesal karena sendiri. Harusnya gue juga lagi sama Varel. Yes, pasti gara-gara itu. Tanpa sadar Mitha mengangguk-angguk setelah berhasil menyudahi perang batinnya.
Beberapa saat kemudian, tak sengaja ekor mata gadis itu menangkap sosok Arsen sedang berjalan ke arahnya. Lalu dia kebingungan karena hatinya mendadak berdebar tidak karuan.
Arsen berjalan sendiri, tidak ada Delia. Sepanjang jalan menuju Mitha, gadis itu mendengar bisik-bisik para wanita yang juga sedang berteduh di sekitarnya. Mereka mengagumi ketampanan Arsen dan tubuh atletisnya.
Mitha menahan diri untuk tidak menoleh. Dia masih marah perihal rencana pria itu akan pindah ke luar negeri.
"Udah capek lo?" akhirnya pantat pria itu mendarat di tanah yang ada di sebelah Mitha.
"Mana Delia?" alih-alih menjawab, Mitha malah bertanya juga.
"Udah pulang. Ada janji sama Kak Prita katanya..."
Pulang? Perasaan skenarionya nggak kayak gitu. Tapi by the way, mendengar Arsen menyebut nama Prita, mood Mitha kembali jatuh. Padahal tadi sudah sempat membaik.
Jadi nama 'si itu'-nya Arsen itu Prita. Tapi dia menyebutnya 'kak'. Apa wanita itu usianya lebih tua dari Arsen? Apa Arsen adalah berondongnya? Mitha bertanya-tanya dalam hati.
"Woi," Arsen menjentikkan jarinya di depan wajah Mitha. "Malah melamun. Udah beres larinya?"
"Habis ini mau lari lagi," jawab Mitha datar. Tidak berani melihat ke arah Arsen sedikitpun.
"Biasanya kalau udah sempat istirahat, kalau lari lagi bakalan lebih cepat capek."
Mitha tidak menggubris. Menganggap Arsen tidak sedang berbicara padanya.
"Ayo lari bareng," Arsen menawarkan dirinya. Mitha menggeleng.
"Sambil lari gue cerita deh soal yang ke luar negeri."
"Nggak usah. Simpan aja buat lo sendiri."
Mitha tidak terkejut lagi dengan sikap santai Arsen. Seharusnya memang dia tidak lupa perbedaan pola pikir pria dan wanita. Sekarang Mitha baper luar biasa karena Arsen tidak terlalu terbuka padanya, sementara di sisi lain, Arsen malah tidak ambil pusing dengan hal tersebut karena dia punya pertimbangannya sendiri. Mitha memang tidak seharusnya terlalu berharap.
"Ih beneran, ayo deh lari."
"Nanti aja, gue sendiri aja..."
"Jangan lama-lama dong ngambeknya, Mit. Nggak enak gue..." Arsen menyenggol lengan Mitha dengan lengannya yang kekar. Lagi-lagi gadis itu tidak berkenan berpaling padanya.
"Eh, itu kemarin nanya nama mantan gue kan? Mau gue ceritain nggak? Mood gue lagi bagus nih."
Entah dari mana datangnya Dewi Fortuna kali ini, ponsel Mitha tiba-tiba berbunyi dan menyelamatkannya dari kewajiban menjawab ajakan Arsen. Pucuk di cinta ulam pun tiba, Varel menelepon.
"Iya Rel? Oh ya udah. Nggak usah masuk, gue udah beres. Gue keluar aja. M. Bentar."
Klik.
Akhirnya Mitha memberanikan diri menoleh dan melihat wajah Arsen sebentar. Itu pun cuma mau bilang kalau dia akan pulang bersama Varel.
"Varel ada di depan. Gue mau pulang aja," Mitha bangkit dari duduknya. Celananya sedikit kotor karena tanah.
Arsen sempat terdiam sekian detik. Kenapa suasana jadi canggung begini? Kutuknya dalam hati. Perasaan wanita memang selalu merepotkan.
"Ya udah, hati-hati. Salam sama Varel."
"M..." Mitha hanya bergumam sambil membersihkan sisa pasir di celananya.
Gadis itu pergi begitu saja dengan hati yang dongkol. Entah kenapa sebagian kecil hatinya berharap Arsen menahannya tadi. Tapi hanya sebagian kecil dan Mitha tidak tau kenapa perasaan yang seperti itu bisa muncul di hatinya. Biasanya juga dia tidak punya beban meninggalkan Arsen saat akan bertemu dengan Varel. Tapi kali ini kenapa ada perasaan yang janggal? Kenapa dia jadi uring-uringan sekarang?
"Mit! Jalan jangan melamun dong sayangg..." ternyata Varel sudah sempat turun dari motor dan ingin masuk ke dalam GOR. Namun berhubung Mitha bilang mau langsung pulang, jadinya pria itu menunggu di gerbang depan dan dia melihat kekasihnya itu berjalan seperti mayat hidup. Menunduk dan tatapannya kosong ke bawah.
"Ehh, Sayang..." Mitha tersadar karena sentuhan Varel di pundaknya. Melihat pria itu tersenyum, Mitha pun mencoba ikut tersenyum dan membuang perasaan janggal tadi jauh-jauh.
"Udah sarapan belum?"
Mitha menggeleng. Harusnya dia dan Arsen sarapan bersama tadi. Namun sudah jelas, semua rencana mereka kacau.
"Makan bubur ayam, mau?"
Mitha mengangguk-angguk tanpa bicara. Dia mengikuti Varel memasuki sebuah tenda bubur ayam yang cukup ramai. Sepertinya sesudah lelah berlarian, perut semua orang mendadak kosong dan minta segera di isi. Mereka hampir kesulitan mendapatkan kursi. Untungnya ada sepasang kekasih yang sudah beres makan dan langsung beranjak saat melihat Mitha dan Varel sedang mencari tempat duduk.
Setelah Mitha duduk, Varel memesan terlebih dahulu. Tanpa bertanya kepada gadis itu, Varel sudah tahu Mitha akan pesan apa. Bubur ayam tanpa kacang, tanpa kecap.
"Maaf ya sayang, kemarin aku lupa ngabarin kalau ada tugas kelompok," sambil menunggu pesanan mereka, Varel kembali mengungkit kejadian kemarin malam, dimana dia batal mengantar Mitha pulang ke rumah. Kesalahan yang membuat gadis itu marah besar lewat telepon.
"Iya, lupakanlah, udah lewat."
"Kamu masih marah sayang?"
Mitha menggeleng sambil tersenyum. Dia sama sekali sudah tidak marah. Karena tadi malam dia jadi punya banyak waktu bersama Arsen.
Hah? Kenapa mikirin Arsen lagi sih? Mitha menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Syukurlah sayang. Kalau kamu masih marah juga, apes banget aku. Belum lagi kemarin bodyguardmu itu juga memarahiku."
"Hah? Arsen?" perhatian Mitha sepenuhnya teralih karena mendengar Varel menyebutkan nama itu.
"Hm-m. Dia menelepon dan mengancam akan membuat kita putus kalau aku menelantarkanmu lagi. Serem juga ya kalau si Arsen marah. Hiyy..." Varel bergidik ngeri.
"Banget. gue aja yang udah kenal dia belasan tahun masih takut aja kalau dia udah marah," jawab Mitha. Ah, apa jadinya kalau nanti sahabatnya itu pindah ke luar negeri? Bagaimana nasib Mitha tanpa bayang-bayangnya itu?
"Kayaknya dia protektif banget ya sama kamu."
"Namanya juga disuruh sama orangtua. Dia mah laporan terus sama mami. Apa-apa pasti kasih tau Mami."
"Bukan karena dia suka sama kamu kan?"
*****
Jangan lupa feedback-nya ya guyss.
Like, comment dan vote-nya ditunggu 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Rita
jwb Mit😆
2023-01-06
0
Devi Nur Fitri
baca ini udh 2x nya ....dan masih penasaran aja....
2022-01-05
0
Rina Zulkifli
keringetnya babang arsen pst sedep 😍😍
2021-05-28
2