Happy reading...
Malam mulai berlalu, namun bu Ayu masih duduk terpaku di tempat tidurnya. Setelah lelah bekerja, ia memilih untuk tetap terjaga. Sesekali ia menghela nafas beratnya, seolah ada sesuatu yang menghimpit bagian dadanya.
Dengan enggan di tolehnya jam di dinding yang sedari tadi menemani dengan suara detaknya. Pukul dua dini hari waktu yang di tunjukkannya.
Tatapan kedua manik bu Ayu beralih pada seseorang yang tertidur pulas di sampingnya. Dibelainya surai hitam putri 'semata wayang'nya. Anna kecil yang mungil kini telah tumbuh dewasa.
"Maafkan ibu, Anna! Ibu tidak bisa berbuat banyak untukmu," ucapnya lirih. Ia mulai merebahkan tubuh lelahnya, berharap kedepannya semuanya akan baik-baik saja.
Tess, air mata Anna yang semula di tahan menetes juga. Sama halnya dengan ibunya, Anna pun masih terjaga. Tidak sedikitpun ua bisa memejamkan mata. Semua yang di gumamkan ibunya, Anna mendengarnya. Susah payah ia berusaha agar isakannya tak bersuara.
**
Sementara itu di kamar Riko, pria itu tidur dengan pulasnya.
Ddrtt.. Ponsel Riko bergetar entah untuk ke berapa kalinya.
"Hmm siapa sih jam segini menelpon?" gerutunya pelan. Dengan mata yang mengerjap-ngerjap Riko mengambil ponselnya yang masih bergetar dari atas nakas di samping tempat tidurnya.
"Niko," ucapnya pelan sembari menyandarkan punggungnya.
📱 "Halo, Nik. Ada apa?" tanya Riko dengan suara parau.
📱 "Benarkah besok kau akan menikah? Dengan siapa? Mengapa saat aku ada disana kau tak mengatakan apa-apa?" Tanpa basa-basi, Niko mencecar adiknya dengan pertanyaan.
📱 "Maaf, semua serba mendadak. Tentu saja aku menikahi wanita yang sangat ku cintai," sahut Riko.
📱 "Oh, ya? Kau yakin akan hal itu? Bagaimana kalau dia memanfaatkan kondisimu?"
📱 "Kau jangan khawatir, dia bukan wanita seperti itu. Terlebih lagi, dia tidak tahu tentang kondisiku saat ini."
📱 "Kau pikir bisa membodohiku? Semua orang bisa melihat bagaimana kandisimu sekarang, termasuk wanita itu."
📱 "Sudahlah! Kalau niatmu menelepon hanya ingin membuatku meragukan keputusanku sendiri, maaf karena kali ini kau harus kecewa. Doakan yang terbaik untukku, ya! Aku tutup dulu."
Tut.. Riko mengakhiri sambungan telepon denga kakaknya.
"Aku memang sangat mencintai Anna. Selain itu, aku juga harus mengambil tanggung jawab atas bayi yang tak berdosa itu. Aku ingin melakukan sesuatu untuk yang terakhir kali sebelum aku benar-benar 'pergi'," ucap Riko pelan. Ia pun kembali merebahkan dirinya.
**
Sejak pukul empat pagi, kediaman Rahardian sudah mulai menampakkan kesibukan. Dekorasi taman belakang sudah selesai di lakukan. Begitu juga dengan para pelayan yang menata serta menyiapkan hidangan.
Acara pernikahan hari ini terbilang sangat sederhana. Tidak ada teman atau kerabat dari kedua calon mempelai yang datang menghadirinya. Hanya beberapa orang tentangga dan para pelayan di rumah keluarga Rahardian yang menyaksikannya.
Bertindak sebagai wali dalam pernikahan Riko dan Anna adalah seseorang yang di tunjuk oleh Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai wali hakim. Hal ini di karenakan ayah Anna yang tidak di ketahui keberadaannya.
Acarapun di mulai, akad nikah dilaksanakan di dalam rumah. Walau dengan perasaan yang teramat grogi, pengucapan ijab qobul berjalan dengan lancar. Riko merasa lega setelah mendengar kata 'sah' menggema dalam rumahnya.
"Sekarang kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Silahkan istri mencium tangan suami dan suami mencium kening istri! Semoga rumah tangga kalian sakinan, mawaddah, wa rohmah," ujar penghulu yang menikahkan mereka.
"Aamiin," jawab semua orang yang ada di ruangan itu serempak.
Sesuai intruksi penghulu, Anna mencium punggung tangan Riko. Pria yang selalu jadi super hero bagi Anna itu kini telah resmi menjadi suaminya. Mengambil tanggung jawab atas hidup dan kehidupannya.
"Anna,,," ucap ibunya lirih. Wanita paruh baya itu memeluk erat putrinya. Isakan kecil mulai terdengar di telinga Anna.
"Jadilah istri yang baik, Nak!" ucap bu Ayu dengan suara beratnya. Tidak lama kemudian, ia pun melepaskan pelukannya. Ia tak ingin di hari bahagianya, Anna menangis karenanya.
Saat bu Ayu menghadap Riko, pria itu mencium punggung tangannya.
"Ibu titip Anna ya, Den. Ibu titip anak ibu," ucapnya lirih. Bu Ayu mengusap pelan punggung menantunya dengan air mata yang sudah tidak bisa di tahannya lagi.
Riko mengangkat wajahnya, menatap bu Ayu yang sedang mengusap air mata dengan sapu tangan yang di pegangnya.
"Terima kasih sudah mengijinkan saya menikahi Anna, Bu. Saya akan menjaganya, dan juga membuatnya selalu bahagia," ucap Riko. Bu Ayu mengangguk dengan senyuman terukir di wajah sembabnya.
Hampir semua orang yang ada di ruangan itu merasa terharu, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata. Tidak terkecuali tuan dan nyonya Rahardian.
Acara di lanjutkan di taman belakang. Decak kagum terdengar dari para tamu undangan. Mulai dari dekorasi taman yang menakjubkan hingga menu makanan yang terhidang.
Satu persatu mereka memberi selamat pada kedua mempelai, tak terkecuali para pelayan yang merupakan orang yang di kenal Anna sehari-hari.
"Anna, den Riko, selamat ya!"
"Mulai sekarang panggil istri saya, Non Anna!" ucap Riko pada para pelayan itu. Ia tersenyum sambil menarik pinggang Anna agar semakin dekat dengannya.
"Ciee,,, istri. Yuk ah, kita makan aja! Jangan ganggu pengantin baru yang lagi kasmaran," goda salah satu dari mereka. Setelah berpamitan, merekapun berlalu menuju meja prasmanan.
Riko menatap wajah Anna yang merona. Seperti biasa, Anna selalu telihat cantik dan mempesona. Apalagi denga tubuh sintalnya yang terbalut kebaya. Benar-benar menggoda iman di dadanya. Untung saja Anna sudah resmi menjadi istrinya. Namun ia tetap harus bersabar menunggu hingga malam tiba.
"Tunggu sebentar disini ya," pintanya setelah mendaratkan satu kecupan di pucuk kepala Anna.
Sepeninggal suaminya, Anna terdiam dengan tatapan menerawang. Ia sedang mencoba membayangkan keindahan yang sedari tadi di agung-agungkan para tamu undangan. Namun sayang, sekuat apapun ia coba membayangkan, yang ada hanyalah kegelapan.
Wajah Anna segera menoleh saat di rasanya ada seseorang yang berjalan mendekatinya. Dan ternyata itu Riko suaminya.
"Sayang, ayo duduk disini!" pinta Riko. Ia mendudukkan tubuh Anna di sebuah kursi yang sudah di hias khusus untuk mempelai.
"Mau ngapain, Rik?" tanya Anna bingung.
"Sayang, kamu duduk aja yang manis. Oke!"
Anna tersipu mendengar panggilan sayang yang di sematkan Riko padanya. Ia pun menuruti keinginan suaminya itu.
"Riko, apa kamu akan melukisku?" tanyanya penasaran.
"Hmm."
"Sekarang? Saat ini? Kau mungkin tidak malu, tapi aku malu Riko." Raut wajah Anna semakin merona membayangkan tatapan para tamu undangan.
Riko hanya tersenyum. Nyatanya, saat ini mereka berada di salah satu bagian taman yang memang di persiapkan untuk kedua mempelai, agak jauh dari tamu undangan.
Dengan cekatan, Riko memasang easle dan kanvas. Ia juga mulai membuka satu persatu tutup wadah cat pilihannya. Dengan palet di lengan kiri dan kuas yang terjepit diantara jari, Riko sudah siap beraksi.
"Anna, bertahanlah sebentar dengan posemu itu. Aku akan memulainya, oke?"
"Hmm," Anna mengangguk.
Riko mulai melukis pengantin wanitanya. Senyum manis tak lepas dari wajahnya. Sesekali lirikan menggoda di arahkannya. Lirikan yang tentu tak akan di sadari oleh Anna. Ia tak ingin melewatkan moment bahagia ini dengan melukis objek favoritnya.
Beberapa orang yang hadir disana mulai menatap mereka. Kekaguman terpancar jelas pada raut wajah sebagian dari mereka. Bagaimana tidak, seorang pria anak orang kaya menikahi wanita tunanetra. Ada juga yang menatap dengan tatapan tidak suka. Mungkin karena nasib baik Anna yang di persunting tuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-11-02
0
Venny Oktavianita
like..
2022-01-30
0
Mrs.Kristinasena
kayaknya Riko punya penyakit kanker yaa..umurnya tak lama lagi..
2022-01-30
0