Happy reading...
"A apa, Bu? Riko? Suami Anna? Mas Riko maksud ibu?" Pekiknya.
"Iya Nak," sahut ibunya sangat lirih.
"Ibu bohong kan? Ibu bercanda kan? Nggak mungkin Mas Riko meninggalkan Anna. Nggak mungkin, Bu!" Anna histeris sambil menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Kedua kakinya terasa lemas, tak mampu lagi menopang tubuhnya.
Tubuh Anna jatuh tersungkur di samping makam Riko. Tanah itu terlihat masih merah, dan bunganya juga masih harum seperti ada yang menaburnya setiap hari.
"Mas, ini tidak benar kan? Kamu tidak meninggalkan aku kan, Mas? Hiks, hiks, Mas Riko." Rintihan Anna terdengar sangat memilukan.
Bu Ayu terisak melihat kepiluan putrinya. Hatinya terasa hancur mendengar rintihan Anna. Ia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan Anna yang bahkan belum genap satu hari. Namun ia juga tidak ingin Anna mengetahuinya dari orang lain.
"Anna, yang sabar ya Nak. Kamu harus ingat kandunganmu," ucap Bu Ayu pelan.
"Anna mau Mas Riko, Bu. Anna ingin bertemu Mas Riko," Anna menjerit saat ibunya mencoba membuatnya berdiri.
"Anna, ini sudah hampir gelap. Ayo kita pulang dulu! Ibu janji besok kita akan kesini lagi," ujar ibunya. Karena hari memang sudah petang, di tambah lagi ia merasa risih karena sikap Anna menarik perhatian beberapa orang yang kebetulan lewat disana.
"Mas..." Lirihnya. Anna meronta melepaskan diri dari pelukan ibunya.
"Anna nggak mau pulang, Bu. Anna mau menemani Mas Riko disini," ucapnya pelan sembari memeluk batu nisan suaminya.
"Anna, tidak baik meratap Nak. Ibu mohon, jangan seperti ini. Kasihan suamimu." Bu Ayu meneteskan air mata. Ia paham benar penderitaan putrinya.
"Yuk, pulang dulu! Den Riko, besok Anna kesini lagi, ya." Ujarnya.
Anna menatap wajah memelas ibunya. Ia lalu menatap nisan suaminya. Perlahan ia bangkit dengan di bantu ibunya.
"Mas, Anna pulang dulu." Lirihnya. Susah payah ia menghapus air mata yang terus mengalir di wajahnya.
Supir taksi yang sedari tadi menunggu, segera membukakan pintu. Ibu Ayu memang memintanya untuk menunggu, karena hari yang sudah sangat sore dan takut kesulitan mendapatkan taksi lagi.
Sekali lagi Anna menoleh ke arah makam suaminya, raut wajahnya terlihat enggan meninggalkan tempat itu. Selama perjalanan, Anna hanya menatap ke luar dengan tatapannya yang kosong.
🎶...
Dalam diam ku terpaku, mengingat kisah kita..
Sedih hatiku tiada berbicara,
lemah diriku sungguh tidak berdaya.
Kepergianmu membuat ku tersiksa.
Andaikan waktu bisa kuputar kembali.
Ku ingin dirimu tetap ada disini.
Melewati kisah cinta yang kita jalani.
Ku tak mampu bila dirimu pergi.
🎶...
Alunan lagu yang terdengar dari radio yang diputar seakan mewakili perasaan Anna. Deraian air mata seolah tak habis membasahi pipi Anna yang sudah sembab itu.
***
Sesampainya di depan rumah keluarga Rahardian, Anna dan bu Ayu di sambut gembira oleh teman sesama pelayannya. Mareka terlihat gembira saat mengetahui Anna sudah bisa melihat. Namun kegembiraan mereka seketika sirna ketika melihat wajah sayu nan sendu yang Anna tunjukkan.
"Anna," panggil seorang pria paruh baya.
Anna menatap sesaat pria itu. Perasaan sedih yang dirasa hatinya membuatnya tidak berminat mengetahui pria itu siapa.
"Itu Tuan Rahardian, An," ujar ibunya.
"Tuan Rahardian? Papa?" gumam Anna.
"Bagaimana kabarmu?"
"Baik, Pa," jawab Anna pelan sambil menunduk. Ia ragu apakah masih pantas memanggil pria itu dengan panggilan tersebut.
"Ayo masuk, Sayang. Mama sudah menunggumu." Ajaknya.
"Mama?" gumam Anna lagi. Kali ini ia mencoba mengingat bagaimana sosok yang maksud.
Tuan Rahardian menggenggam tangan Anna dan menariknya pelan masuk kedalam rumah. Ia sudah tahu gadis itu baru saja mengunjungi makam putranya. Karena sebelumnya ibu Anna sudah meminta izin padanya dan juga Viona.
Di dalam rumah, seorang wanita terduduk sambil menatapnya. Tatapannya tak kalah sendu dari Anna.
"Mama," panggil Anna pelan.
"Anna," Viona bangkit dari duduknya seolah menyambut kedatangan Anna. Anna menggunakan sisa tenaganya untuk berlari ke arah Viona.
"Ma..." Lirihnya. Kedua wanita itu menangis sesegukan sambil berpelukan.
"Ma, maafkan Anna!" bisik Anna.
"Tidak, Anna. Ini bukan kesalahanmu, Nak." Viona mengusap air mata yang mengalir di pipi Anna.
"Tapi, Mas Riko. Hiks.."
Viona memeluk lagi menantunya. Ia mencoba menenangkan dengan mengusap dan menepuk pelan punggung Anna. Ia mengerti benar penderitaan Anna. Dari cerita yang di dengarnya dari Riko, menantunya itu sangat ingin melihat Riko saat pertama kali membuka mata. Dan kenyataan yang ada di depannya sangat tidak terduga.
"Sabarlah. Kamu juga harus istirahat. Di sebelah sana kamarmu, Anna." Tunjuknya.
"Tidak, Ma. Tolong ceritakan pada Anna yang sebenarnya," pinta Anna.
Sekilas Viona berbagi tatapan dengan suaminya. Setelah itu, ia mulai bercerita. Viona menceritakan penyakit yang di derita putranya. Keluhannya tentang transfusi yang rutin di lakukannya. Hingga semangatnya yang kembali lagi setelah bertemu Anna.
Flashback on
Sedari awal, Riko memang sudah menyadari penyakitnya semakin lama semakin parah. Namun yang paling berat ia tinggalkan adalah Anna. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Anna akan menjalani hari-harinya setelah kepergiannya.
Riko sudah bertekad mendonorkan matanya untuk Anna, bahkan sebelum wanita itu menjadi istrinya. Saat ini tekad itu semakin kuat. Ia berharap dengan matanya, Anna bisa lebih kuat menjalani kehidupannya. Melalui matanya ia ingin Anna tahu bahwa suaminya selalu ada bersamanya.
Pria itu kemudian berkonsultasi dengan dokter soesialis mata. Bagaimanapun ia khawatir jika penyakitnya berdampak buruk pada matanya. Riko merasa senang saat dokter mengatakan bahwa kornea matanya baik-baik saja. Ia kemudian berpesan pada kedua orang tuanya untuk meminta dokter agar segera mendonorkan matanya setelah ia dinyatakan meninggal dunia nanti.
Flashback off
"Ja, jadi maksud Mama orang yang mendonorkan mata untuk Anna adalah Mas Riko?" pekik Anna.
Anna yang awalnya antusias ingin mengetahui siapa orang baik yang mendonorkan mata untuknya, kini tidak tahu apakah harus bersyukur atau menyesali penglihatannya.
"Iya. Seperti halnya kamu yang sudah mengisi hari-hari Riko. Riko juga ingin selalu menjadi bagian dari hari-harimu Anna."
Anna kembali menangis sambil tertunduk. Hatinya benar-benar hancur.
Melihat kondisi Anna, Viona merasa sangat tidak tega. Ia menoleh pada Bi Ayu lalu berkata, "Bi, tolong bantu Anna untuk ke kamarnya. Dia harus istirahat," pinta Viona pada Ibu Ayu yang memang sedari tadi berdiri tidak jauh dari pintu.
"Baik, Nyonya. Ayo Anna," ajak Bu Ayu. Wanita paruh baya itu nampak kesulitan memapah putrinya.
***
Anna tertegun saat pertama kali masuk kedalam kamarnya. Kamar yang pernah di tempatinya saat pertama kali menyandang status sebagai istri Riko. Kamar yang menjadi bukti bahwa sahabat sekaligus suaminya itu sangat menyayanginya. Kamar yang di siapkan Riko agar ia tidak pernah menaiki tangga.
"Anna, pakaianmu ada dalam lemari itu. Istirahat ya, Nak. Ibu harus ke kamar ibu dulu."
"Iya, Bu," ucap Anna lirih sambil mengangguk pelan.
Sepeninggal ibunya, Anna mencoba memutarkan pandangannya ke sekitar kamar. Deg!
Jantung Anna seakan berhenti berdetak saat tatapannya tertuju pada sesuatu yang tertutup oleh kain berwarna putih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sofi Saja
sedih banget, begitu besarnya cinta Niko../Cry/
2023-10-26
0
Nanina_
Please nangis bangettt 😭😭😭
2023-08-21
0
💕febhy ajah💕
huaaaaa ikut nangis inii......
kejamnya dikau tor buat cerita se nyesek ini
2022-12-19
0