Kiara keluar dari lemari dengan wajah cemberut.
"Maaf sayang" ujar Bram, ia ingin memeluk Kiara tapi ditahan oleh tangan Kiara yang terulur di dadanya.
"Bram, aku keluar dari jendela itu aja", tunjuk Kiara dan berjalan menuju jendela saat tadi mereka masuk.
"Hm" angguk Bram manyun menggeser jendela itu agar terbuka.
"Apa?" tatap Kiara heran, langkahnya terhenti saat ingin keluar Bram mencekal tangannya.
Cup.
Bram mengecup Kiara dan menyesap bibir itu lembut, Kiara geleng kepala. Mereka berciuman lagi, ciuman yang panjang sangat susah dilepaskan.
'ck ck ck uwaeeek' , suara cicak menjulurkan lidahnya.
Bram melepas ciuman dan mengusap lembut bibir Kiara. "I love you" ucapnya.
"Elek you", balas Kiara tersenyum kemudian melangkah keluar berjalan ke dapur.
Di dapur Kiara diberondong Dwi dengan pertanyaan, kenapa buang sampah saja pakai lama dan menunjuk selendang Kiara kenapa sampai tercecer.
Tubuh Kiara serasa menciut, "tadi Ara melihat kolam dan duduk sebentar Bu", jawab Kiara gak yakin apa ibunya itu percaya atau tidak, ia tersenyum hambar.
"Ayo ke depan ikut doa bersama." titah Dwi. "Pakai selendang kamu lagi, Ra", lanjut Dwi kemudian ia duduk bergabung di barisan ibu-ibu. Kiara mengikuti Ibunya, ia melihat Bram juga sudah bergabung di barisan laki-laki
Selesai Pengajian Kiara dan Dwi kembali pulang ke rumah mereka. Kiara telah mendapatkan SIM-nya, ia mengemudikan mobil peninggalan Burhan.
Rumah yang sepi seperti biasanya. Hanya dirinya dan Ibunya, karena semasa hidup pun waktu ayahnya lebih banyak dihabiskan bersama Tuan besar Pramudya.
Sekarang Kiara telah lulus SMA, ia belum Kuliah. Walaupun ia dapat beasiswa namun Kiara berdalih ingin kerja dulu setahun atau dua tahun. Kiara hanya mengambil kursus di bidang Komputer dan bahasa asing.
Kiara suka belajar pasar saham melalui online, mengamati kurs valuta asing dengan berbagai chat patternnya.
Ia sudah mulai membuka perdagangan forex kecil-kecilan dan lumayan sudah bisa ia jadikan sebagai sumber penghasilan. Kiara juga bekerja di sebuah departemen store, uang jajan dari ibunya ia tabung.
Sebulan tak ada kabar dari Bram, Kiara sangat rindu. Mereka sudah bertukar saliva tapi belum bertukar nomor handphone.
Sore hari saat kiara baru pulang kerja.
"Ra, kamu bisa antar Ibu ke rumah besar atau kamu mau ikut sekalian." tanya Bu Dwi, ia telah siap hendak berangkat.
"Oh iya, ada acara apa Bu?" tanya Kiara, Ia mengambil botol air minum dari kulkas.
"Nak Bram akan menikah seminggu lagi bertepatan dengan empat puluh hari Ayahmu dan Tuan besar."
Jawaban ibunya seperti petir yang menyambar di siang bolong di hari panas.
Fruufht!!
Kiara menyemburkan air yang baru ditenggaknya, ia tersedak dan terbatuk-batuk.
"Uhuk, uhuk!"
Sampai matanya merah berair, nafasnya menjadi sesak seketika. Seperti di ruang hampa udara tanpa peralatan oksigen, Kiara terduduk di bangku meja makan. Lututnya lemas dan tangannya menggenggam erat botol air minumnya.
"Ibu juga kaget mendengarnya, tiba-tiba dan terkesan mendadak. Acaranya sederhana hanya akad nikah yang dihadiri keluarga inti saja. karena keluarga Nyonya Alisha hanya Tuan Arjit adiknya, ia minta Ibu menemaninya mengurus beberapa hal." jelas Dwi menyadari keterkejutan Kiara sama seperti dirinya.
Dwi mengerutkan dahinya kenapa putri angkatnya itu seperti shock begitu, kelihatan mau menangis. Dwi membuang napas pelan, o ala nak.
"Kamu gapapa Ra?" tanya Dwi prihatin. Kiara menggeleng menepuk-nepuk dadanya yang sesak.
Melihat reaksi Kiara sekaget itu Dwi merasa kalau Kiara ada hati pada Bram, sehingga ia tidak mau memaksa lagi untuk diantar Kiara.
"Kalau kamu capek ya sudah gak usah ngantar, biar Ibu naik taksi online. Ibu masak gulai pucuk daun singkong dan ikan dencis sambal, kamu makan ya."
"Kiara masih kenyang Bu tadi makan bersama Laras, kalau mau pulang Ibu kabari biar nanti Ara jemput." suara Kiara terdengar lemah.
"Baiklah, ibu tunggu taksi di teras saja sepertinya sudah dekat" Dwi membiarkan Kiara sendirian di dapur.
Ia masih muda masih bisa mendapatkan jodoh yang lain.
Dalam hati Dwi, ia gak tau bagaimana mau menghibur putrinya, selain membiarkan Kiara sendiri menuntaskan emosinya.
Setelah ibunya pergi air mata Kiara jatuh tak terbendung, ia tak kuasa menahan tangis menyadari kebodohannya. Kiara merutuki dirinya sendiri, gak habis pikir.
Dia bahkan tidak menghubungiku, nomor aja gak punya. Apa tante Alisha yang memaksa Bram menikahi Rahel? Apa telah terjadi sesuatu pada Rahel, hamil mungkin?
Dalam hati Kiara mengingat kemesuman Bram. "Ah, bodohnya aku." Kiara bermonolog.
Setelah taksi datang, Dwi ngintip sedikit dari jendela, benar saja Kiara menangis. Hm, kemudian Dwi masuk ke taksi onlinenya.
Kiara melangkah lunglai ke kamarnya, masuk ke kamar mandi berdiri di bawah shower dengan air mata yang tumpah sederas air mengalir di atas kepalanya.
Selesai mandi Kiara membuka laptopnya, mengalihkan pikirannya dan hatinya dari Bram. Melihat perdagangan emas yang dibukanya kemaren, sesuai dengan prediksinya, equitynya bertambah naik. Kemudian Kiara menutup perdagangan.
Cukuplah lumayan buat jajan.
Dalam hati Kiara, ia melakukan WD meninggalkan deposit awalnya.
Setidaknya masih ada hal baik hari ini.
Dalam hati Kiara, ia membuka lagi perdagangan baru, kali ini ia membuka sell pada pasangan mata uang eurusd.
Ibunya menelpon bahwa ia akan menginap di rumah besar.
Hm, syukurlah gak perlu jemput ibu, gumam hati Kiara.
Kiara sudah siap, ia janjian dengan Laras jumpa di warung sate. Kiara menatap wajah sembabnya di cermin.
Nanti kena angin juga kempes.
Dalam hati Kiara, ia mengusap wajahnya bersamaan dengan itu suara bel berbunyi.
Saat Kiara membuka pintunya, seseorang mendorongnya masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya. Tubuh Kiara terdorong sehingga menempel ke dinding, ia ingin memberontak tapi apalah daya tenaga Bram lebih kuat darinya.
Bram memeluk pinggang Kiara erat, satu tangannya memegang tengkuk meraup paksa bibir gadis itu.
Kiara meronta-ronta memukul dan mencubit punggung Bram dengan tangannya yang bebas. Betapa ia merindukan Bram tapi sekarang ia benci, benci dengan kenyataan bahwa pria ini akan menikahi wanita lain bukan dirinya.
Bram semakin beringas tidak perduli rasa sakit di punggungnya. Tubuh Kiara bergetar, keganasan Bram tak ayal membuatnya terbakar gairah. Tubuhnya melemah, ciuman Bram menghapus kerinduan di hatinya, pipi Kiara basah oleh air mata.
Untuk apa marah lebih baik menikmati.
Dalam hati Kiara, kemudian ia mengulurkan tangannya mengalung di leher Bram membalas ciuman. Menguapkan emosi menjadi gairah.
Merasa Kiara sudah terkendalikan, Bram melembutkan ciumannya. Berhenti mencium setelah gadis itu ngap dan susah bernapas. Dengan penuh kasih sayang diusapnya pipi basah itu.
"Setidaknya dengar dulu penjelasanku." desis bram.
"Penjelasan apa, bukannya kamu tadi datang-datang maksa nyium aku!" sergah Kiara dengan kesal.
"Andai kau tahu hatiku juga sakit melebihi sakit hatimu." Bram mendekap Kiara, tubuh Kiara yang seleher Bram tenggelam di dalam pelukannya.
"Sakit hati, bukannya kamu senang akan menikah!" sentak Kiara mendorong Bram, nafasnya sesak dikekep Bram.
Bicara apa si mesum ini gak jelas.
Hm. Bram menggeleng menggaruk kepalanya yang gak gatal.
Kenapa aku jadi linglung ya, gumam dalam hati Bram.
*****tbc
hi, readers dukung author dengan Like dan vote ya. klik ❤️ biar terus terupdate ya guys. semoga jadi berkah bagi anda semua.🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
Kanian June
menyenangkan 😍
2024-06-04
1
ARSY ALFAZZA
jejak lagi 👍🏻
2021-05-03
1
Conny Radiansyah
koq datang ke Kiara, Bram....
2021-04-12
1