Pada hari ke-3 di Palembang, Ustadz Hanafi dari pagi hingga menjelang malam mengikuti acara pertemuan keluarga. Mereka yang hadir dalam pertemuan itu merupakan sanak kerabat dari kakeknya Haji Abdullah.
Hadir juga dalam pertemuan itu, satu-satunya saudara Haji Abdullah yang masih hidup. Ustadz Hanafi biasa memanggilnya Yai Murod. Usia Yai Murod diperkirakan sudah mencapai 90 tahun, meski sudah sangat sepuh tapi masih terlihat sehat.
Dalam pertemuan itu juga dibahas pembagian harta warisan dari Haji Abdullah. Sebetulnya sejak istri Haji Abdullah wafat 5 tahun yang lalu, hampir semua harta Haji Abdullah sudah dibagi-bagi ke anak-anaknya.
Tanah pertanian milik Haji Abdullah di Ogan Ilir yang luasnya mencapai puluhan hektar, sudah dibagikan kepada anak-anak dari saudaranya (keponakan). Haji Abdullah sendiri memiliki saudara 5 orang, 2 laki-laki dan 3 perempuan.
Properti Haji Abdullah berupa rumah, tanah, pertokoan dan kendaraan sebagian besar sudah dijualnya, tinggal tersisa rumah di Kambang Iwak dan 2 mobil yang dipakai untuk keperluan sehari-hari.
Hasil penjualan berbagai properti milik Haji Abdullah ini semuanya ia wakafkan ke Pesantren Al Mansyur milik Kiai Ismail. Termasuk lahan wakaf seluas 2.500 hektar yang dikelola Pondok Pesantren merupakan wakaf dari Haji Abdullah.
Dalam pertemuan ini disepakati Rumah di Kambang Iwak beserta kendaraan 2 mobil yang tersisa di beli oleh putra bungsu Haji Abdullah yang bernama Muhammad Abdullah.
Dana dari hasil penjualan rumah tersebut, disumbangkan ke Pondok Pesantren Al Mansyur cabang Kota Palembang, yang saat ini dipimpin salah seorang murid Kiai Ismail bernama Ustadz Shaleh.
Di akhir hayatnya, Haji Abdullah masih menjabat ketua Dewan Penasehat Musi Corporation, dengan penghasilan sebagai ketua dewan penasehat inilah Haji Abdullah memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Haji Abdullah masih memiliki sekitar 8% saham di Musi Corporation, dan berdasarkan wasiatnya warisannya ini dibagikan secara merata kepada ke-4 anak laki-lakinya sebagaimana diatut dalam Hukum Waris Islam.
Dengan adanya pembagian saham ini, maka komposisi kepemilikan Musi Corporation ikut berubah, anaknya yang sulung Malik Abdullah menjadi pemegang saham terbesar dengan 59%, lalu Mahmud Abdullah 12%, Rasyid Abdullah 12% dan Muhammad Abdullah 12%. Sedangkan sisanya 5% adalah milik Koperasi Karyawan Musi Corporation.
Selain membahas masalah pembagian waris, hadirin juga banyak mendengarkan cerita dari Yai Murod, terkait sejarah asal muasal keluarga Haji Abdullah.
*******
Pangeran Sedo ing Rejek
Menurut Yai Murod, ada cerita yang menginformasikan bahwa salah seorang leluhur Haji Abdullah bernama Pangeran Sedo ing Rejek. Sang Pangeran tidak lain merupakan penguasa Palembang sekitar tahun 1652-1659.
Di masa Pangeran Sedo ing Rejek pernah terjadi peperangan dengan pihak Belanda yang menyebabkan Kota Palembang lama mengalami kehancuran.
Peperangan ini bermula pada sekitar tahun 1647, dimana penguasa Kerajaan Palembang Pangeran Sedo ing Rejek memutuskan menolak melanjutkan kerjasama perdagangan lada dengan VOC.
Penolakan penguasa Palembang ini menyebabkan VOC (perusahaan dagang Belanda) di Batavia mengalami kerugian yang besar. Dan puncaknya pihak Belanda kemudian menyerbu Palembang.
Setelah kehancuran Palembang lama yang saat itu disebut Kuto Gawang, Pangeran Sedo ing Rejek bersama pengikutnya mengundurkan diri ke daerah pedalaman.
Mereka kemudian menetap di wilayah Ogan Ilir secara turun temurun dan menjadi penduduk setempat.
Sementara pimpinan di Palembang diserahkan kepada adiknya bernama Kimas Hindi yang di kemudian hari mendirikan Kesultanan Palembang Darussalam dengan gelar Sultan Abdurrahman.
Dari anak keturunan Pangeran Sedo ing Rejek inilah asal muasal Keluarga Besar Haji Abdullah, demikian yang dituturkan oleh Yai Murod kepada sanak keluarganya yang berkesempatan hadir ketika itu.
"Yai... Bagaimana silsilah ke atas Pangeran Sedo ing Rejek?" tanya Ustadz Hanafi penasaran.
"Kalau menurut data kesultanan, ayah dari Pangeran Seda ing Rejek bernama Pangeran Seda ing Pasarean. Sementara ayah Pangeran Pasarean bernama Pangeran Manconegoro yang berasal dari tanah Jawa" jawab Yai Murod sambil menatap ke arah Ustadz Hanafi.
"Pangeran Manconegoro menikah dengan putri Raja Palembang bernama Nyai Gede Pembayun anak dari Ki Gede ing Suro Mudo" ucap Yai Murod melanjutkan.
"Ayah dari Pangeran Manconegoro menurut catatan adalah Pangeran Adipati Sumedang atau Maulana Abdullah, yang merupakan putra dari Pangeran Wirakusuma Cirebon" ujar Yai Murod lebih merinci lagi.
"Dan Pangeran Wirakusuma Cirebon berasal dari keluarga salah seorang dari anggota wali songo, yakni Maulana Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri" kata Yai Murod memberi penjelasan yang panjang lebar.
"Jadi Pangeran Sedo ing Rejek keturunan keluarga besar Giri Kedaton?" tanya Ustadz Hanafi memberi ketegasan.
"Iya kalau menurut data kesultanan memang demikian" jawab Yai Murod singkat.
"Memang ada juga versi lain yang mengatakan berasal dari Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Kerajaan Majapahit, namun yang paling kuat adalah data yang menyatakan berasal dari keluarga Giri Kedaton" jawab Yai Murod menambahkan.
"Yai... kalau silsilah Sunan Giri sendiri bagaimana?" tanya Ustadz Hanafi ingin tahu.
"Terkait silsilah Sunan Giri ada dua pendapat, ada yang mengatakan berasal dari keluarga azmatkhan al husaini, sedangkan pendapat lain mengatakan berasal dari keluarga al qadiri al hasani" jawab Yai Murod sambil membuka catatan yang dia miliki.
"Kalau versi yang mengatakan berasal dari keluarga azmatkhan, bermula dari Amir Abdullah Azmatkan bin Syaikh Abdul Malik al Muhajir yang bermukim di tanah India" kata Yai Murod menjelaskan.
"Syaikh Abdul Malik al Muhajir berasal dari Hadramaut Yaman, dia adalah anak dari Sayyid Alawi Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath, yang silsilahnya terus menyambung sampai kepada Sayyid Ahmad al Muhajir" ucap Yai Murod mencoba menguraikan silsilah yang dia baca.
"Sayyid Ahmad al Muhajir ini merupakan generasi ke-9 dari Nabi Muhammad, ia hijrah ke Hadramaut untuk mencari penghidupan yang lebih baik" kata Yai Murod melanjutkan.
"Sedangkan versi lainnya, Sunan Giri merupakan keturunan dari Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Dimana ayah dari Sunan Giri bernama Syekh Yaqub Pangeran Wali Lanang bin Syekh Ibrahim Maulana Abu Ishaq bin Syaikh Junaid bin Syaikh Abdul Qadir bin Syaikh Syu'aib bin Syaikh Abdul Jabbar bin Syaikh Abdul Rozaq bin Syaikh Abdul Aziz bin Syaikh Sholeh bin Syaikh Abdul Qadir al Jailani" ungkap Yai Murod membeberkan silsilah secara lengkap.
"Di mana Syaikh Abdul Qadir al Jailani, merupakan keturunan dari Syarif Abdullah al Kamil bin Syarif Hasan al Mutsanna bin Sayyidina Hasan as-sibthi" kata Yai Murod melanjutkan.
"Dan sebagaimana kita ketahui, Sayyidina Hasan merupakan putra dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sementara ibu Sayyidina Hasan adalah Sayyidatuna Fatimah az Zahra bin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam" urai Yai Murod mengakhiri pembacaan silsilah yang dia catat.
Mereka yang hadir dalam pertemuan itu hanya bisa menyimak dengan seksama, sebagian lagi merekam ucapan Yai Murod dengan hand phone nya.
Ustadz Hanafi sendiri hanya bisa merenung, ternyata ada kisah yang menyatakan keluarga besarnya berasal dari keturunan para pejuang dan alim ulama.
Mampukah dirinya nanti bisa mengikuti sikap, perbuatan serta teladan dari para leluhurnya? Pikir Ustadz Hanafi penuh kebimbangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
💞de_ling💞
TRUE LOVE hadir dengan like +fav 😇
bagus ceritanya sambil belajar sejarah dikit😊❤💪
2021-05-07
1
ଓεHiatus 🦅💰⋆⃟𝖋ᶻD³⋆ғ⃝ẓѧ☂
aku mampir lagi..kasih like buat kamu
2020-11-23
1
monkey d luffy
wong kito nian...👍👍👍👍
boleh belajar sejarah sikit 🤗👍
2020-11-16
3