Diam-diam Kiara menyilangkan jari tengah dan jari telunjuknya minta maaf pada Dwi di dalam hatinya. Kerena ia belum bisa terus terang tentang hubungannya dengan Bram yang sudah seperti suami istri.
Sebagai ibu yang merawat Kiara dari kecil Dwi tau betul sifat Kiara, belum pernah ia berbohong. Segala sesuatunya selalu curhat padanya.
Sekarang dengan cara Kiara yang tak memandang kepadanya saat bicara dan suara yang agak tinggi, ia merasa ada sesuatu yang dipendam anak ini yang sulit diutarakan.
Ditepisnya jauh prasangka buruknya, ia yakin Kiara bisa jaga diri dan juga Bram anaknya baik bisa dipercaya.
"Iya maksud ibu habis makan langsung pulang, bukan ikut ke Apartemennya." ujar Dwi.
Kiara menghembuskan napas kasar.
"Tadi pagi Ibu nelpon, Bram bicara apa Bu?"
"Dia minta izin ibu kamu bantuin dia di Apartemennya, dia bilang gak suka orang lain masuk area privasinya."
"Hah, memangnya Ara pembantu! Apa kita bukan orang asing Bu? Terus, Ibu percaya dan setuju lagi!" sentak Kiara.
Ia sengaja menyudutkan Dwi bahwa ini juga salahnya, berharap Ibunya itu tidak berpikir macam-macam tentang hubungannya dengan Bram.
Mendengar itu Dwi tersentak.
"Ya sudah, gak usah pergi lagi ke Apartemen Bram." ujar Dwi lembut tak mau terpancing emosi.
Kiara terdiam pandangannya masih ke depan televisi. Tangannya mencet-mencet tombol remot mencari siaran dengan kasar, tapi tak ada satu pun yang menarik hatinya.
Akhirnya ia kembali ke channel pertama yang ditonton Dwi, kemudian melempar remot ke meja begitu saja sehingga menghasilkan bunyi yang keras. Dwi yang kaget hanya bisa geleng kepala.
"Bu." akhirnya Kiara menatap Dwi.
"Hm, ada apa Nak?" jawab Dwi lembut gak mau memancing emosi putrinya lagi.
"Dua minggu lagi Ara akan dikirim ke kota Kembang selama enam bulan." tegas Kiara.
Dwi menggantung tangannya yang hendak memanggang kue menatap tajam pada putrinya. "Kiara, Ayahmu sudah gak ada Nak, sekarang kamu mau pergi ninggalin ibu, gak! Gak boleh pergi!" tegas Dwi dengan nada sedikit marah memasukkan cetakan kuenya ke dalam oven.
"Bu, kalau Ibu ingin Ara gak berhubungan dengan Bram, inilah caranya Bu."
Ujar Kiara dengan nada rendah penuh tekanan seolah-olah kepergiannya untuk menghindari Bram. Semoga dengan cara ini, Ibunya mengizinkannya pergi ke cabang.
Dwi tertegun menatap putri angkatnya itu. "Ra, sedalam apa perasaan kamu pada nak Bram, seiring waktu akan mengikis perasaan itu. Ibu bilang jangan ada hubungan bukan artinya pergi jauh sampai ninggalin ibu." ujar Dwi, ia mengambil napas matanya berkaca-kaca.
"Cuma enam bulan Bu, gak lama! Kita bisa vidio call kan? Tolong lah Bu, izinkan Ara pergi. Ara ingin menjauh dari Bram sejenak agar bisa melupakannya. Ara gak tau apa nanti bisa tahan saat melihat Bram menikah." rengek Kiara memujuk ibunya sambil menahan air matanya jangan sampai tumpah. Mendengar itu Dwi terdiam serba salah.
Saat Ibunya bilang jangan ada hubungan dekat dengan Bram, hati Kiara terenyuh. Seperti terperosok ke lubang yang dalam. Ibunya saja tidak mendukung hubungannya dengan Bram, apalagi keluarganya Bram.
Walaupun tante Alisha baik, ia pasti punya standart seperti apa calon menantu yang pas buat Bram. Dan ironinya si omes itu akan menikah minggu depan. Kiara bermonolog sendiri.
Setelah menikah apa mungkin Bram masih menginginkanku.Tentu saja dia akan melakukannya dengan istrinya. Kalaupun masih menginginkanku tentu saja statusku jadi selingkuhan, ih amit-amit.
Kiara masuk ke kamarnya meringkuk di kasurnya. Membayangkan tentang masa depannya yang suram.
Siapa yang mau menikahi gadis bukan perawan. hm, Kiara sekarang dirimu resmi jadi sampah.
Sementara itu di ruang tengah Dwi sedang merutuki dirinya sendiri.
Bagaimana mungkin dia membiarkan dua orang yang saling menyukai tinggal seatap semalaman.
Ah, Dwi tak sanggup membayangkan, berharap yang mereka lakukan masih dalam tahapan yang wajar.
******
Senin, Kiara bangun agak siang.
Semalam setelah memujuk matanya, ia baru bisa terpejam menjelang subuh. Masih ada sesak di dada Kiara, efek sisa nangis semalam.
Hari ini Kiara off. Setelah seminggu kemarin dia sift malam dan akan bekerja kembali besok sift pagi sampai satu minggu ke depan.
Rencananya dia akan ke rumah besar untuk mengambil mobilnya, ingin menghubungi Bram Kiara belum punya nomornya.
Sepertinya si omes itu gak ada niat mau ngasi nomornya ke aku, gumam Kiara.
Kehidupan Kiara walaupun gak kaya, disebut miskin juga tidak. Sebagai orang kepercayaan Tuan Pramudya semasa hidupnya pendapatan Ayah Burhan terbilang besar bahkan lebih dari cukup.
Ditambah ibunya Dwi sangat pandai menggunakan waktu luangnya. Membuat masakan dan berbagai kue-kue tradisional sebagai bisnis, menambah income keluarga Kiara terbilang mapan.
Walau belum dibilang sultan namun di dalam rekening peninggalan Ayahnya mencapai hitungan milyar. Ditambah lagi beberapa Asuransi Ayahnya yang sebentar lagi akan cair mencapai angka puluhan M.
Orang tua angkatnya ini pandai berhemat dan menerapkan hidup sederhana, itu juga terbawa pada kehidupan Kiara sehari-hari.
Kiara mendapat pesan chat dari Dwi bahwa ibunya itu sekarang berada di rumah besar Wijaya, sampai hari nikahan Bram.
Kiara menghela napas dalam, di depan teras ia lagi menunggu pesanan taksi onlinenya. Sebenarnya Kiara ingin naik motor biar praktis tapi ke rumah besar motor online tidak diperkenankan masuk ke dalam karena alasan keamanan.
Sambil menunggu Kiara scroll2 akun media sosialnya, iseng-iseng ia mengetik nama Evita. Terlalu banyak nama Evita, Evita yang mana ?
Di beranda tiba-tiba muncul sebuah photo, Bram memakai jas bersama seorang perempuan cantik memakai kebaya. Kiara baru ini melihat Bram memakai jas.
"Ya Tuhan, jadi ini yang namanya Evita." Kiara menepuk-nepuk dadanya seketika matanya berkabut.
Sebuah mobil berhenti di depannya, dikiranya taksi online. Supir turun membukakan pintu mempersilahkannya masuk duduk di depan. Dalam hati Kiara ramah juga ya, gak biasanya supir begini.
Mobil melaju kecepatan sedang tiba-tiba langsung kencang. Kiara yang sedang menatap ponselnya, seketika kaget.
"Pak gak usah ngebut saya gak buru-buru kok." teriaknya ketakutan. Dengan replek menggenggam handle di samping kepalanya.
Ini bukan ke rumah besar, apa aku diculik tapi untuk apa, Minta tebusan kah? Apa dia mengincar uang Asuransi, tapi bagaimana dia tau uangnya sudah cair atau belum?
Gumam Kiara panik.
"Pak, bapak mau menculik saya?"
Si supir bergeming tetap melaju dengan kencang sambil melihat kanan kiri spion, menyalip sana sini.
"Pak, tolong jangan culik saya pak. Saya gak punya uang, keluarga saya miskin." teriak kiara histeris hampir menangis.
"Diamlah Nona saya bukan mau menculik anda, tapi mau membahagiakan anda." ujar supir dengan suara berat.
*******tbc
Hi,readers thanks ya. Jangan lupa Like, koment, vote juga share ya. klik favorit biar terus terupdate ya guys.
Love you all. 🙏😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
Rosemary
Malming rebahan sambil baca cerita ini😎👍
2021-04-17
2
Umi Yan
Semangat kak..., ditunggu lagi up terbarunya😊
2020-10-26
4