Happy reading...
Sesuai permintaan Rian, Anna akan ikut bersama Niko ke Amerika. Semua keperluan Anna di siapkan oleh Rian dan juga Viona. Walau dengan berat hati, Bu Ayu mau menerima keputusan tersebut. Ia percaya hal itu demi kebaikan putrinya.
Untuk terakhir kali sebelum keberangkatannya, Anna mengunjungi makam Riko. Ia hanya bisa bersimpuh sambil menatap nisan suaminya.
"Mas, Anna terima permintaan terakhir Mas Riko. Anna yakin bagaimanapun nanti akhirnya, Mas Riko selalu ada bersama Anna. Terima kasih, Mas. Karena Mas Riko, Anna jadi tahu bahwasanya di dunia ini sangat banyak warna tidak hanya hitam saja. Maafkan Anna, mungkin untuk waktu yang sangat lama tidak akan mengunjungi Mas Riko. Akan tetapi doa Anna akan selalu terpanjat untukmu, Mas. Anna pamit, Mas. Nanti malam Anna akan berangkat, hiks."
Anna terisak dengan kepala yang tertunduk. Setelah beberapa lama akhirnya ia meninggalkan pemakaman tersebut. Berbekal arahan dari ibunya, Anna naik taksi menuju apartemennya.
Anna menyusuri setiap bagian dalam apartemennya. Ia mengenang semua hal yang pernah terjadi disana. Dari luar terdengar suara sirine ambulans.
Anna menyusuri trotoar yang mengarah ke rumah sakit. Ia ingat terakhir kali saat Riko di rawat di rumah sakit. Pastilah rumah sakit itu.
Anna berjalan tanpa tujuan di lorong rumah sakit tersebut. Ia hanya ingin mengunjungi tempat yang pernah menggoreskan kenangan bersama Riko.
"Neng Anna!" seru seseorang dari arah depannya.
Anna menghentikan langkahnya sambil mencoba mengingat suara yang dirasanya tidak asing.
"Neng?" gumam Anna. Seingatnya hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan panggilan itu.
"Neng Anna, apa kabar?"
"Dea?" tanya Anna ragu. Karena yang ia tahu Dea adalah ARTnya. Tapi baju yang dikenakan Dea sama dengan beberapa orang yang berpapasan dengannya di tempat itu.
"Neng Anna mengenali saya?" sahut Dea yang terlihat senang.
"I-iya. Tapi kamu..."
"Saya perawat, Neng. Saya di tugaskan merawat Den Riko. Saya turut berduka cita atas meninggalnya Den Riko. Maaf saya baru mengatakannya. Den Riko sendiri yang meminta saya untuk tidak mengatakan apa-apa." Tuturnya.
Satu lagi kebenaran yang di ketahui Anna. Ia kini menyesali sikapnya dulu yang pernah merasa cemburu karena Riko sering keluar bersama Dea. Dari penuturan Dea, setiap kali Riko mengatakan akan pergi belanja, yang sebenarnya adalah pria itu menjalani pengobatan atau transfusi darah di rumah sakit itu.
"Mas, apalagi yang kamu sembunyikan dariku? Kenyataan apalagi yang akan Anna ketahui, Mas?" gumam Anna. Ia merasa tidak punya tenaga untuk sekedar menyeret kakinya. Dan akhirnya iapun hanya berdiri di pinggir jalan menunggu taksi datang.
***
Menjelang malam, Anna berpamitan dengan semua pelayan yang ada di rumah keluarga Rahardian. Saat ia berpamitan dengan ibunya, Anna benar-benar merasa sedih. Ia tidak tahu apakah akan mampu berada jauh dari ibunya. Mengingat ini pertama kali baginya. Tanpa Ibunya juga tanpa Riko disisinya.
Rian dan Viona mengantar ke bandara. Selama perjalanan, mereka memberikan wejangan panjang untuk Anna. Terutama untuk tidak berhenti dan bosan dalam mempelajari sesuatu.
Anna berjalan tergopoh-gopoh mengikuti langkah besar Niko. Sejak dari rumah, pria itu tidak mengatakan sepatah katapun juga.
Brukk.
"Maaf," ucap Anna, saat tanpa sengaja ia menabrak punggung Niko yang berhenti mendadak di depannya.
Niko tidak berkata apapun juga. Ia hanya mendelik tidak suka. Seakan pria itu ingin orang lain beranggapan ia tidak mengenal Anna.
Ini pengalaman pertama Anna naik pesawat terbang. Ia sangat gugup, namun pria di sampingnya tetap tidak mengacuhkannya. Niko kukuh pada sikapnya. Begitu juga dengan Anna, wanita itu sebisa mungkin tidak berharap bantuan dari Niko.
Setibanya di bandara tujuan, Anna terlihat celingak-celinguk mencari Niko. Pria itu berjalan sangat cepat sehingga saat ia lengah sedikit saja, Anna kehilangan jejaknya.
Anna berjalan kesana kemari dengan ekspresi yang sudah mulai putus asa. Dadanya terasa sesak karena menahan tangisannya. Ia berada di negara yang ia sendiri tidak mengenal siapa-siapa.
Anna menyandarkan tubuhnya di kursi yang ada di dalam bandara. Kini ia sudah pasrah dengan nasib yang dialaminya. Gurat kelelahan terlihat jelas di wajahnya. Anna menghela nafas dalam sambil memejamkan matanya.
"Bu, Anna harus bagaimana?" keluh Anna dalam hati.
Anna tersentak saat merasakan kakinya ada yang menyenggol dengan kasar. Setelah membuka matanya, ia tersenyum lega melihat siapa orang yang melakukannya.
"Niko."
"Kamu bisa kan tidak menyusahkan orang lain dengan kebodohanmu itu!" hardik Niko.
"Maaf, Nik. Tapi jalanmu terlalu cepat," sahut Anna pelan sambil menunduk. Tatapan tajam yang diarahkan Niko menyiutkan nyali Anna.
"Kalau kamu tidak bisa menggunakan otakmu dengan baik, setidaknya gunakan kakimu itu!"
"Iya, Nik. Maafkan aku."
Niko sama sekali tidak memberikan kesempatan pada Anna untuk mengeluh. Pria itu melangkah meninggalkan Anna dengan langkah besarnya seperti semula.
Anna hanya bisa menahan kesedihannya sambil menarik koper miliknya dengan sisa tenaga yang ada. Ia tidak habis pikir melihat sikap Niko yang seperti itu. Pria itu bahkan tidak sedikitpun merasa kasihan pada dirinya yang sedang mengandung. Entah terbuat dari apa hati pria di depannya itu, mengapa sangat berbeda dengan Riko yang merupakan adiknya.
Dari kejauhan Anna melihat Niko memasuki mobil yang di bukakan seorang pria paruh baya. Saat melihat dirinya, pria itu setengah berlari menghampiri Anna.
"Tidak usah, Pak," tolak Anna, saat pria itu hendak menarik kopernya.
"Tidak apa-apa, Non. Ini sudah menjadi tugas saya. Mari, silahkan!"
"Bapak siapa namanya?" tanya Anna saat mereka berjalan beriringan.
"Saya Dani, Non."
"Pak Dani tidak usah memanggil saya begitu. Panggil saja saya Anna," pinta Anna.
Dani hanya tersenyum tipis pada Anna dan membukakan pintu mobil untuk Anna. Dalam hati Anna bersyukur setidaknya ia menemukan orang yang bisa bersikap ramah seperti Pak Dani, supir keluarga Rahardian.
Anna menatap keluar, ke sepanjang jalanan kota New York City yang bisa terbilang cukup padat. Gedung-gedung yang menjulang tinggi membuat Anna merasa kagum dengan arsitekturnya yang luar biasa.
Sepanjang perjalanan terasa hening. Tidak terdengar seorang pun yang memulai pembicaraan. Sampai akhirnya, mobil yang di kemudikan Pak Dani memasuki pelataran rumah yang sangat megah. Sangat megah sampai-sampai membuat Anna menganga tidak percaya pada penglihatannya sendiri.
"Selamat datang di mansion keluarga Rahardian, Nona."
Anna terhenyak dari rasa kagum yang menenggelamkannya dalam lamunan. Pak Dani dengan setia sedang menunggunya keluar dari dalam mobil. Anna menoleh ke sekitar mencari seseorang yang tadi bersamanya dari bandara.
"Tuan muda sudah masuk ke dalam mansion, Nona," ucap Dani. Pria itu seolah tahu apa yang dicari oleh Anna.
"Oh, eh, iya. Maaf, Pak." Anna terlihat gugup.
Pak Dani mempersilahkan Anna mengikuti langkahnya masuk ke dalam mansion tersebut. Sepanjang langkah, Anna tak henti-hentinya berdecak kagum pada setiap hal yang di lihatnya. Ia tidak menyangka akan tinggal di rumah semegah dan seindah ini. Benar-benar sebuah keberuntungan baginya. Apalagi menurut Mama Viona, Kakek dan Nenek Riko sangatlah baik. Anna merasa lega mengingatnya.
"Siapa dia? Kenapa kau bawa pelayan ke dalam rumah, hah? Bawa dia kebelakang! Bukan disini tempatnya!" hardik seorang pria berumur yang melihat kehadiran Anna di ruangan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Windarti08
waktu Riko meninggal kok kakek nenek nya gak dateng ya...?
2023-01-08
0
fifid dwi ariani
trus berkarya
2022-11-02
0
Venny Oktavianita
katanya baik?
2022-01-30
0